Sukses

Azyumardi Azra Sebut China Tak Mungkin Bangkitkan PKI

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atau UIN Jakarta, Azyumardi Azra menyatakan bahwa isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) tak masuk akal dikaitkan dengan China.

Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atau UIN Jakarta, Azyumardi Azra menyatakan bahwa isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) tak masuk akal dikaitkan dengan China. Pasalnya menurut Azyumardi Azra kendati dalam tataran ideologi China mengemban komunisme, namun negara Tirai Bambu itu dinilai tak bernafsu menyebarkan ideologinya.

"Kebangkitan PKI dikaitkan dengan RRC atau China juga tidak mungkin. China itu, sebagai negara super power, saya kira berbeda dengan Amerika sebelum masa Obama. Amerika sebelum Obama, pada tingkat tertentu punya kepentingan ideologis mengekspor demokrasi ke negara lain dengan cara apapun," ujar dia dalam rilis survei SMRC “Penilaian Publik Terhadap Isu Kebangkitan PKI", Rabu (30/9/2020).

Dirinya tidak melihat China mempunyai kepentingan ideologis seperti Amerika sebelum Obama untuk menyebarkan ideologinya.

"Yang ingin dicapai China, yang ekspansinya paling luar biasa, baik di Asia, termasuk di Indonesia, di Afrika, bahkan sampai ke Eropa, adalah hegemoni ekonomi dan politik. Bukan ideologi," tegasnya.

Meskipun semakin hegemonik di tingkat internasional, menurut Azyumardi dirinya tak melihat China menggunakan kekuatannya itu sebagai cara atau kesempatan untuk menyebarkan komunisme. Di China dan di Rusia, komunisme sebagai sebuah realitas kehidupan itu sudah tidak ada lagi.

"Saya beberapa kali ke Rusia. Partainya banyak, multy party system. Dalam pemilu, partai komunis masih ada tapi dalam beberapa kali pemilu hanya mendapatkan suara beberapa persen, sekitar 12-13 persen. Partainya Putin sendiri bukan partai komunis. Komunis di sana tidak pernah berjaya," beber Guru Besar UIN Jakarta itu.

Azyumardi mengakui di China memang menerapakn sistem satu partai cuma satu dan itu memang partai komunis. Tapi, kehidupan, sistem ekonomi, dan sosial berbeda dengan di era Uni Soviet.

"Ahli menyebutnya apa yang berlaku di China saat ini adalah state capitalism atau state control capitalism. Sama rasa sama rata yang jadi jargon komunisme tidak ada di China," jelas dia.

Ia menyontohkan negara-negara bekas komunis yang mana di negara tersebut sangat kentara sisa peninggalan komunisme, mulai dari bangunannya dan hal lain yang dapat diindra.

"Di wilayah-wilayah Eropa timur, masih ada mobil yang butut-butut. Atau di Berlin, Jerman Timur. Flat-flatnya atau gedung-gedungnya itu mencerminkan kehidupan sosialisme yang sederhana," katanya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tak Punya Tujuan Sebar Ideologi Komunis

Namun menurut Azyumardi, hal serupa tak ditemui di kota-kota China. Di sana tak ada bangunan-bangunan yang mewakilkan bercokolnya nilai komunisme dalam negara itu.

"Kalau kita ke kota-kota di Cina sekarang, tidak ada bangunan-bangunan yang bisa kita sebut sebagai representasi dari bangunan sosialisme komunisme seperti yang bisa kita saksikan di Warsawa. Di Cina juga tidak ada mobil yang butut-butut," papar dia.

Karena itu, kata dia membesar-besarkan bahwa China akan mengeskspor komunisme adalah sebuah hal yang keliru.

"Saya melihat China lebih sebagai economic animal. Ingin menguasai sana-sini, menguasai investasi sana-sini. Tapi, tidak punya tujuan ideologis menyebarkan komunisme," pungkasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.