Sukses

5 Tanggapan Berbagai Pihak soal Bayi 10 Bulan Jadi Manusia Silver di Tangsel

Ketua LPAI Seto Mulyadi mendorong aparat penegak hukum bertindak cepat dan segera menindaklanjuti adanya temuan eksploitasi anak dengan mengecat silver anak bayi berusia 10 bulan untuk mengemis.

Liputan6.com, Jakarta - Viral foto bayi 10 bulan yang dibawa mengamen menjadi manusia silver di daerah Tangerang Selatan (Tangsel) menuai beragam tanggapan dari berbagai pihak.

Salah satunya dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI). Ketua LPAI Seto Mulyadi mendorong aparat penegak hukum bertindak cepat dan segera menindaklanjuti adanya temuan eksploitasi anak yang dilakukan orang dewasa dengan mengecat silver bayi berusia 10 bulan untuk mengemis.

"Pertama tentu petugas Polres Tangsel bertindak cepat dan cepat segera koordinasi dengan dinas setempat, untuk menangani kasus ini. Jadi ada pencerahan orangtua untuk tidak sampai mengeksploitasi anak, baik itu dicat atau dibawa ngamen, itu tidak bisa dibenarkan," ujar pria yang karib disapa Kak Seto itu saat dikonfirmasi, Senin 27 September 2021.

Senada, Deputi Perlindungan Anak Kementerian PPPA Nahar juga mendorong agar peristiwa itu diusut tuntas.

Nahar curiga peristiwa tersebut bukan ketidaksengajaan karena motif keterbatasan ekonomi.

"Kami terus berkoordinasi dengan (pemkot) Tangsel terkait dengan pedalaman dari kasus tersebut, karena kita khawatir bahwa peristiwa tersebut tidak tunggal, artinya hanya orang yang punya keterbatasan di ekonominya gitu ya sehingga perlu di dalami," ujar Nahar saat dihubungi, Selasa 28 September 2021.

Berikut deretan tanggapan dari berbagai pihak soal bayi manusia silver yang viral di Tangsel dihimpun Liputan6.com:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

1. Sosiolog

Jagat dunia maya ramai soal bayi 10 bulan yang diajak mengamen dan mengemis di jalanan Pamulang, Tangerang Selatan. Bayi malang yang diketahui bernama MFA itu tubuhnya dicat menyerupai manusia silver.

Melihat peristiwa itu, Sosiolog UNAS Sigit Rochadi menegaskan penggunaan anak-anak apalagi bayi untuk mendapatkan uang termasuk eksploitasi anak menjurus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

"Penggunaan anak-anak apalagi bayi untuk mendapatkan uang baik mengemis, penari jalanan dan modus lainnya merupakan eksploitasi dan menjurus pada tindak pidana perdagangan orang (TPPO)," ujar Sigit lewat pesan singkat, Selasa 28 September 2021.

Menurutnya, orang yang mempekerjakan pengemis dengan cara mengeksploitasi anak atau bayi harus dijebloskan ke penjara.

Sigit mengatakan, jaringan para jegger, sebutan si pengeksploitasi anak tersebut harus diketahui.

"Orang tua atau jegger (orang yang mempekerjakan) harus ditindak dan dijebloskan ke penjara. Pengusutan harus dilakukan secara cermat bukan hanya mengetahui motif, tetapi juga jaringan," terang dia.

Sigit mengungkapkan, jika hanya mengemis karena motif ekonomi adalah hal yang mudah diketahui. Tetapi banyak orang yang terlibat dalam jaringan ini dan tak bisa keluar karena terjerat oleh sistem.

"Anak-anak pun sering kali bukan anak mereka, tetapi menyewa. Dengan membongkar jaringan, akan diketahui berbagai jaringan seperti penyewaan anak, sekelompok orang yang terjerat ekonomi dan dipaksa mengamen serta para jegger yang tidak bekerja secara fisik tetapi lebih menikmati hasilnya," jelas Sigit.

 

3 dari 6 halaman

2. Lembaga Perlindungan Anak Indonesia

Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) mendorong aparat penegak hukum bertindak cepat dan segera menindaklanjuti adanya temuan eksploitasi anak yang dilakukan orang dewasa dengan mengecat silver anak bayi berusia 10 bulan untuk mengemis.

"Pertama tentu petugas Polres Tangsel bertindak cepat dan cepat segera koordinasi dengan dinas setempat, untuk menangani kasus ini. Jadi ada pencerahan orangtua untuk tidak sampai mengeksploitasi anak, baik itu dicat atau dibawa ngamen, itu tidak bisa dibenarkan," kata Ketua LPAI Seto Mulyadi dikonfirmasi.

Terlebih, kata pria yang akrab dipanggil Kak Seto itu, Kota Tangsel mendapat predikat kota layak anak. Temuan kasus itu telah mencoreng Kota Tangsel sebagai kota yang layak anak.

"Mohon jangan sampai itu mencederai predikat kota layak anak. Iya, artinya merusak citra yang dibangun susah payah kok sampai itu ada pembiaran. Dalam konteks itu, mohon cepat bertindak dan kota Tangsel, kota pertama di Indonesia yang mendapat rekor Muri karena pada tingkatan RT, sudah dilengkapi satgas perlindungan anak. Jadi mohon satgas ini ditingkatkan, jangan sampai karena pandemi tidak ditingkatkan," kata dia.

Kak Seto juga menegaskan bahwa perbuatan orang tua dengan melumuri anak balita dengan cat dan membawa anak bayi mengemis adalah bentuk dari eksploitasi ekonomi.

"Artinya eksploitasi ekonomi yang jelas. Dia mendapat perlakuan seperti itu, dilumuri cat silver yang sebenarnya berbahaya bagi kesehatan anak. Baik kesehatan kulit, dan bau-bau tidak baik terhirup anak maupun dibawa berpanas-panas, menghirup asap knalpot itu jelas eksploitasi anak di bidang ekonomi. Tentu sama sekali tidak dapat dibenarkan dan mohon petugas bertindak cepat menangani kasus ini supaya tidak pernah terulang," ucapnya.

Untuk itu, dia meminta aparat pemerintah daerah dan penegak hukum bertindak dan melakukan upaya-upaya pencegahan mulai dari tingkat kecamatan, kelurahan, RW, RT.

"Betul (aparat harus bertindak) dan itu kasat mata sampai semua orang melihat. Masyarakat juga dimohon terus berani aktif melapor ada apapun juga, kekerasan ataupun eksploitasi terhadap anak, termasuk dengan menjadikan anak manusia silver," tegas Kak Seto.

 

4 dari 6 halaman

3. Dinas Sosial

Dinas Sosial (Dinsos) Kota Tangerang Selatan menemukan fakta baru terkait kasus bayi yang didandani menjadi 'manusia silver' untuk diajak mengemis. Kepala Dinsos Tangsel, Wahyunoto Lukman menuturkan, para penghuni kontrakan tempat orang tua bayi tersebut tinggal di Gang Salak, Pamulang, merupakan para pendatang.

"Kita terjun ke kontrakannya itu. Sama, semua pendatang dari luar semua. Dan kami yakin profesinya sama turun ke jalan. Tapi ketika di kontrakan, tak bisa menuding," kata Wahyu.

Wahyu menuturkan, tugas utama pihaknya adalah melakukan pembinaan dan rehabilitasi terharap para pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial (PPKS). Sedangkan untuk penindakan, sepenuhnya menjadi kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).

"Kalau dinsos sesuai tugas dan fungsi melakukan rehabilitas sosial kepada PPKS. Adapun mereka yang mengganggu keamanan dan ketertiban di ruang publik, menjadi tanggubg jawab Satpol PP," ucap Wahyu.

Selanjutnya, berdasarkan hasil operasi dan razia Satpol PP Tangsel, PPKS tersebut diserahkan ke Dinsos Tangsel, untuk dilakukan pembinaan. Setelah dilakukan asassement dan profiling terhadap kelompok masyarakat tersebut.

"Nanti Satpol PP setelah operasi menyerahkan ke Dinsos dan Dinsos akan melakukan asasement dan profiling. Untuk ibu dan bayi yang diajak mengemis silver kita baru profiling saja. Kita tanya nama, tempat tinggalnya, kita belum sampai seperti apa dia sampai turun ke jalan," terang dia.

Namun menurut Wahyu, persoalan ekonomi dinilai bukan alasan utama Nisa (21), orang tua dari bayi tersebut untuk mengemis di jalan raya. Sebab, dilihat dari tenaga dan usia, N terlihat masih muda dan memiliki tenaga yang cukup untuk bekerja.

"Dikatakan himpitan ekonomi belum tentu, badan si ibu sehat, masih bisa bekerja menjadi ART, pekerja pabrik. Pada keteranganya ibu N juga memiliki suami, tapi dikontrakannya tidak ada, suaminya di Jakarta," jelas Wahyu.

 

5 dari 6 halaman

4. DPR RI

Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto menyoroti eksploitasi bayi sepuluh bulan yang menjadi mansuai silver di daerah Tangerang Selatan. Menurutnya, harus dilakukan pembinaan terhadap pelaku agar peristiwa serupa tidak terulang.

"Ya ini harus diatasi para pihak mulai dari kemensos sampai pemda biar ada pembinaan dan pemberdayaan," katanya kepada merdeka.com, Rabu (29/9/2021).

Politisi PAN ini meminta agar tak ada lagi eksploitasi anak untuk mengemis. Tetapi, perlu ada tindakan preventif sebelum mengambil langkah hukum.

"Ini harus diakhiri, perlu ada tindakan yang preventif jangan langsung reaktif," ucapnya.

Yandri menambahkan, pemerintah mesti hadir untuk melakukan pembinaan terhadap manusia silver. Jangan asal menghukum orang yang terlihat mengeksploitasi anak di jalanan.

"Negara harus hadir untuk melakukan pembinaan bukan dengan cara langsung menghukum," pungkas Yandri.

 

6 dari 6 halaman

5. Kementerian PPPA

Ibu dan bayi 10 bulan yang kedapatan mengemis dengan menjadi manusia silver di Pamulang, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten kini diserahkan ke Rumah Singgah milik Kementerian Sosial (Kemensos).

Sejak Minggu 26 September 2021 kemarin, ibu muda berinsial NK (21) dan bayinya yang sempat viral karena menjadi manusia silver itu sudah dipindahkan ke Balai Melati milik Kemensos di Jakarta Selatan.

Deputi Perlindungan Anak Kementerian PPPA, Nahar mendorong agar peristiwa ini diusut tuntas. Nahar curiga peristiwa itu bukan ketidaksengajaan karena motif keterbatasan ekonomi.

"Kami terus berkoordinasi dengan (pemkot) Tangsel terkait dengan pedalaman dari kasus tersebut, karena kita khawatir bahwa peristiwa tersebut tidak tunggal, artinya hanya orang yang punya keterbatasan di ekonominya gitu ya sehingga perlu di dalami," ujar Nahar saat dihubungi.

Nahar mengatakan, Kementerian PPPA masih menunggu hasil investigasi untuk memperjelas apakah bayi tersebut sengaja dilumuri cat silver untuk mengemis.

"Atau ada unsur eksploitasinya maka ini harus jelas supaya nanti penanganan tindakan juga jelas," ujarnya.

Nahar menyebut, pihaknya terus berupaya melakukan pencegahan agar ekploitasi anak tidak terulang.

Dia mengatakan, undang-undang perlindungan anak sudah menegaskan bahwa tidak boleh mengeksploitasi anak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Anak harus dipenuhi hak sipil, pengasuhannya, kesehatan dan pendidikan.

"Misalnya soal pengasuhan, kenapa bisa lolos dibawa orang kan gitu, lalu apakah bayi ini misalnya selama ini dibawah pengasuhan ibunya atau dititipkan ini kan juga perlu di asesmen juga," terang Nahar.

Kementerian PPPA juga membuka layanan pengaduan kekerasan dan ekploitasi anak melalui nomor 129. Selain itu, pihaknya juga melakukan penguatan kelembagaan yang berkaitan agar kabupaten atau kota menjadi layak anak.

"Salah satu ciri layak anak ada instrumen misalnya melarang mengeksploitasi anak lalu kemudian juga ada lembaga lembaga pendamping anak dan ada mekanisme perlindungan khusus anak di daerah, sehingga tiga upaya itu, pencegahan, layanan dan penguatan kelembagaanmya bisa dilakukan," tegas Nahar.

 

(Deni Koesnaedi)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.