Sukses

Bacakan Nota Pembelaan, Putri Candrawathi Mohon Maaf kepada Sang Ibu

Terdakwa Putri Candrawathi menyampaikan ajaran orangtua yang dipegangnya saat sidang pleidoi atau nota pembelaan pada Rabu, 25 Januari 2023.

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa Putri Candrawathi menyampaikan permohonan kepada sang ibu saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J pada Selasa, (24/1/2023).

Saat awal membacakan pleidoi, Putri menceritakan singkat mengenai riwayat hidupnya. Ia menyampaikan, nilai-nilai  kehidupan yang didapatkan dari orangtuanya. Ia mengaku belajar kedisiplinan dan ketegaran dari sang ayah yang seorang purnawirawan  dengan pangkat Brigadir Jenderal  TNI Angkatan Darat (AD)  serta nilai ketulisan dari sang ibu yang seorang tenaga pendidik.

"Saya dilahirkan rahim dari seorang ibu pendidik, dan sosok ayah seorang tentara, Saya terkesan bagaimana ibu saya yang seorang guru SMA mengajarkan ketulisan dan nilai-nilai kehidupan. Sementara dari Ayah saya ajarkan kedisiplinan dan ketegaran dalam menjalani tantangan hidup yang dialami,” ujar Putri Candrawathi.

Putri mengatakan orangtua mendorong anak-anaknya untuk memprioritaskan pendidikan. Putri mengaku dari semangat orangtuanya untuk berprestasi di antara peserta didik dan mencintai dunia pendidikan. Putri menyelesaikan pendidikan strata satu di Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Trisakti dan kemudian melanjutkan pendidikan di Amerika Serikat (AS).

"Meski seorang perempuan, kedua orangtua saya menuntut prioritaskan pendidikan,” ujar dia saat membacakan pleidoi.

Putri belajar dari orangtua mengenai nilai-nilai kehidupan, kesetiaan, ketegaran dan mencurahkan perhatian penuh kepada keluarga. “Hingga kini nilai hidup mereka inspirasi yang tak pernah saya lupakan apalagi hidup sebagai anak tentara, kedisiplinan, ketegaran, dan kesabaran landasan jalani hidup ini,” ujar dia.

Ia menuturkan, dari sang ibu seorang guru SMA belajar untuk mengasihi, berbuat baik kepada siapa saja, dan mendapatkan pendidikan sebaiknya. Saat membacakan nota pembelaan, Putri juga menyampaikan terima kasih kepada sang ayah dan ibu yang mendidik, mengasihi dan memberikan nilai-nilai baik dalam hidupnya. “Dan saya mohon maaf sebesar-besarnya ibu saya harus bersedih karena peristiwa yang saya alami,” ujar dia.

Putri mengungkapkan ajaran sang ayah untuk tetap tegar menjalankan kehidupan dan ingatan pelukan sang anak menjadi kekuatan bagi dirinya untuk menghadapi masalah yang dihadapinya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dituntut 8 Tahun Penjara

Jaksa meminta majelis hakim menghukum istri eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, 8 tahun penjara.

Jaksa menilai terdakwa Putri Candrawathi terbukti bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J sebagaimana diatur dalam dakwaan priemer Pasal 340 juncto 55 ayat 1 Ke-1 KUHP.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa penjara 8 tahun dipotong masa tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan," ujar jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta, Rabu (18/1/2023).

Menurut jaksa, seluruh unsur dalam Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1, telah terpenuhi berdasar hukum. Oleh karena itu, dakwaan subsider tidak perlu dibuktikan.

Putri dinilai justru ikut dalam perencanaan pembunuhan Brigadir J. Dia tidak berusaha mengingatkan maupun menghentikan niat suaminya yang sudah didampingi puluhan tahun hingga menjadi pejabat Polri. 

3 dari 4 halaman

Pleidoi Tuntutan Seumur Hidup, Ferdy Sambo: Ini Pembelaan yang Sia-Sia

Terdakwa Ferdy Sambo mengaku pasrah atas perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Kepasrahannya itu sebagaimana tertuang dalam nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan seumur hidup jaksa penuntut umum (JPU).

"Majelis Hakim Yang Mulia, Jaksa Penuntut Umum dan Penasihat Hukum Yang Terhormat, Nota pembelaan ini awalnya hendak saya beri judul 'Pembelaan yang Sia-Sia'. Karena di tengah hinaan, caci-maki, olok-olok serta tekanan luar biasa dari semua pihak," kata Sambo saat sidang di PN Jakarta Selatan, Selasa, 24 Januari 2023.

Sebab, Sambo merasa selama sidang perkara ini berlangsung baik dirinya serta keluarga telah mendapatkan berbagai cacian dan makian. Hingga membawa Mantan Kadiv Propam Polri ke dalam perasaan keputusasaan dan rasa frustasi.

"Berbagai tuduhan bahkan vonis telah dijatuhkan kepada saya sebelum adanya putusan dari Majelis Hakim, rasanya tidak ada ruang sedikitpun untuk menyampaikan pembelaan. Bahkan sepotong kata pun tidak pantas untuk didengar apalagi dipertimbangkan dari seorang terdakwa seperti saya," ucapnya.

Menurutnya, selama bertugas 28 tahun sebagai anggota Polri. Ia tidak pernah melihat adanya tekanan yang begitu besar terhadap seorang terdakwa sebagaimana perkara pembunuhan berencana Brigadir J yang diklaim telah merenggut haknya sebagai terdakwa.

"Saya nyaris kehilangan hak sebagai seorang terdakwa untuk mendapatkan pemeriksaan yang objektif, dianggap telah bersalah sejak awal pemeriksaan dan haruslah dihukum berat tanpa perlu mempertimbangkan alasan apapun dari saya sebagai terdakwa," kata Sambo.

 

4 dari 4 halaman

Hadapi Tekanan Publik

Ditambah framing opini masyarakat dan tekanan dari publik di luar persidangan, lanjut Sambo, telah mempengaruhi persepsi publik. Bahkan mungkin memengaruhi arah pemeriksaan perkara ini mengikuti kemauan sebagian pihak.

"Termasuk juga mereka yang mencari popularitas dari perkara yang tengah saya hadapi. Saya tidak memahami bagaimana hal tersebut terjadi, sementara prinsip negara hukum yang memberikan hak atas jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara di mata hukum masih diletakkan dalam konstitusi negara kita," bebernya.

Alasan itu dikutip Sambo atas adanya prinsip asas praduga tidak bersalah (presumption of innocent) yangseharusnya ditegakkan sebagaimana Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM), International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), huruf c KUHAP, dan pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

"Yang menegaskan bahwa setiap orang yang dituntut dan dihadapkan di muka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan Pengadilan yang menyatakan kesalahannya," jelasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.