Sukses

6 Pernyataan BPOM Terkait Vaksin Nusantara yang Tuai Polemik

Vaksin Nusantara yang digagas mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto disorot Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito.

Liputan6.com, Jakarta - Vaksin Nusantara yang digagas mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menuai polemik pro dan kontra.

Hal tersebut lantaran Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito sempat menyoroti kaidah medis dalam pelaksanan penelitian dalam rapat kerja bersama komisi IX DPR yang dilihat Kamis, 11 Maret 2021 lalu.

"Pemenuhan good clinical practice juga tidak dilaksanakan dalam penelitian ini," kata Penny.

Penny mengatakan, izin pelaksanaan uji klinik fase 1 dikeluarkan oleh RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Namun, pelaksanaan penelitian malah dilakukan di RSUP dr Kariadi Semarang.

Meski begitu, BPOM tidak menghentikan Vaksin Nusantara. BPOM justru meminta Tim Peneliti Vaksin Nusantara memperbaiki data validitas, terutama data uji praklinik, uji klinik fase 1 hingga keamanan vaksin.

"Dalam tahap sekarang, ada berbagai aspek produksi Vaksin Nusantara yang belum memenuhi proof of concept, uji klinik, keamanan, dan efektivitas vaksin, kemudian potensi antibodi belum meyakinkan," ujar Penny, Selasa, 13 April 2021.

Penny kemudian menegaskan, harus ada perbaikan dulu bila ingin Vaksin Nusantara berlanjut uji klinik fase 2.

Penegasan tersebut merespons kabar yang mencuat, bahwa uji klinik fase 2 Vaksin Nusantara tetap dilanjutkan, tanpa persetujuan izin BPOM.

Berikut deretan pernyataan BPOM terkait Vaksin Nusantara yang digagas mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dihimpun Liputan6.com:

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 8 halaman

BPOM Sebut Belum Sesuai Kaidah Medis

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito mengungkapkan, uji vaksin nusantara yang digagas mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto bermasalah. Penny menyoroti kaidah medis dalam pelaksanan penelitian.

"Pemenuhan good clinical practice juga tidak dilaksanakan dalam penelitian ini," kata Penny dalam rapat kerja bersama komisi IX DPR yang dilihat Kamis, 11 Maret 2021.

Penny mengatakan, izin pelaksanaan uji klinik fase 1 dikeluarkan oleh RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Namun, pelaksanaan penelitian malah dilakukan di RSUP dr Kariadi Semarang.

"Komite etik dikeluarkan di RSPAD, tapi pelaksanaan penelitian ada di Rumah Sakit Kariadi," ucap dia.

Penny menambahkan, pihaknya belum memberikan sinyal untuk Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis II vaksin nusantara. Sebab, secara keseluruhan segalanya masih berproses.

"Mengapa PPUK yang kedua belum, karena kita belum selesai dalam membahas bersama tim peneliti dari fase pertama. Itulah yang kami minta dan sudah sangat lama sekali kami minta. Tapi tidak merespons dengan cepat, malahan banyak sekali gerakan," ungkap Penny.

Penny menegaskan, pengembangan Vaksin Nusantara harus melalui penelitian yang akurat. Khasiat vaksin juga harus dijelaskan dalam penelitian tersebut.

"Di dalam penelitian juga ada profil khasiat vaksin yang harus dijawab karena bukan hanya aspek keamanan saja, tapi di dalam tujuan sekunder adalah penelitian ini harus menunjukkan profil khasiat vaksin," kata Penny.

"Karena apabila tidak menunjukkan potensi khasiat vaksin maka untuk melanjutkan ke fase berikutnya tidak etchical karena merugikan subjek penelitian," papar dia.

 

3 dari 8 halaman

BPOM Pastikan Tak Pilih Kasih

BPOM mendukung penuh riset apa pun terkait vaksin yang siap masuk uji klinis, termasuk Vaksin Nusantara. BPOM menyatakan, pihaknya tidak bersikap pilih kasih.

"BPOM tidak akan pernah pilih kasih. BPOM akan mendukung apa pun bentuk riset apabila sudah siap masuk uji klinik, itu akan didampingi tapi tentu dengan penegakan berbagai standdar-standar yang sudah ada," kata Kepala BPOM Penny K Lukito dalam Lokakarya Pengawalan Vaksin Merah Putih di Jakarta, Selasa, 13 April 2021.

Vaksin Nusantara, sebut BPOM, belum bisa dilanjutkan ke tahap uji klinis berikutnya karena beberapa syarat belum terpenuhi.

Syarat tersebut diantaranya Cara Uji Klinik yang Baik (Good Clinical Practical), Proof of Concept, Good Laboratory Practice dan Cara Pembuaan Obat yang Baik (Good Manufacturing Practice).

Penny menuturkan, pihaknya mendukung berbagai pengembangan vaksin asalkan memenuhi kaidah ilmiah guna menjamin vaksin aman, berkhasiat, dan bermutu.

BPOM juga mengatakan telah melakukan pendampingan yang sangat intensif sejak sebelum uji klinik, mengeluarkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK), dan komitmen-komitmen yang harus dipenuhi. BPOM juga sudah melakukan inspeksi terkait Vaksin Nusantara.

Penny menjelaskan, jika ada pelaksanaan uji klinik yang tidak memenuhi standar atau tahapan-tahapan ilmiah yang dipersyaratkan, maka akan mengalami masalah dan tidak bisa lanjut ke proses berikutnya. Tahapan-tahapan tersebut tidak bisa diabaikan.

 

4 dari 8 halaman

BPOM Tidak Hentikan Vaksin Nusantara

BPOM RI rupanya tidak menghentikan Vaksin Nusantara. BPOM justru meminta Tim Peneliti Vaksin Nusantara memperbaiki data validitas, terutama data uji praklinik, uji klinik fase 1 hingga keamanan vaksin.

Kabar terbaru perkembangan Vaksin Nusantara, Kepala BPOM RI Penny K. Lukito menyampaikan, Tim Peneliti belum menyerahkan data lengkap terkait keamanan dan efektivitas vaksin yang dibuat dari sel dendritik. Potensi antibodi yang dihasilkan juga belum meyakinkan.

"Dalam tahap sekarang, ada berbagai aspek produksi Vaksin Nusantara yang belum memenuhi proof of concept, uji klinik, keamanan, dan efektivitas vaksin, kemudian potensi antibodi belum meyakinkan," ujar Penny di sela-sela Workshop Pengawalan Vaksin Merah Putih oleh BPOM di Jakarta, Selasa, 13 April 2021.

"Kami tidak menghentikan, silakan diperbaiki proof of concept data yang dibutuhkan untuk validitas tahap praklinik dan uji klinik fase 1. Setelah itu, baru diputuskan ke fase selanjutnya," Penny menekankan.

Penny menuturkan bahwa pihaknya telah melakukan pendampingan sejak sebelum uji klinik Vaksin Nusantara, mengeluarkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK), dan komitmen-komitmen yang harus dipenuhi.

"BPOM tidak akan pernah pilih kasih. BPOM akan mendukung riset masuk ke uji klinik dan didampingi. Pendampingan dari praklinik sudah dilakukan dulu, kemudian uji klinik yang harus memenuhi Good Clinical Practical/GMP, Proof of Concept, Good Laboratory Practice/GLP, dan Cara Pembuatan Obat yang Baik (Good Manufacturing Practice/GMP)," terang dia.

Penny menambahkan, BPOM sudah melakukan inspeksi terhadap Vaksin Nusantara. Pihaknya mendukung berbagai pengembangan vaksin asalkan memenuhi kaidah ilmiah guna menjamin vaksin aman, berkhasiat, dan bermutu.

Walau begitu, Tim Peneliti Vaksin Nusantara masih belum memenuhi kelengkapan data yang diminta BPOM. BPOM kembali menekankan, agar Tim Peneliti berkomitmen, yang sayangnya belum bisa dipenuhi.

"Ini kan dari hasil sel dendritik, kemudian dinamakan Vaksin Nusantara. Saya kira pendampingan sudah dilakukan intensif. Kami juga inspeksi. Jika ada pelaksanaan uji klinik yang tidak memenuhi tahapan, ya akan mengalami masalah (kendala) sendiri," Penny menegaskan.

"Tahapan ini diabaikan dan banyak terjadi dalam pelaksanaan uji klinik fase 1. Itu sudah disampaikan ke Tim Peneliti untuk berkomitmen. Sudah diberikan waktu juga, tapi diabaikan," sambung dia.

 

5 dari 8 halaman

BPOM Ungkap Hasil Uji Klinik Fase 1 Vaksin Nusantara

Data uji klinik fase 1 Vaksin Nusantara ternyata ada komponen tambahan yang tak diketahui isinya. Temuan tersebut dibahas dalam kegiatan Dengar Pendapat (Hearing) antara tim peneliti dengan BPOM serta tim KOMNAS Penilai Obat pada 16 Maret 2021.

Penelitian Vaksin Nusantara dilakukan tim peneliti dari Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan, RSPAD Gatot Subroto, RSUP Dr. Kariadi, dan Universitas Diponegoro. Penelitian disponsori oleh PT. Rama Emerald/PT. AIVITA Indonesia bekerja sama dengan Balitbangkes Kemenkes.

"Proses pembuatan vaksin dari sel dendritik dilakukan oleh peneliti dari AIVITA Biomedica Inc, USA, meskipun dilakukan training kepada staf di RS Kariadi, tetapi pada pelaksanaannya dilakukan oleh AIVITA Biomedica Inc, USA," jelas Kepala BPOM Penny K. Lukito melalui keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com, Rabu, 14 April 2021.

"Ada beberapa komponen tambahan dalam sediaan vaksin yang tidak diketahui isinya dan tim dari RS Kariadi tidak memahami," sambung dia.

Saat hearing, Evaluator BPOM dan Tim KOMNAS menyampaikan, beberapa pertanyaan kepada peneliti antara lain, konsep dasar tentang mekanisme kerja vaksin sel dendritik mengingat reseptor (titik tangkap) yang berbeda antara pengobatan terhadap sel kanker dan pencegahan penyakit infeksi virus.

"Semua pertanyaan dijawab oleh peneliti dari AIVITA Biomedica Inc, USA, yang mana dalam protokol tidak tercantum nama peneliti tersebut. Peneliti utama, Dr. Djoko (RSPAD Gatot Subroto) dan dr. Karyana (Balitbangkes) tidak dapat menjawab proses-proses yang berjalan, karena tidak mengikuti jalannya penelitian," lanjut Penny.

Selain temuan komponen tambahan yang tak diketahui isinya, hasil inspeksi BPOM pada 12–13 Maret 2021 ke center uji klinik RSUP Dr. Kariadi dan laboratorium pemeriksaan imunogenisitas Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan juga menemukan produk vaksin yang dibuat tak steril.

"Dari sisi aspek pemenuhan Good Manufacturing Practice (GMP), produk Vaksin Nusantara dari sel dendritik tidak dibuat dalam kondisi yang steril. Dikatakan pembuatan vaksin secara close system, tetapi kenyataannya setelah diminta menjelaskan proses pembuatannya, semua dilakukan secara manual dan open system," Penny menegaskan.

Jika proses pengolahan dilakukan close system, maka mulai darah dikeluarkan dari tubuh manusia sampai dimasukkan kembali, tidak pernah ada proses pembukaan tabung darah dan pengambilan darah keluar dari tabung.

Hasil produk pengolahan sel dendritik yang menjadi vaksin, tidak dilakukan pengujian sterilitas dengan benar, sebelum diberikan kepada manusia. Hal ini berpotensi memasukkan produk yang tidak steril dan menyebabkan risiko infeksi bakteri pada penerima vaksin.

"Terhadap pemenuhan GMP, telah dilakukan inspeksi sebelumnya oleh BPOM, sebelum pelaksanaan uji klinik (Desember 2020), tetapi tidak pernah ditindaklanjuti dengan perbaikan dan penyerahan Corrective And Preventive Action (CAPA)," imbuh Penny.

Produk akhir dari vaksin dendritik tidak dilakukan pengujian kualitas sel dendritik. Penelilti hanya menghitung jumlah selnya saja, tapi hal itu juga tidak konsisten.

Karena ada 9 dari 28 sel yang tidak diukur. Dari 9 yang diukur, ada 3 sel yang di luar standard, namun tetap dimasukkan.

 

6 dari 8 halaman

BPOM Ungkap Relawan Uji Klinik Alami Kejadian Tak Diinginkan

Data studi uji klinik fase 1 Vaksin Nusantara yang dihimpun BPOM RI sebanyak 20 dari 28 relawan (71,4 persen) mengalami Kejadian yang Tidak Diinginkan (KTD). KTD tersebut dalam grade 1 dan 2.

Kepala BPOM Penny K. Lukito membeberkan, relawan mengalami Kejadian yang Tidak Diinginkan pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant (zat agar vaksin efektif) bekerja--500 mcg.

"Ini lebih banyak dibandingkan pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant 250 mcg dan tanpa adjuvant. KTD yang terjadi berupa nyeri lokal, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, penebalan, dan kemerahan," papar Penny sebagaimana keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com, Rabu, 14 April 2021.

"Kemudian gatal, ptechiae (kondisi kulit yang ditandai dengan timbulnya ruam di kulit, lemas, mual, demam, batuk, dan pilek."

Ada juga Kejadian yang Tidak Diinginkan grade 3 yang dialami 6 relawan. Rinciannya, sebagai berikut:

1 subjek mengalami hipernatremia (konsentrasi natrium yang tinggi dalam darah)2 subjek mengalami peningkatan Blood Urea Nitrogen/BUN (kadar urea nitrogen dalam darah)3 subjek mengalami peningkatan kolesterolKejadian yang Tidak Diinginkan grade 3 merupakan salah satu kriteria penghentian pelaksanaan uji klinik sesuai tercantum pada protokol uji klinik.

"Namun, berdasarkan informasi Tim Peneliti saat inspeksi yang dilakukan Badan POM, tidak dilakukan penghentian pelaksanaan uji klinik dan analisis yang dilakukan Tim Peneliti Vaksin Nusantara terkait kejadian tersebut," imbuh Penny.

Hasil uji klinik fase 1 Vaksin Nusantara juga menunjukkan, 3 dari 28 relawan (10,71 persen) mengalami peningkatan titer antibodi lebih dari 4 kali setelah 4 minggu penyuntikan. Akan tetapi, 8 dari 28 relawan (28,57 persen) mengalami penurunan titer antibodi setelah 4 minggu penyuntikan dibandingkan sebelum penyuntikan.

Ada 3 relawan yang mengalami peningkatan titer antibodi lebih dari 4 kali, yaitu 2 relawan pada kelompok vaksin dengan kadar antigen 0,33 mcg dan adjuvant 500 mcg serta satu relawan pada kelompok vaksin dengan kadar antigen 1,0 mcg dan adjuvant 500 mcg.

"Hal tersebut memperlihatkan, peningkatan kadar titer antibodi dipengaruhi oleh peningkatan konsentrasi adjuvant, bukan karena peningkatan kadar antigen," terang Penny K. Lukito.

Padahal, fungsi antigen yang terkandung pada vaksin merangsang pembentukan antibodi di dalam tubuh.

Data studi uji klinik fase 1 Vaksin Nusantara ini dibahas dalam kegiatan Dengar Pendapat (Hearing) antara tim peneliti dengan BPOM dan tim KOMNAS Penilai Obat pada 16 Maret 2021. Melihat data di atas, Vaksin Nusantara yang berbasis sel dendritik masih lemah perihal mutu dan keamanan.

"Di dalam menjelaskan proses pembuatan vaksin dendritik, terlihat kelemahan-kelemahan dalam penjaminan mutu dan keamanan pada pembuatan produk uji. Menurut pengakuan tim peneliti, akan diupayakan untuk perbaikan," kata Penny.

 

7 dari 8 halaman

BPOM Minta Perbaikan bila Ingin Lanjut Uji Klinik Fase 2

Penny menegaskan, harus ada perbaikan dulu bila ingin Vaksin Nusantara berlanjut uji klinik fase 2. Penegasan ini merespons kabar yang mencuat, bahwa uji klinik fase 2 Vaksin Nusantara tetap dilanjutkan, tanpa persetujuan izin BPOM.

Faktanya, BPOM belum mengeluarkan izin Vaksin Nusantara untuk uji klinik fase 2. Hasil inspeksi dan dengar pendapat (hearing) yang dilakukan BPOM bersama Tim Peneliti Vaksin Nusantara, tim diminta memperbaiki data uji praklinik dan uji klinik fase 1. Data yang disampaikan masih belum valid terkait keamanan mutu vaksin.

"Kalau para peneliti Vaksin Nusantara tetap lanjut untuk uji fase 2? Jawaban kami adalah mengacu bagaimana hasil dari penilaian Badan POM terkait uji klinik fase pertama," tegas Penny saat konferensi pers Vaksin Merah Putih di Bandung, Jawa Barat pada Jumat, 16 April 2021.

"Hasil uji klinik fase 1 vaksin Nusantara ini perlu ada koreksi, sehingga belum bisa dilanjutkan ke fase kedua. Itu sudah clear kami sampaikan. Koreksi yang diberikan karena ada temuan-temuan yang harus ada perbaikan dulu kalau ingin maju ke fase kedua tersebut," sambung dia.

Dalam hal ini, BPOM sudah selesai menilai hasil uji klinik fase 1 Vaksin Nusantara dan Tim Peneliti diminta berikan perbaikan sesuai standar yang berlaku. Pengembangan vaksin adalah suatu produk yang membutuhkan standar keamanan yang harus dipenuhi.

"Ada aspek Good Clinical Practical/GCP, Good Laboratory Practice/GLP, dan Cara Pembuatan Obat yang Baik (Good Manufacturing Practice/GMP) dalam pelaksanaan uji kliniknya. Itu juga harus mengikuti tahapan-tahapan yang ada," terang Penny.

"Jika dilewati, diabaikan ya jatuhnya akan kembali lagi juga ke tahapan belakang. Itu jadi tidak bisa melangkah ke depan (lanjut uji fase berikutnya)," jelas Penny.

8 dari 8 halaman

Benarkah Sudah Divaksin Masih Bisa Kena Covid-19?

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.