Sukses

Kasus Pengeroyokan Audrey, dari Kronologi hingga Petisi

Belakangan terungkap motif pengeroyokan terhadap Audrey. Rupanya, masalah dipicu dari saling sindir di WhatsApp terkait dengan hubungan asmara.

Liputan6.com, Jakarta - Seorang siswi SMP di Pontianak, Audrey menjadi korban pengeroyokan sejumlah siswi SMA. Aksi tersebut terjadi pada Jumat, 29 Maret 2019 di sebuah bangunan yang terletak di Jalan Sulawesi, Pontianak, Kalimantan Barat.

Saat pengeroyokan terjadi, Audrey tersungkur usai ditendang. Pelaku juga menginjak perutnya dan membenturkan kepalanya ke bebatuan. 

Akibat luka yang dideritanya, kini korban masih menjalani perawatan di rumah sakit di Pontianak. Menurut Kasat Reskrim Polresta Pontianak Kompol Husni Ramli, peristiwa ini baru dilaporkan korban dan orangtuanya satu Minggu setelah kejadian.

"Setelah diterima pengaduan, selanjutnya dilakukan visum, dan baru kemarin kami menarik perkara ini dari Polsek Selatan untuk dilimpahkan ke Polresta Pontianak guna penanganan lebih lanjut," jelas dia.

Sementara, para pelaku pengeroyokan hingga kini belum dilakukan pemeriksaan. Kata Husni pihaknya masih melengkapi saksi-saksi dan sedang berkoordinasi dengan rumah sakit untuk mengetahui rekam medis korban.

Berikut fakta pengeroyokan pelajar SMA terhadap Audrey, siswi SMP di Pontianak:

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Kronologi

Pengeroyokan terjadi Jumat 29 Maret 2019, pukul 14.30 WIB. Korban yang berada di rumah, dijemput temannya dengan tujuan ke rumah sepupunya. Ada empat remaja perempuan yang membuntutinya saat itu.

Setelah bertemu sang sepupu, Audrey melanjutkan perjalanan dengan motor bersama saudaranya. Namun, di tengah jalan, korban dihampiri terduga pelaku dan meminta sang sepupu mengarahkan motor ke kawasan Jalan Sulawesi. Tiba di sebuah bangunan, sejumlah remaja perempuan yang sudah menunggu.

"Seorang di antaranya langsung menyiramkan air ke korban, dan menarik rambut, lalu kemudian menendang korban," ujar Kasat Reskrim Polresta Pontianak Kompol Husni Ramli.

Aksi brutal pun berlanjut. Meski korban terjatuh, terduga pelaku menginjak perut dan membenturkan kepalan korban ke jalan yang ada bebatuan. Korban dan sepupunya sempat lari, namun dapat dikejar.

3 dari 5 halaman

Motif Pengeroyokan

Polisi masih berupaya mendalami motif sebenarnya pengeroyokan terhadap ABZ (15), seorang pelajar SMP di Pontianak, Kalimantan Barat. Adanya keterkaitan masalah asmara pun masih sebatas dugaan motif pengeroyokan itu.

"Motifnya belum bisa kita tahu. Karena korban ini masih dirawat di rumah sakit. Yang ada itu, baru dugaan-dugaan ya," kata Kasat Reskrim Polresta Pontianak Kompol Husni Ramli, kepada Merdeka.com, Selasa, 9 April 2019.

Polisi juga menepis kabar di tengah aksi pengeroyokan, para pelaku juga menganiaya alat vital korban. "Kalau keterangan korban, saat interogasi awal di Polsek (Pontianak) Selatan, itu tidak ada," ujar Husni.

4 dari 5 halaman

Belum Ada Tersangka

Lantas bagaimana status sejumlah remaja siswi yang diduga melakukan pengeroyokan terhadap Audrey?

Kasat Reskrim Polresta Pontianak Kompol Husni menuturkan pihaknya belum melakukan pemeriksaan karena masih melengkapi saksi-saksi dan sedang berkoordinasi dengan rumah sakit untuk mengetahui rekam medis korban.

"Untuk mengarah kepada tersangka, masih mengumpulkan keterangan para saksi,” kata dia.

Husni menambahkan, sejauh ini dari keterangan korban maupun orangtuanya, tidak ada yang menyebutkan bahwa ada penganiayaan pada alat vital korban. 

5 dari 5 halaman

Petisi

 Kasus pengeroyokan Audrey oleh sejumlah siswi SMA di Pontianak mendadak jadi viral dengan tagar Justice for Audrey.

Simpati untuk Audrey serta kemarahan kepada para pelaku diunggah dengan tagar Justice For Audrey #JusticeForAudrey.

Tak terima dengan kasus kekerasan terhadap siswa SMP itu, warganet pun membuat petisi online di laman Change.org.

Petisi online tersebut ditujukan untuk Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPAD) untuk tidak menyelesaikan kasus dengan akhir damai.

"Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPAD) berharap ini berakhir damai demi masa depan para pelaku. Kenapa korban kekerasan seperti ini harus damai?" ujar pembuat petisi, Fachira Anindy, dalam petisi tersebut seperti dikutip dari Change.org.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.