Sukses

VIDEO: Biara Rawaseneng, Oase bagi Jiwa yang Letih

Bagi yang ingin bermeditasi atau sekadar menjajal berbagai kegiatan untuk melepas penat, Biara Rawaseneng menawarkan oase bagi jiwa-jiwa yang letih.

Beragam cara bisa dilakukan untuk merefleksikan hidup. Salah satunya dengan berwisata religi ke Pertapaan Santa Maria Rawaseneng di Temanggung, Jawa Tengah. Selain dapat melihat kehidupan para rahib, kita juga bisa beraktivitas di tengah alam yang asri.

Rawaseneng merupakan biara Trappist pria pertama di Indonesia. Aktivitas di pertapaan ini dimulai dengan bunyi lonceng untuk memanggil setiap insan di pertapaan beribadat. Sejak membuka mata hingga kembali beristirahat di malam hari, ibadat dijalankan para rahib delapan kali.

Berbeda dari misa biasa, semua bagian ibadat dinyanyikan dengan khidmat. Para rahib trappist menghayati hidup, bekerja, dan meditasi, memuliakan Tuhan dalam kesederhanaan. Kondisi inilah yang menarik minat umat untuk mencari ketenangan di biara ini.

Di sini ada beragam pilihan kegiatan yang bisa dilakukan pengunjung, seperti seorang peziarah asal Amerika Serikat bernama Donald Bell, yang hobinya berkebun. "Anda akan mendapatkan keseluruhan tahapannya, berdoa, meditasi, merenungkan bacaan suci, dan bekerja. semua itu merupakan bagian tidak terpisahkan dari pengalaman ini," ujar Bell.

Terletak di kaki Gunung Sumbing, udara sejuk menyegarkan setiap pengunjung yang mampir di pertapaan seluas lima hektare ini. Kita bisa melihat perkebunan kopi yang dikelola para rahib serta melihat langsung proses pengolahan biji kopi hingga menjadi kopi bubuk dengan peralatan sederhana.

Selain itu, sempatkan juga mengintip kreasi kue kering karya para rahib yang dibuat dari bahan-bahan alami. Misalnya kue kastangel yang kejunya diproduksi sendiri. Keju-keju disimpan dalam suhu minus 10 derajat Celsius selama minimal 3 bulan sebelum digunakan membuat kue. Semakin tua keju, semakin enak.

Keju-keju untuk kastangel tadi dibuat dari susu-susu yang dihasilkan peternakan sapi mereka sendiri. Induk sapi dari Belanda yang awalnya hanya berjumlah 5 ekor, kini telah berkembang biak menghasilkan ratusan liter susu setiap hari. Jika ingin ikut memerah susu, tamu bisa bersiap setiap pukul setengah lima pagi dan setengah lima sore.

Ketenangan di biara membantu menjaga kondisi kejiwaan sapi sehingga jumlah susu yang dihasilkan tetap banyak. Apalagi sapi yang stres juga akan membuat produksi susunya berkurang.

Sesuai prinsip biara, kesederhanaan dan kerja tangan para rahib mandiri tidak mengandalkan sumbangan umat untuk membiayai hidup mereka. Bekerja juga dimaknai sebagai pengabdian terhadap saudara sesama penghuni biara.

Kemandirian ini juga diterapkan pada suplai air bersih dan listrik yang mereka upayakan sendiri mengandalkan pemberian alam. Jika Anda gemar hiking menelusuri lereng gunung, bisa melihat sumber mata air yang dipompa untuk dialirkan ke biara dan perkampungan sekitar. Air yang dibendung di dam kecil dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik ke biara.

Biara Rawa Seneng didirikan seorang rahib dari Belanda, Pater Bavo van der Ham, pada 1953. Kini 30 rahib menghuni biara dengan menghayati hidup keheningan dalam kebersamaan, termasuk saat makan. Mereka menyantap makanan dalam hening, diselingi siraman santapan rohani dari kitab suci.

Pintu biara selalu terbuka bagi mereka yang mencari kedamaian, mencari Tuhan. Umat pun datang silih berganti, yang dijamu dengan makanan sederhana yang selalu tersedia setiap hari secara cuma-cuma. Bagi yang ingin tinggal lebih lama bisa bermalam dengan mengeluarkan Rp 50 ribu per malam, termasuk makan tiga kali.

Bagi yang ingin bermeditasi atau sekadar menjajal berbagai kegiatan untuk melepas penat, Rawaseneng menawarkan oase bagi jiwa-jiwa yang letih.(Ado)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini