Sukses

KPK Cecar Eks Mentan Amran Sulaiman Terkait Kepemilikan Tambang Nikel

KPK memeriksa eks Mentan Amran Sulaiman sebagai saksi dalam kasus dugaan suap izin tambang nikel yang menyeret eks Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman.

Liputan6.com, Jakarta - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman di Mapolda Sulawesi Tenggara, hari ini Kamis (18/11/2021).

Amran yang diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Direktur PT Tiran Indonesia ini dimintai keterangan seputar kasus dugaan suap terkait pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi serta izin usaha pertambangan operasi produksi dari Pemerintah Kabupaten Konawe Utara pada 2007-2014.

"Dalam pemeriksaan hari ini terhadap saksi Amran Sulaiman, tim penyidik mengonfirmasi antara lain terkait kepemilikan tambang nikel di Kabupaten Konawe Utara," ujar Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya, Kamis (18/11/2021).

Pemeriksaan Amran ini merupakan pemanggilan ulang. Amran mangkir alias tak memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik KPK pada Rabu, 17 November 2021 kemarin.

KPK sebelumnya telah menetapkan mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman sebagai tersangka korupsi pemberian izin pertambangan nikel. KPK menduga perbuatan Aswad merugikan keuangan negara hingga Rp 2,7 triliun.

Aswad diduga melakukan praktik rasuah itu saat menjabat Bupati Konawe Utara 2007-2009 dan Bupati Konawe Utara 2011-2016. Dia diduga memberikan izin pertambangan dengan melawan aturan hukum.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Aswad Diduga Terima Suap Rp 13 M

Aswad juga diduga menerima suap sebesar Rp 13 miliar dari sejumlah perusahaan terkait pertambangan nikel. Uang itu diterima Aswad saat menjadi pejabat bupati Konawe Utara 2007-2009.

Aswad disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31/ 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian dia juga disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.