Sukses

KPU Tegaskan Larangan Eks Napi Korupsi Jadi Celeg Tak Langgar Aturan

KPU mempersilakan jika nantinya ada masyarakat yang ingin melakukan judicial review atas aturan tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) memasukkan larangan mantan narapidana korupsi untuk maju sebagai calon legislatif dalam rancangan Peraturan KPU (PKPU). Namun, kebijakan itu dituding melanggar undang-undang pemilu yang sebelumnya tidak melarangnya.

Komisioner KPU Wahyu Setiawan memberi penjelasan. Aturan baru itu tidak bertentangan dengan UU Pemilu. Hanya menambahkan dari peraturan sebelumnya.

"Jadi kita tidak bertabrakan, kita menambah. Yang kejahatan seksual terhadap anak tetap (tidak diperbolehkan), yang narkoba tetap (tidak diperbolehkan), kita menambah korupsi," ucap Wahyu, di Gedung KPU Pusat, Jakarta Pusat, Rabu (4/4).

Wahyu menuturkan, dalam PKPU juga tidak hanya mengatur mengenai tidak diperbolehkannya mantan napi korupsi untuk bertarung di bursa pemilihan legislatif.

"Jadi sebenarnya tidak hanya korupsi. Jadi kita menambah yang sebelumnya hanya kejahatan seksual terhadap anak dan narkoba, kita tambah jadi korupsi yang dulu 2, jadi 3. Itu (draf PKPU) pasal 8 huruf J," tuturnya.

Dia mempersilakan jika nantinya ada masyarakat yang ingin melakukan judicial review atas aturan tersebut. Namun, dia kembali menegaskan bahwa yang dilakukan KPU tidak bertentangan dan hanya menambah ketentuan yang telah ada.

"Silakan (kalau mau uji). Untuk mengantisipasi tafsir bertabrakan dengan UU apa tidak jadi bahasa saya adalah kita menambah ketentuan dari yang semula larangan 2 itu, kita tambah 1 jadi (3) koruptor," katanya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Hantaman Keras

Wahyu menegaskan, institusinya tidak akan berhenti untuk berupaya menetapkan kebijakan itu meskipun terdapat hantaman keras yang harus dihadapi oleh KPU. Menurutnya, yang dilakukan KPU merupakan kewajiban untuk melayani pemilih.

"Kita tidak bisa berhenti. Ini kan KPU hidup di tengah-tengah masyarakat. Kan kita juga harus mendengar pandangan-pandangan masyarakat. Masyarakat itu adalah masyarakat pemilih. Kan kita kewajibannya melayani dua ini, bukan hanya peserta pemilu (tapi juga pemilih). Tapi tentu saja hantamannya keras lah," ucapnya.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.