Sukses

Jaksa Tuntut Dwidjono 5 Tahun Bui, Pakar Hukum Nilai Masih Ada Pihak Lain Terlibat

Terdakwa kasus dugaan suap izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Dwidjono Putrohadi Sutopo, dituntut lima tahun penjara serta denda Rp1,3 miliar oleh jaksa penuntut umum (JPU).

Liputan6.com, Jakarta Terdakwa kasus dugaan suap izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Dwidjono Putrohadi Sutopo, dituntut lima tahun penjara serta denda Rp1,3 miliar oleh jaksa penuntut umum (JPU). Hal itu terungkap dalam jalannya persidangan di Pengadilan Tipikor, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Dwidjono Putrohadi Sutopo dengan pidana penjara selama lima tahun dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan dan perintah terdakwa tetap dalam tahanan,” kata anggota JPU, Wendra Setiawan saat membacakan tuntutan, Senin (6/6/2022).

Selain tuntutan bui, JPU juga menuntut terdakwa berupa pidana denda sebesar Rp 1 miliar 300 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti hukuman kurungan selama satu tahun.

Menanggapi tuntutan itu, Pakar Hukum Margarito Kamis meyakini, bahwa kasus tersebut tidak tertutup untuk menyeret pihak lain. Keyakinan Margarito berangkat, usai dirinya dihadirkan sebagai saksi ahli pada tanggal 23 Mei yang lalu.

“Sejak awal, termasuk saat menjadi saksi ahli dalam persidangan di Pengadilan Banjarmasin, saya bilang ini kasus aneh. Kok cuman satu orang? Pastilah ada lain yang lain, yang terlibat,” yakin Margarito saat dimintai tanggapan atas sidang hari ini, dalam kesempatan terpisah.

Margarito menambahkan, cepat atau lambat, Kejaksaan Agung (Kejagung) atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasti akan mendalami perkara ini. Terlebih dalam persidangan, menurut Margarito sudah terang tentang bagaimana fakta hukum yang disampaikan oleh sejumlah saksi.

“Fakta hukum di persidangan sudah jelas kok. Tinggal bagaimana Kejagung atau KPK membongkar tuntas perkara ini. Saya yakin ada orang baru yang bakalan kena. Enggak ada ilmunya (perkara) hanya satu orang yang kena,” tegas Margarito.

Margarito melanjutkan, jika dalam fakta kasus ini tergambar sosok lain, maka sebaiknya jug dapat dibongkar.

“Kalau di dalam fakta (sidang) tergambar ada A,B, dan C sementara yang ada sekarang ini cuma ada A. B dan C tidak ada, kenapa tidak ada B dan C nya, itu harus dibongkar,” papar Margarito dalam kesaksiannya saat itu.

Margarito menegaskan, hukum akan berjalan proporsional dan objektif jika memang pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus ini turut bertanggung jawab.

“Saya tidak menyebut nama, B dan C Itu siapa. Tapi, siapapun itu harus dibongkar baru proporsional dan baru objektif,” beber Margarito.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Latar Belakang Kasus

Kasus ini dibongkar oleh Kejaksaan Agung. Nama Dwijono ditetapkan sebagai pelaku dan diseret ke Meja Hijau sebagai terdakwa. Mantan Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu ini diduga menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp 27,6 miliar dari Henri Soetio selaku Direktur Utama PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN).

Kejaksaan menilai. Izin usaha pertambangan (IUP) menyalahi aturan karena menabrak Pasal 93 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba. Sebab, peralihan IUP tambang sejatinya tidak dibolehkan.

Namun fakta di lapangan membuktikan hal sebaliknya, IUP Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) dapat beralih kepada PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 yang diteken oleh Bendum PBNU Mardani H. Maming yang saat itu tengah menjabat sebagai bupati Tanah Bumbu.

Mardani pun diduga ikut terlibat dalam kasus ini. Hal itu terungkap dari pernyataan adik dari Henri Soetijo yang bernama Christian Soetio saat dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan terkait. Dia menyebut ada dana Rp 89 miliar mengalir ke kantong Mardani.

Christian mengaku tahu adanya aliran dana itu karena pernah membaca pesan WhatsApp (WA) dari sang kakak, Henry Soetio. Sayangnya Henry saat ini sudah tidak bisa dikonfirmasi langsung karena sudah meninggal dunia.

Christian menyatakan, uang Rp 89 miliar masuk kepada Mardani melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP). Sebab, Mardani adalah pemilik saham dari PT PAR dan PT TSP yang bekerja sama dengan PT PCN dalam mengelola pelabuhan batu bara dengan PT Angsana Terminal Utama (ATU).

3 dari 3 halaman

Bantahan Mardani

Mardani sendiri yang dalam kasus ini juga sudah dihadirkan di muka sidang sebagai saksi selaku eks Bupati Tanah Bumbu, membantah pernyataan Christian tentang aliran dana. Dia memastikan, tidak ada aliran dana yang masuk ke dalam kantongnya seperti tudingan Christian.

Namun dalam kesaksiannya, Mardani membenarkan telah meneken Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk proyek terkait dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Tanah Bumbu yang bernomor 296 Tahun 2011. Menurut dia, SK itu diterbitkan karena sudah ada rekomendasi yang menjadi dasar penerbitan SK.

"Saya tidak akan memberikan tanda tangan seandainya tahu izin itu bertentangan dengan hukum," tegas Mardani dalam keterangannya, Senin 25 April 2022.

Mardani menjelaskan, sebelum menandatangani SK tersebut, sudah ada paraf dari kepala dinas terkait, dalam hal ini Dwijono Putrohadi Sutopo. Sehingga saat itu Mardani meyakini untuk membubuhkan tanda tangannya.

“Yang saya cek adalah paraf kepala dinas. Kalau sesuai aturan, maka saya tandatangani," kata Mardani.

“Setelah diparaf oleh kabag Hukum, kemudian asisten atau sekda, maka saya menyatakan bahwa proses ini sudah berjalan sesuai dengan aturan dan makanya saya memberikan tanda tangan. Kalau tidak sesuai dengan aturan, harusnya proses itu tidak sampai ke meja saya,” Mardani menutup.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.