Sukses

Kasus Jiwasraya, Kuasa Hukum Sebut Dakwaan soal Beli Saham SMRU Tidak Tepat

Dua eks direksi Asuransi Jiwasraya, yakni Hendrisman Rahim dan Harry Prasetyo sudah tidak menjabat lagi sejak Januari 2018 saat saham PT SMR Utama Tbk (SMRU) dibeli pada Maret 2018.

Liputan6.com, Jakarta - Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya (Persero) terkait pembelian saham PT SMR Utama Tbk (SMRU) pada Maret 2018 dinilai tidak tepat.

Hal tersebut disampaikan Kuasa Hukum Joko Hartono Tirto Kresna Hutauruk pada sidang perkara Pidana No: 33/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst, Jumat malam, 4 September 2020.

Menurut Kresna, dua eks direksi Asuransi Jiwasraya (PT AJS), yakni Hendrisman Rahim dan Harry Prasetyo sudah tidak menjabat lagi sejak Januari 2018.

Sementara, kata dia, dalam dakwaan JPU, disebutkan pembelian saham SMRU oleh AJS dilakukan pada Maret 2018.

"Saya sudah sampaikan dalam sidang. Di dakwaan, Jiwasraya melakukan pembelian saham SMRU secara direct baru sejak Maret 2018. Padahal direksi Jiwasraya, Pak Henrisman Rahim dan Pak Harry Prasetyo itu menjabat sampai Januari 2018," ujar Kresna melalui keterangan tertulis, Minggu (6/9/2020).

Menurut Kresna, pembelian saham SMRU itu sudah masuk periode kepemimpinan direksi PT Asuransi Jiwasraya yang baru.

Pasalnya, kata dia, dalam dakwaan JPU, PT Asuransi Jiwasraya baru melakukan pembelian secara langsung untuk saham SMRU pada Maret 2018.

"Kan sangat aneh perbuatan yang dilakukan oleh direksi baru dituduhkan ke terdakwa yang sudah tidak menjabat," jelas Kresna.

Dalam surat dakwaan atas para terdakwa perkara PT Asuransi Jiwasraya dicatat bahwa pada  28 dan 29 Maret 2018, PT AJS melakukan pembelian saham SMRU sejumlah 25.539.500 lembar saham dengan nilai Rp 13,57 miliar.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Eks Dirkeu Harry Prasetyo Heran

Harry Prasetyo mengaku heran PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengalami gagal bayar pada 2018. Pasalnya, menurut Harry, kondisi keuangan perusahaan asuransi jiwa tersebut sampai akhir 2017 masih sangat baik.

Hal itu ditegaskan Harry dalam lanjutan persidangan perkara dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya yang digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis, 3September 2020. Harry merupakan mantan Direktur Keuangan (Dirkeu) PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

"Tidak boleh ada terjadi gagal bayar itu kalau tadi tanggung jawab semua ada di JS. JS harus bertanggung jawab kenapa gagal bayar? Itu aneh pak," ujar Harry dalam persidangan.

Harry mengatakan, pada akhir 2017, nilai aset perseroan mencapai Rp 45 triliun dengan nominal kas mencapai Rp 4 triliun. Tingkat solvabilitas atau risk based capital (RBC) bahkan mencapai 200 persen.

Kondisi itu jauh berbeda dengan kinerja perseroan pada 2008 atau ketika Harry Prasetyo pertama kali bergabung dengan asuransi jiwa pelat merah tersebut. Kala itu, neraca keuangan perseroan tercatat minus Rp 6,7 triliun atau dalam kondisi insolvensi dengan nilai aset sekitar Rp 5 triliun.

Menurut Harry, perseroan bahkan tak memiliki kas dan RBC minus ratusan persen. Seperti diketahui, batas minimum RBC perusahaan asuransi jiwa dan asuransi umum yang dipersyaratkan regulator adalah sebesar 120 persen.

Harry mengaku selama masuk jajaran direksi, Asuransi Jiwasraya tidak mengalami masalah investasi. Semua tata kelola atau governance perusahaan sudah tertata dengan baik.

"Itu suatu prestasi bahwa kami menghidupkan kembali mayat hidup yang sudah takkan mungkin kembali hidup. Kami di bawah Prudential (PT Prudential Life Assurance) kalau boleh nyebut, sudah nomor dua, tapi gagal bayar di bulan Oktober. Itu aneh pak. (Gagal bayar) bukan karena investasi, karena operasional. Lebih kepada operasional," kata dia.

Harry mengungkapkan, pada Januari 2018, laba PT Asuransi Jiwasraya berdasarkan laporan keuangan mencapai Rp 2,4 triliun. Namun, jelas dia, laporan itu dikoreksi oleh PricewaterhouseCoopers (PwC), perusahaan jasa akuntan publik dan audit.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.