Sukses

Formula KPK Tangani Dugaan Korupsi Dana Desa

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, sedikitnya, ada 300 laporan penyelewengan dana desa hingga akhir 2016.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus berbagai penyelewengan dana desa. Presiden Joko Widodo atau Jokowi berkali-kali mengingatkan agar aparat berhati-hati dalam menggunakan dana desa. Dana besar ini sangat rentan diselewengkan bila tidak dikelola dengan baik.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, sedikitnya, ada 300 laporan penyelewengan dana desa hingga akhir 2016. Tapi, KPK tidak bisa berbuat  apa-apa karena tidak memiliki kewenangan sejauh itu. Kepala desa tidak masuk kualifikasi penyelenggara negara.

Sebagai gantinya, data ini langsung dilimpahkan ke Inspektorat Kementerian Desa atau aparat pengawasan internal pemerintah. Meski begitu, KPK terus mengawasi penanganan kasus tersebut.

"Memang yang menjadi pertanyaan kan apakah semua penyimpangan dana desa itu harus masuk berakhir di persidangan perkara korupsi?" kata Alex di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 18 Mei 2017.

Alex menilai, tidak perlu semua kasus korupsi dana desa dibawa ke pengadilan, tergantung dari nilai kerugian negara yang diakibatkan. Bila yang dikorupsi hanya Rp 10 juta, tidak perlu dibawa ke pengadilan karena biaya pengusutan kasus lebih besar dari nilai kerugian negara yang dikorupsi.

"Ketika korupsinya hanya beberapa puluh juta, biaya untuk memprosesnya butuh ratusan juta, wah kalau semua seperti itu kan nanti tekor juga keuangan negara itu kan, enggak efektif lagi," imbuh Alex.

Penyelenggaraan pengadilan tindak pidana korupsi pasti dilakukan di ibu kota provinsi. Negara akan terbebani biaya pengadilan, seperti biaya untuk mendatangkan saksi. Bila kasusnya ada di Timika, pengadilan tetap diselenggarakan di Jayapura. Perjalanan dari Timika ke Jayapura tentu membutuhkan biaya besar.

Sebagai gantinya, KPK menawarkan sanksi pengganti selain pemidanaan. Formula ini akan didiskusikan dengan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kementerian Dalam Negeri. Sanksi yang diberikan bisa pemecatan dan pengembalian uang yang sudah dikorupsi.

"Hal itu yang kita dorong supaya penyelesaiannya bisa lebih cepat, lebih efektif. Tapi prosedur itu kan belum ada, jadi sampai sekarang ini ya penyimpangan dana desa itu semua muaranya ke korupsi," pungkas Alex.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.