Sukses

Plt Ketum PPP: Mau Pemilu Proporsional Terbuka atau Tertutup, Kami Punya Pengalaman

PPP tidak ada masalah ada partai yang mendukung sistem pemilu proporsional terbuka dan juga mendukung sistem pemilu proporsional tertutup.

Liputan6.com, Jakarta - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengaku tidak ada masalah dengan penerapan sistem pemilu proporsional terbuka atau sistem proporsional tertutup. PPP punya pengalaman menghadapi pemilu dengan sistem memilih wajah caleg atau terbuka, dan sistem memilih partai saja atau tertutup.

"Bagi PPP terbuka atau tertutup itu kami sudah memiliki pengalaman. Jadi Pemilu secara terbuka juga sudah pernah, tertutup juga sudah pernah," ujar Plt Ketum PPP Muhammad Mardiono di kantor DPP PPP, Jakarta, Kamis 5 Januari 2022.

Dia menyatakan, PPP tidak ada masalah ada partai yang mendukung sistem pemilu proporsional terbuka dan juga mendukung sistem pemilu proporsional tertutup.

"Kemudian nanti kita lihat perjuangan teman-teman, tentu ini ada yang menghendaki untuk tertutup, ada juga yang menghendaki terbuka. Ya ini tentu dalam proses politik," kata Mardiono.

PPP pun menghormati gugatan terhadap UU Pemilu yang memuat sistem pemilu proporsional terbuka.

"Proses politik ya ini harus kita perjuangkan, tetapi proses hukum itu harus dihormati oleh kita semua," kata Mardiono.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Gugatan ke MK

Sistem Pemilu proporsional terbuka atau memilih calon legislatif langsung digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Penggugat menginginkan pemilihan umum memberlakukan sistem proporsional tertutup atau hanya mencoblos partai politik.

Uji materiil itu diajukan oleh kader PDI Perjuangan Demas Brian Wicaksono, kader Nasdem Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono. Gugatan terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu tercatat dalam Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022.

"Adanya sistem proporsional terbuka didasarkan pada Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 tanggal 23 Desember 2008. Putusan tersebut diambil menggunakan standar ganda, yakni nomor urut dan suara terbanyak sehingga Mahkamah memutuskan mengabulkan pasal a quo. Apabila melihat sejarah pemilu di Indonesia sebelumnya, sebelum UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum menggunakan proporsional tertutup di mana pemilih hanya memilih partai politik karena sejatinya berdasarkan UUD 1945 kontestan pemilu legislatif adalah partai politik,"kata kuasa hukum pemohon Sururudin saat sidang perdana di Mahkamah Konstitusi, Rabu (23/11/2022).

"Kemudian partai politiklah yang menunjuk anggotanya untuk duduk di DPR dan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, dengan mengacu pada alasan-alasan yang kami terangkan di atas memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," tambahnya.

 

 

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.