Sukses

Geliat OJK Lepas Jerat Pinjaman Online Ilegal yang Cekik Masyarakat

Jeratan pinjaman online ilegal mencekik masyarakat. Teriakan para korban pun sampai di telinga Presiden Jokowi. Melalui instruksi presiden, semua pihak berwenang diminta membrantas aksi tersebut, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Liputan6.com, Jakarta - Menjamurnya aplikasi pinjaman online (pinjol) disorot Presiden Jokowi. Di satu sisi, Presiden mendukung keberadaan pinjaman berbasis digital yang dinilai membantu pemulihan ekonomi di Indonesia pasca dihantam pagebluk Covid-19.

Di sisi lain, masyarakat rentan terperangkap praktik pinjaman online ilegal. Dalam satu kesempatan, Presiden Jokowi mengaku mendengar masyarakat kelas bawah yang tertipu dengan pinjaman online, mulai dari bunga tinggi hingga cara-cara menagih yang kasar.

Presiden pun memerintahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turun tangan mengawasi keberadaan pinjaman online.

"Ini harus dikawal sebab agar perekonomian tumbuh sehat," kata Jokowi saat memberikan keynote speech dalam acara OJK Virtual Innovation Day, Senin (11/10/2021). 

Ucapan Jokowi soal pinjol ilegal ini bukan isapan jempol belaka. Anik Purwanti merasakan kejamnya debt collector pinjaman online. Ia dihina dan dicaci maki dengan kata-kata yang tak pantas. 

Anik bercerita masuknya dia dalam jeratan pinjalan online berawal dari iseng-iseng mendaftar di sebuah aplikasi pada Januari 2021. 

Suatu hari, Anik sedang bersantai sambil bermain gawai di ruang tamu. Ia menyaksikan film di saluran YouTube. Iklan-iklan bermunculan. Anik menyimak salah satu iklan, awalnya tak tahu iklan itu dari perusahaan pinjaman online. 

Sebab, tak menggambarkan secara spesifik produk. Berbeda dengan sekarang yang mencantumkan lambang Otoritas Jasa Keuangan dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia. 

"Dulu iklan tidak seperti iklan sekarang, tidak ada itu logo OJK," kata Anik mengawal perbincangan, Jumat (29/10/2021).

Anik meng-klik iklan dan diarahkan ke sebuah situs. Tak elok menyebut nama lengkap perusahaan, begitu kata Anik, ia sebut iklan dari perusahaan EC. Anik mengakui menginput data diri, nomor telepon, dan mengunggah KTP juga swa foto dengan KTP. Tapi, tak pernah mengajukan pinjaman.

"Jadi kayak isi data biasa aja, nama pekerjaan alamat verifikasi wajah, KTP ya sudah itu aja. Tidak pinjaman berapa, tenornya berapa," ucap dia.

Selang beberapa hari, ponselnya berdering. Salah seorang karyawan dari aplikasi EC mengirimkan pesan agar Anik tidak lupa membayar tagihan. Anik tak percaya begitu saja, ia meminta ditunjukkan bukti. Kala itu, karyawan menjawab dengan mengirimkan sebuah tautan.

"Oh iya saya ingat kemarin isi data. Saya bilang ya sudah mas, bisa dikirimin enggak lewat WhatsApp. Akhirnya dikasih lah linknya dan benar ada pinjaman atas nama saya," kata dia.

Anik dipandu untuk mengunduh aplikasi EC melalui play store. Di situ, kata lawan bicara, tertera nominal yang harus dibayar. Ia pun telah mengecek isi rekening dan benar ada uang masuk Rp 2.250.000. 

Apa boleh buat, Anik terpaksa membayar tagihan itu. Meski, ia merasa suku bunga kredit terlalu tinggi. Bayangkan, per 15 hari, ia harus membayar Rp 872.500. 

"Berarti dengan cicilan seperti bunganya hampir Rp 1,2 juta," ucap dia.

Anik dan suami hidup berkecukupan. Latar belakanganya adalah pengusaha catering, sementara suami bekerja di salah satu perusahaan jasa eskpedisi. Makanya, ia bisa melunasi tagihan sebelum jatuh tempo. Anik bayar semuanya dalam jangka waktu 3 bulan saja.

"Waktu itu tiga kali cicilan langsung saya bayar lunas. Saya memang bukannya memang niat minjam, Alhamdulilah saya punya kerjaan dan punya usaha," ujar dia.

Masalah justru muncul setelah membereskan hutang di aplikasi EC. Tiba-tiba ia menerima teror secara berentet dari nomor-nomor tak dikenal. Anik disebut memiliki tunggakan pinjaman online. Seingatnya itu sejak 14 Februari 2021.

"Mulai ada yang teror, katanya saya punya pinjaman sekian sekian sekian," ujar Anik.

Anik memilih tak menggubris. Bukan tanpa alasan, Anik merasa tidak mengajukan pinjaman. Ia bahkan meminta penelepon tak asal bicara.

"Saya bilang mohon maaf tolong berikan bukti transfer ke WhatsApp kalau emang ada pinjaman ke rekening saya ada uang masuk, saya akan bayar. Mereka tidak mau malah kata-katain gini-gini," ujar Anik.

Lama-kelamaan teror membuatnya risih. Anik merasa perlu melibatkan pihak berwajib untuk menyelesaikan persoalan itu. Suaminya mendukung penuh keputusan itu. Laporan dibuat di Polda Metro Jaya pada esok harinya, pada 15 Februari 2021.

Kata Anik, para pelakunya kini telah dijebloskan ke bui. Namun, pengalaman pahit menggunakan aplikasi pinjol masih membekas. Ia mengaku trauma untuk mengakses media sosial.

"Sejak itu tidak berani lagi main sosmed Facebook dan lain-lain karena takut keulang," tandas Anik.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Andalkan Debt Collector

Cerita lain datang dari salah satu warga Kabupaten Bekasi, Mustika Rahma. Sejumlah penagih utang atau debt collector pinjaman online atau pinjol beberapa kali mendatangi rumahnya. Kejadiannya berlangsung beberapa pekan.

Mustika kala itu sedang jalan-jalan bersama temannya. Tiba-tiba ada telepon ayahnya yang memberitahukan kedatangan debt collector untuk menagih utang.

Mustika kaget mendengar pernyataan sang ayah dan buru-buru pulang. Di depan rumah, seorang laki-laki penagih utang menunggu di depan rumahnya. Dengan nada tinggi lelaki itu meminta Mustika segera membayarkan tagihan.

Saat ditanya lebih lanjut, tagihan tersebut ditujukan kepada salah satu kerabatnya, sebut saja Kina. Sedangkan Kina tak serumah dengan Mustika. Debt collector itu tak mau tahu, sebab peminjam memasukan alamat rumah Mustika di aplikasi pinjol tersebut.

"Disangkanya kita bohong dan enggak mau bayar. Padahal emang orangnya beda rumah dan ber-KTP Jakarta," kata Mustika saat dihubungi Liputan6.com.

Sejumlah tetangga pun ikut membantu menjelaskan kepada si debt collector bila nama yang dicari memang tak tinggal di wilayah tersebut. Kartu Keluarga (KK) pun ditunjukkan sebagai bukti nama yang dicari memang tak ada. 

Setelah melalui debat panjang, debt collector pun memilih pergi tanpa ada hasil. Namun, kejadian didatangi debt collector pun tak hanya sekali. Mulai dari aplikasi yang sama ataupun yang berbeda.  Dari pinjol legal hingga yang ilegal.

Kedatangannya pun tak hanya hari kerja, tapi sering kali saat akhir pekan. Penjelasan keluarga seringkali dianggap dalih tak ingin melunasi utang yang ada. 

"Udah kita kasih alamatnya detailnya biar ke sana (rumah kerabat nya) daripada ke sini (rumah) enggak ada hasil. Soalnya bukan kita yang pinjam uang itu," ucapnya.

3 dari 3 halaman

Langkah Cepat OJK

Juru Bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sekar Putih Djarot, menyampaikan pemberantasan pinjaman online illegal ini membutuhkan sinergi lintas kementerian dan lembaga. 

Ada yang namanya nota kesepahaman atau MoU. Polri, Kemenkominfo, Kemenkop UKM dan Bank Indonesia sepakat berkolaborasi memberantas pinjol illegal sampai ke akarnya. Tindak lanjutnya, dibentuk Satgas Waspada Investasi beranggotakan 12 kementerian dan Lembaga. 

Satgas Waspada Investasi secara represif melakukan patroli siber serta mengajukan blokir situs dan aplikasi secara rutin kepada Kominfo. Terhitung sejak 2018, satgas telah menutup atau memblokir 3.516 pinjol illegal.

"Dan menyampaikan laporan informasi kepada Bareskrim Polri untuk penegakan hukum," ujar dia Minggu (31/10/2021).

Dalam hal ini, OJK sendiri juga mengawasi pinjol legal. Adapun rujukan aturannya yakni POJK77/2016 tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis Teknologi Informasi. 

"Jika ada pinjol legal yang melanggar ketentuan maka dapat diberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku yakni mulai dari surat peringatan hingga pencabutan izin usaha," kata dia.

Hingga kini, OJK terus menyempurnakan POJK 77 di mana pinjol akan disetarakan level of playing fieldnya dengan lembaga pembiayaan. Mengetatkan aturan dengan mempersyaratkan sejumlah hal di antaranya modal minimun, fit & proper pengurus, penetapan tata kelola serta manajemen risiko dan cara penagihan yang tidak melanggar hukum.

Dari aspek pendanaan juga memperhatikan penilaian risiko melalui credit scoring.

Sementara itu, dalam mencegah maraknya pinjol illegal, OJK menata ulang ekosistem pinjaman online dengan melakukan moratorium pendaftaran pinjol sejak Februari 2020. 

Selama moratorium, dilakukan perbaikan pengawasan mulai penyempurnaan ketentuan dan pengembangan infrastruktur. 

Dari sisi industri, terdapat peningkatan model bisnis dan operasional serta peningkatan kualitas pinjol legal secara menyeluruh. 

Terbukti sejak masa moratorium, jumlah pinjol yang terdaftar dan berizin berkurang dari 161 pada 2020 menjadi 106 per Oktober 2021 karena terdapat P2P yang tidak memenuhi persyaratan untuk memperoleh status berizin, kemudian dibatalkan tanda terdaftarnya.

"Pinjaman online yang terdaftar dan berizin di OJK akan terus ditingkatkan tata kelolanya, didorong untuk memberikan suku bunga yang lebih murah, pelayanan yang lebih baik dan tata cara penagihan yang beretika," ujar dia.

Pentingnya Edukasi dan Literasi 

Yang terpenting tentunya aspek edukasi. Melalui berbagai kanal komunikasi terus meningkatkan upaya edukasi untuk meningkatkan literasi keuangan dan digital agar masyarakat dapat memahami ciri-ciri pinjol ilegal sehingga lebih waspada dan bisa terhindar jeratan pinjol ilegal.

Dengan meningkatkan literasi, masyarakat dapat memahami ciri dari pinjol ilegal agar lebih waspada dan menghindari penawaran pinjol ilegal. 

Sekar menyampaikan ciri-ciri pinjol ilegal menawarkan via sms/WA, mendownload seluruh kontak, dan melakukan penagihan dengan teror, intimidasi serta bunga tidak ada batasannya. 

"Jika menerima teror dan intimidasi dari pinjol ilegal segera laporkan ke kepolisian terdekat," ucap dia.

Karena itu ia menyarankan masyarakat terlebih dahulu memastikan legalitas pinjaman online melalui website OJK/Kontak 157/WA ke 0811 157 157 157/konsumen@ojk.go.id serta juga dapat menghubungi AFPI (asosiasi fintech pendanaan Indonesia).

"Karena yang legal wajib juga terdaftar di Asosiasi tersebut. Jangan menerima tawaran pinjol dr WA ataupun SMS karena itu dipastikan tawaran dari pinjol ilegal," ucap dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.