Sukses

Anggota Komisi III Minta Penyiksa Napi di Lapas Narkotika Yogyakarta Dihukum Berat

Komnas HAM mengungkap dugaan penyiksaan warga binaan pemasyarakatan atau napi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Kelas II A Yogyakarta. Ini kata salah satu legislator.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap dugaan penyiksaan warga binaan pemasyarakatan atau napi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Kelas II A Yogyakarta.

Anggota Komisi III DPR RI Jazilul Fawaid menyayangkan penyiksaan di lapas yang terus berulang. Dia menilai peristiwa itu sebagai bukti lemahnya kedisplinan dan pengawasan kepada pegawai lapas.

"Terulangnya kejadian seperti ini bukti lemahnya disiplin dan pengawasan pegawai lapas," ujar Jazilus kepada wartawan, Rabu (9/3/2022).

Jazuilul mendorong Kementerian Hukum dan HAM dan pihak lapas meningkatkan pengawasan dengan memanfaatkan teknologi. Dengan begitu, semua kegiatan dalam lapas terpantau dan menghindari penyalahgunaan wewenang.

"Gunakan teknologi yang canggih untuk pengawasan dan disiplin agar semua terpantau dan tidak ada penyalahgunaan,” kata politikus PKB ini.

Jazilul juga meminta agar petugas lapas yang melakukan penyiksaan diberi sanksi berat. Di sisi lain, korban penyiksaan juga dipulihkan jiwanya.

"Berikan sanksi yang berat bagi pelanggar disiplin yang perilakunya melampau batas kemanusiaan. Investigasi pelakunya dan pulihkan kejiwaan korbannya," imbuh dia.

Jazilul menilai, Kemenkumham tak cukup hanya menyampaikan permohonan maaf kepada warga binaan. Permohonan maaf saja tidak lantas membuat perkara ditutup dan dianggap selesai.

“Tidak cukup dengan hanya menyampaikan permohonan maaf lantas perkara ditutup dan dianggap selesai. Harapan kami, jangan saling lempar tanggung jawab. Berikan sanksi disiplin bagi yang lalai dan melenceng dari tugas," pungkasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Temuan Komnas HAM

Sebelumnya, Komnas HAM menemukan dugaan tindakan penyiksaan terhadap warga binaan pemasyarakatan (WBP) di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Yogyakarta.

Adapun ini disampaikan Komisioner Pemantauan/Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam saat konferensi pers virtual mengenai "Hasil Pemantauan dan Penyelidikan" Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta, Senin (8/3/2022).

"Kekerasan, penyiksaan, dan merendahkan martabat memang terjadi di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta," kata Anam.

Seperti dilansir dari Antara, Investigasi mengenai dugaan kekerasan di lapas itu bermula setelah sejumlah mantan narapidana mengadu ke ORI Perwakilan DIY dan Jawa Tengah pada tanggal 1 November 2021 mengenai dugaan penganiayaan dan pelecehan seksual yang mereka alami.

Berdasarkan hasil investigasi, kata Anam, dugaan praktik penyiksaan di lapas di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman itu memang terjadi sejak pertengahan 2020.

Praktik tersebut, menurut dia, berlangsung beriringan dengan upaya pemberantasan penggunaan narkotika di dalam lapas itu dalam waktu yang singkat dengan target maksimal.

"Celakanya ketika intensitas (pemberantasan narkoba) ini sangat tinggi yang terjadi adalah tindak kekerasan, penyiksaan, dan merendahkan martabat muncul di situ," kata Anam.

Pemantau Aktivitas HAM Komnas HAM, Wahyu Pratama Tamba mengatakan, setidaknya ada sejumlah tindakan merendahkan martabat yang disertai tindakan penyiksaan menimpa para warga binaan pemasyarakatan (WBP) atau narapidana.

"Benar terjadi penyiksaan, kekerasan dan perlakuan merendahkan martabat manusia yang dilakukan petugas Lapas," katanya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (8/3).

Dia menjabarkan tindakan perlakuan merendahkan martabat WBP diantaranya seperti pemotongan jatah makanan, memakan muntahan, meminum air seni dan mencuci muka menggunakan air seni.

Bahkan tidak hanya itu, tindakan merendahkan martabat yang diduga dilakukan para penjaga lapas ini juga kerap menyuruh para WBP untuk melakukan hal yang merendahkan secara telanjang tubuh.

"Telanjang dan diminta mencabut rumput sembari dicambuk menggunakan selang, disuruh melakukan tiga gaya bersetubuh dalam posisi telanjang, penggundulan rambut dalam posisi telanjang," ujarnya.

"Disuruh jongkok dan berguling-guling di aspal dalam keadaan telanjang, memakan buah pepaya busuk dalam kondisi telanjang yang disaksikan sesama WBP," sambung Wahyu.

Selain itu, Wahyu menyebut para WBP secara fisik juga kerap mengalami tindakan kekerasan secara langsung seperti pemukulan, pencambukan menggunakan selang, diinjak, direndam di kolam lele, hingga disiram air garam atau air rinso pada dini hari.

Bahkan tindakan penyiksaan, kekerasan dan perlakuan merendahkan martabat juga dialami oleh tahanan titipan yang mana seharusnya ada mekanisme khusus terhadap tahanan titipan.

"Akibatnya, tindakan kekerasan yang dilakukan mengakibatkan rasa sakit, luka dan trauma psikologis," tuturnya.

Dalam investigasi ini, Komnas HAM juga menemukan tiga belas alat yang dipakai untuk penyiksaan, diantaranya selang, kayu, kabel, buku apel, tangan kosong, sepatu PDL, air garam, air Rinso, pecut sapi, timun, dan sambal cabai, Sandal dan barang-barang yang dibawa oleh tahanan baru.

"Kekerasan tersebut menimbulkan luka-luka di area punggung, kaki dan tangan," sebutnya.

 

3 dari 3 halaman

Kurun Waktu

Wahyu juga menyebut jika tindakan pelanggaran tersebut mulai terjadi manakala adanya perubahan struktur kepemimpinan di Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta dan upaya pembersihan lapas oleh kepemimpinan yang baru.

Dimana hal tersebut terjadi pada kisaran pertengahan Tahun 2020 setelah adanya pergantian struktur lapas dimana dalam kondisi ini intensitas kekerasan semakin meningkat. Bahkan dalam periode itu ditemukan 2828 pil sapi, 315 HP, 227 bunker dan barang terlarang lainnya.

Kemudian, pada akhir pasca tahun 2020 ketika kembali terjadi pergantian struktur pejabat dalam lapas, yaitu pergantian Kalapas dan Ka. KPLP di akhir Tahun 2020 tataban kehidupan WBP memang menjadi lebih teratur dan lebih disiplin.

Dimana, sikap WBP menjadi lebih hormat kepada petugas dan penerapan baris- berbaris dalam melakukan setiap kegiatan juga masih tetap diterapkan secara teratur dan terjadwal oleh setiap blok hunian.

 

Reporter: Muhammad Genantan

Sumber: Merdeka

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.