Sukses

Sekjen Demokrat Bantah Tudingan Kogasma AHY Ilegal

Hinca menyatakan, pendirian Kogasma bertujuan untuk menaikkan elektabilitas Partai Demokrat.

Liputan6.com, Jakarta - Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan membantah pernyataan Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Pendiri, Subur Sembiring yang menyebut Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) sebagai lembaga struktural ilegal di partai berlambang mercy itu.

“Kalau ada yang bilang itu ilegal, itu sama sekali salah, yang benar adalah ini bagian strategi kita untuk memenangkan kampanye,” kata Hinca di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (4/7/2019).

“Yang dituduhkan teman-teman itu sama sekali tidak benar dan tidak mendasar,” tambah Hinca.

Hinca menyatakan, pendirian Kogasma bertujuan untuk menaikkan elektabilitas Partai Demokrat yang semula diprediksi hanya 3-4 persen atau di bawah ambang batas parlemen.

“Lembaga survei menempatkan demokrat antara 3-4 persen, karena itu DPP mengambil sikap cepat untuk menambah kekuatan baru khusus kampanye. Makanya kami bentuk namanya Kogasma itu,” kata Hinca.

Kogasma yang saat ini dipimpin oleh putra sulung Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menurut Hinca telah sesuai. Sebab, AHY adalah kader Demokrat.

Selain itu, pembentukan Kogasma diklaim terbukti menaikkan elektabilitas Partai Demokrat menjadi 7,7 persen.

“Faktanya kami dipercaya masyarakat 7,7 persen, nah jadi lembaga Kogasma itu sah dan menurut aturan,” ucap Hinca menandaskan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kepemimpinan SBY Dipersoalkan

Gejolak internal Partai Demokrat mencuat setelah Hengky Luntungan mendesak agar kongres besar untuk menentukan ketua umum baru digelar. Hengky yang menyatakan diri sebagai pendiri Demokrat mengatakan, desakan itu disuarakan setelah melihat hasil kepimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai ketua umum.

"DPP harus segera melaksanakan kongres dipercepat selambat-lambatnya bulan September 2019 agar Partai Demokrat dapat diselamatkan untuk bisa besar kembali," ujar Hengky, saat menggelar konferensi pers di Jakarta Selatan, Selasa 2 Juli 2019.

Hengky bersama beberapa pendiri partai berlambang Mercy biru itu mengaku kecewa atas kepemimpinan SBY selama menjabat sebagai ketua umum. Menurut dia, banyak pelanggaran Anggaran Dasar Rumah Tangga (ADRT) Partai Demokrat yang dilakukan SBY.

Pelanggaran yang dimaksud adalah membuat jabatan-jabatan struktur yang bukan hasil kongres dan membuat organisasi Kogasma sebagai alat pemenangan Pilpres dan Pileg.

Hengky juga menyebut, SBY melupakan jasa pendiri Partai Demokrat yang ditandai adanya konflik kepentingan agar Agus Harimurthi Yudhoyono (AHY), anak sulung SBY, meneruskan tahta pucuk tertinggi partai secara aklamasi.

"Tidak berhasil mencalonkan AHY dalam Pilpres malah menimbulkam masalah hiruk pikuk dukungan liar karena tetap hanya berfikir kepentingan keluarga, agar AHY bisa jadi Ketua Umum secara aklamasi atau bisa jadi menteri Jokowi. Artinya masa bodoh dengan kehancuran partai," ungkapnya.

Dia memastikan, pada kongres Demokrat nanti, siapapun bisa mencalonkan diri sebagai ketua umum, termasuk AHY.

"Mempersilakan AHY maju sebagai calon Ketua Umum Partai Demorkat dan terbuka untuk para calon Ketua Umum yang lain dari internal atau eksternal," kata Hengky.

 2 dari 2 halaman Agar Tak Ada Dinasti Politik  Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat membuka Pembekalan Caleg Partai Demokrat di Jakarta, Sabtu (10/11). SBY mengajak seluruh komponen bangsa dan para elite politik untuk mencegah politik identitas. (Liputan6.com/Faizal Fanani)Menurut Hengky, langkah tersebut harus diambil agar tidak terjadi dinasti politik di tubuh partai berlambang Mercy biru itu.

Saat menggelar konferensi pers di Jakarta Selatan, bersama pendiri Partai Demokrat lainnya, Hengky menilai, selama menduduki pucuk tertinggi partai, SBY hanya mementingkan pribadi dan membangun dinasti politik.

"SBY menganut sistem partai dinasti dan sering melakukan manajemen konflik, atau menyingkirkan para pejuang partai yang lebih berjasa," ujar Hengky.

Sebagai Ketua Umum, SBY dianggap menjalankan roda kepartaian secara monolog, tanpa mempertimbangkan beberapa masukan dari kader kader partai.

"Tidak boleh dikoreksi apapun alasannya," kata Hengky.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.