Sukses

Pakar Ekonomi Soroti Bisnis AMDK di Indonesia

Industri AMDK mengalami perkembangan pesat seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap air minum dalam kemasan.

Liputan6.com, Jakarta Kebutuhan air minum yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk membuat bisnis Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) semakin menggiurkan. Pasar yang besar melahirkan banyak pemain dalam industri AMDK, di sisi lain penggunaan AMDK pun menjadi hal yang lazim bagi masyarakat.

Untuk melindungi konsumen dari risiko bahaya senyawa BPA, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mendorong regulasi Pelabelan BPA pada Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) guna galon ulang polikarbonat. Dari regulasi itu, ada yang menganggap akan memicu persaingan tidak sehat di pasar.

Namun, sejumlah pakar menilai pelabelan BPA pada Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) guna galon ulang polikarbonat akan membuat persaingan usaha di industri AMDK menjadi lebih sehat. 

Dalam sebuah Webinar “Pelabelan BPA: Menuju Masyarakat Sehat dengan Pasar Sehat", Pakar Ekonomi dan Bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Tjahjanto Budisatrio menyampaikan bahwa pelabelan BPA akan membuat orang sadar untuk memilih, dia menginginkan produk yang sudah diberi label dan tahu implikasi kesehatannya atau produk yang tidak mengandung BPA.

Mengenai persaingan pasar, Budisatrio mengatakan “Dalam sebuah pasar persaingan sempurna adalah pasar yang memang diharapkan oleh ekonomi itu kondisinya di mana tidak ada rintangan ataupun halangan untuk masuk dan keluar dalam industri tersebut. Ini yang kita harapkan dalam kenyataan sehari-hari mungkin sulit kondisi persaingan sempurna itu tercapai."

Budisatrio juga menyampaikan persaingan yang ada perlu dilihat apakah memang ada barriers to entry ke dalam pasar AMDK. Kalau ada, berarti pasar sudah tidak lagi perfect competition tapi imperfect competition. Artinya, persaingan menjadi kurang sehat. Itulah yang terjadi.

"Kalau kita perhatikan di sini (di pasar AMDK), (ternyata) ada barriers to entry. Kalau membeli galon A, dan ternyata galon A tidak ada di toko, kita harus membawa pulang galon kosong itu. Kita tidak bisa menukarnya dengan merek galon B. Ini otomatis ada sebuah kontrak jangka panjang yang sadar atau tidak sadar terbuat dari sistem yang ada saat ini,” kata Budisatrio.

Di pandangan Budisatrio, hal tersebut adalah barriers untuk masuk. "Jadi, galon yang kita pegang tadi adalah investasi di awal, karena kita membeli dan kita tidak bisa menukarnya dengan galon lain, padahal airnya dalam galon sama. Jadi, otomatis di-lock-in (pelanggan dikunci). Switching cost-nya jadi mahal. Inilah yang membuat sebuah barrier,” katanya melanjutkan.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai pemegang otoritas pengawasan dan penegakan hukum persaingan usaha senantiasa mendorong para pelaku bisnis untuk ikut berperan dalam upaya mewujudkan praktek usaha yang sehat dan mengutamakan kepentingan konsumen.

Upaya untuk melindungi dan mengutamakan konsumen bukan hanya dilakukan oleh KPPU melainkan juga BPOM. Berkaitan dengan galon gula ulang, BPOM mengumumkan regulasi pelabelan kemasan galon bekas pakai yang mengandung Bisphenol A (BPA).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pelabelan BPA Kemasan Galon Polikarbonat

Dalam sebuah kesempatan, Deputi Bidang Pengawasan dan Olahan BPOM Rita Endang menyampaikan bahwa tugas dan fungsi BPOM adalah menyusun norma, standar, prosedur dan kriteria keamanan, mutu, label, dan iklan pangan. Regulasi pelabelan galon polikarbonat yang mengandung BPA, disusun demi melindungi kepentingan kesehatan dan keamanan produk yang memang sudah menjadi kewenangan BPOM.

Ketika disinggung bahwa regulasi pelabelan kemasan galon bekas pakai punya kaitan dengan persaingan usaha, dengan tegas Rita mengatakan bahwa revisi aturan label pangan tidak ada kaitannya dengan kepentingan persaingan usaha. 

Jawaban Rita tersebut diperkuat dengan pernyataan KPPU yang menolak pengaitan antara aturan pelabelan kemasan galon guna ulang dengan persaingan bisnis.

“Ada surat resmi dari KPPU ke BPOM, bahwa tidak ada unsur persaingan usaha,” kata Rita Endang.

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini