Sukses

HEADLINE: Amarah Jokowi Akibat Kasus Covid-19 Melonjak, Solusinya?

Dalam waktu seminggu, kasus positif Covid-19 berada di posisi 13,41 persen. Jumlah ini naik dari minggu lalu yang berada pada posisi 12,78 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) marah saat mengetahui penanganan Covid-19 di Indonesia memburuk. Apalagi kasus positif Covid-19 terus melonjak sejak akhir November 2020.

Berdasarkan data Satgas Covid-19, lonjakan paling tinggi terjadi pada 3 Desember 2020, kasus positif mencapai rekor 8.369 orang sejak pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia. Saat itu ada 3 daerah yang menyumbang kasus positif di atas 1.000 orang. Ketiga daerah itu adalah Papua, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.

Dalam waktu seminggu, kasus positif Covid-19 berada di posisi 13,41 persen. Jumlah ini naik dari minggu lalu yang berada pada posisi 12,78 persen. Sementara persentase kesembuhan Indonesia pada pekan ini juga turun menjadi 83,44 persen daripada pekan sebelumnya yang mencapai 84,03 persen.

Adalah Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang diberi tanggung jawab oleh Jokowi untuk menangani Covid-19 sejak 14 September 2020 lalu.

Luhut membawahi 9 provinsi yakni, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Papua, dan Bali.

Melalui juru bicaranya, Luhut menegaskan ada 2 faktor penyebab melonjaknya kasus Covid-19, terutama di Jawa Tengah, Jawa Barat dan DKI Jakarta.

Yaitu dampak libur panjang pada Oktober 2020 lalu yang sebagian besar masyarakat mudik. Kemudian, lonjakan kasus Covid-19 juga terjadi akibat kerumunan massa pendukung Rizieq Shihab yang terjadi beberapa kali.

"Ya memang ada penyebabnya, libur panjang dan kumpul-kumpul yang kemarin pulang dari Arab," kata Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat (4/12/2020).

Luhut pun meminta kepala daerah meningkatkan kapasitas pelayanan di rumah sakit untuk mengatasi lonjakan pasien bergejala.

Selain itu, Luhut juga meminta kepala daerah memastikan sistem karantina terpusat untuk orang tanpa gejala. Serta meningkatkan pengawasan penegakan protokol kesehatan di tengah masyarakat.

"Tentu meningkatkan kapasitas pelayanan RS dan penerapan isolasi terpusat," kata Jodi.

Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Letjen Doni Monardo menegaskan pada dasarnya Presiden Jokowi terus mencermati perkembangan kasus Covid-19 hari demi hari. Sehingga ketika ada peningkatan kasus, langkah penanganan bisa segera disiapkan.

"Beliau pasti memberikan atensi dan meminta kepada para menteri untuk ikut memberikan dukungan kepada daerah-daerah yang mengalami peningkatan kasus. Ini bentuk perhatian presiden kepada kesehatan dan keamanan seluruh masyarakat. Bahwa pemerintah pusat selalu hadir bersama masyarakat di berbagai daerah," kata Doni kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat (4/12/2020).

Untuk itu, kata Doni, Satgas Covid-19 berkomitmen akan terus bekerja keras mengendalikan kasus Covid-19 di Indonesia. Doni mengatakan, meski terjadi peningkatan namun Covid-19 di Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan kasus yang terjadi di dunia.

Angka kesembuhan global saat ini berada pada posisi 69,04 persen, sedangkan Indonesia 83,44 persen.

"Kami bekerja keras. Pengarahan Bapak Presiden untuk mengajak kita semua agar tidak boleh kendor dan harus tetap meningkatkan kewaspadaan," ujar dia.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Siapkan Skenario Jika Kasus Covid-19 Melonjak

Sementara, Koordinator Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, kasus Covid-9 yang mencapai 8 ribu lebih pada 3 Desember 2020 lalu karena tingkat penularan yang tinggi dan ada sinkronisasi data antara pusat dan daerah.

"Jadi, ada beberapa daerah yang kesulitan memasukkan data Covid-19, sehingga data yang keluar adalah data akumulasi. Salah satu contohnya adalah Papua, yang sudah sejak tanggal 19 November 2020 sampai dengan kemarin baru memasukkan datanya. Maka, terlihat lonjakan kasus," kata Wiku.

Selain itu, kata dia, angka kasus Covid-19 naik juga dipengaruhi jumlah pemeriksaan.

"Jumlah kasus meningkat, pasti kaitannya juga dengan jumlah testing. Tapi testing banyak, kalau penularannya sedikit, yang positif juga pasti sedikit," jelas Wiku.

Oleh karena itu, protokol kesehatan menjadi kunci yang harus dilakukan.

"Jadi, kalau kita tidak melakukan pencegahan penularan melalui 3M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan pakai sabun) berapa pun mau dites, ya akan positif Corona," ujar Wiku.

Wiku menambahkan, Kementerian Kesehatan sudah menyiapkan skenario jika terjadi lonjakan kasus Covid-19.

"Tentunya, sudah disiapkan untuk memastikan bahwa pelayanan kesehatan masyarakat bisa terjamin apapun situasinya," tambahnya.

Pertama, jika terjadi kenaikan kasus Covid-19 sebesar 20 sampai 50 persen, maka pelayanan masih beroperasi tanpa perubahan apapun. Ini karena rumah sakit masih dapat menampung.

Kedua, jika terjadi kenaikan kasus Covid-19 sebesar 50 sampai 100 persen, maka fasilitas kesehatan akan menambah kapasitas ruang perawatan umum menjadi ruang perawatan Covid-19 di dalam gedung, lantai atau blok yang ada.

"Sehingga bisa menambah kapasitas ruang rawat inap untuk pasien Covid-19," terang Wiku.

Ketiga, jika terjadi kenaikan kasus Covid-19 lebih dari 100 persen, maka fasilitas kesehatan akan mendirikan pelayanan tenda darurat di area perawatan pasien Covid-19 di rumah sakit.

"Atau mendirikan rumah sakit lapangan atau darurat Covid-19 bekerjasama dengan BNPB dan TNI di luar area rumah sakit," kata Wiku.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jangan Khawatir

Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane berpendapat bahwa kasus Covid-19 di Indonesia termasuk kecil di banding dengan negara lain. Hal ini karena Indonesia adalah negara kepulauan sehingga sehingga kecepatan penularan Covid-19 bisa ditahan. 

Namun, di Pulau Jawa yang tak ada pembatasan area dan mobilitas penduduk yang tinggi dapat menyebarkan penyakit dengan cepat. 

"Seperti ping pong aja, Jawa Tengah naik, trus balik lagi. Setiap Sabtu-Minggu orang pada pulang ke Jawa Tengah yang biasa kerja di Jakarta trus pas balik lagi terjadi kasus positif," kata Masdalina kepada Liputan6.com.

Di mata para epidemiolog, kata Masdalina, jumlah kasus positif Covid-19 yang terus meningkat justru bertanda tracing dilakukan dengan baik. Di mana memang harus menemukan kasus sebanyak-banyaknya sehingga segera dilakukan isolasi dan karantina. 

"Jadi jangan sampai terjadi fenomena gunung es ya. Seperti selama 8 bulan kemarin seperti fenomena gunung es, artinya kasus yang ketemu hanya sedikit tapi yang di bawah itu banyak juga cuman nggak ketemu aja," ujar dia.

Menurut Masdalina, ada 4 faktor yang menyebabkan kasus Covid-19 meningkat tajam. Yaitu, masifnya pencarian dan kontak tracing. Kemudian, ada pengakuan dari Satgas Covid-19 soal keterlambatan pencatatan yang seharusnya tidak boleh terjadi.

Kemudian, testing yang masif dilakukan dan kemungkinan adanya transmisi yang tidak terkendali. Misalnya, kata dia, saat banyaknya masyarakat yang mudik saat libur panjang pada Oktober 2020. Kemudian kampanye pilkada dan kerumunan massa Rizieq Shihab yang terjadi di Jakarta dan Jawa Barat.

Masdalina kembali menegaskan bahwa pemerintah dan masyarakat tak perlu khawatir dengan kenaikan kasus Covid-19 ini. Yang paling penting, kata dia, isolasi dan karantina dilakukan dengan baik. 

"Susahnya kan di karantina itu mereka nggak patuh karena apa? mereka mau cari makan, padahal di UU Karantina Nomor 6 tahun 2018 harusnya yang di karantina itu yang di kasih kebutuhannya harus dipenuhi oleh pemerintah," ujar dia.

Selain itu, masyarakat juga harus tetap patuh pada protokol kesehatan meskipun sudah bosan. 

"Jangan cuma meminta masyarakat tetapi kemudian tidak ada solusi untuk mereka. Contohnya masker, kita suruh 3 M tapi maskernya mahal. Oleh karena itu saya menyarankan agar pemerintah itu memberikan akses yang luas untuk masker, yang selain standar dan juga harganya murah," ujar dia.

Sementara, Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Laura Navika Yamani mengatakan, dengan meningkatnya kasus Covid-19, tak heran jika angka kesembuhan juga menurun. Laura mencontohkan, dengan peningkatan kasus ini maka pasien yang dirawat di rumah sakit juga akan meningkat sekitar 20 persen. 

Maka, ruang IGD pun akan melebihi kapasitas. Sehingga pasien yang terinfeksi Covid-19 akan lambat untuk ditangani.

"Ini akan bisa menyumbang tingkat kematian yang justru meningkat. Mungkin ada juga dari faktor tenaga kesehatan yang terbatas sehingga para tenaga kesehatan harus bekerja ekstra keras. Ini mungkin bisa memicu kelelahan dari nakes sehingga kurang prima dalam memberikan pelayanan atau penanganan terhadap Covid-19," kata Laura kepada Liputan6.com.

Untuk menekan angka Covid-19 ini, kata Laura, pemerintah harus memaksimalkan testing, tracing, dan treatment (3T). Serta fasilitas kesehatan juga harus disiapkan karena kasus sudah sangat banyak.

 

3 dari 3 halaman

Kinerja Harus Dievaluasi

Tingginya lonjakan kasus Covid-19 juga menjadi sorotan DPR. Anggota Komisi IX DPR yang membidangi kesehatan Netty Prasetiyani mengaku sudah berkali-kali menyampaikan kritik terkait penunjukan Luhut yang tidak pernah menyentuh bidang kesehatan. Dia menilai, seharusnya Menkes sebagai leading sector dalam penangan pandemi.

"Oleh sebab itu, bukan hal aneh kalau sekarang angka kasus Covid-19 di Jateng dan DKI meningkat, karena sejak awal yang jadi ujung tombaknya bukan Kementerian yang bersentuhan langsung dengan bidang kesehatan," kata Netty.

Netty juga tidak yakin dengan kinerja Luhut yang pernah mengemban berbagai jabatan di masa pandemi, mulai dari menjadi Plt Menteri Perhubungan saat Budi Karya terpapar Covid-19, penanggungjawab penanganan Covid-19, hingga plt Menteri KKP meski kini digantikan sementara.

"Hal ini dapat mengundang pertanyaan publik, kenapa begitu, seolah pembantu Presiden tidak ada yang lain," ungkap Netty.

Netty pun merasa kinerja penanganan Covid-19 di 9 provinsi harus segera dievaluasi. Apalagi beberapa minggu kemarin Jawa Tengah dan DKI Jakarta menjadi penyumbang penambahan kasus di Indonesia.

"Kinerja penanganan Covid-19 di 9 Provinsi ini harus dievaluasi. Mana janji akan segera menyelesaikan persoalan Covid-19 di 9 provinsi tersebut? Presiden seharusnya mengevaluasi penunjukkan tersebut, jangan malah menyalahkan kepala daerah," papar Netty.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.