Sukses

Semburan Mirip Lumpur Lapindo Resahkan Warga Sulut

Warga Leilem mulai dirugikan karena sungai yang biasa digunakan warga untuk mengairi perternakan babi, kini sudah tidak dapat digunakan.

Liputan6.com, Tomohon - Semburan lumpur panas di lokasi pengeboran PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Lahendong, di kelurahan Tondangow, Kecamatan Tomohon Selatan, Provinsi Sulawesi Utara, kini dampaknya mulai dirasakan warga Desa Leilem Kecamatan Sonder, Kabupaten Minahasa.

Semburan mirip lumpur Lapindo di Sidoarjo ini membuat khawatir warga. Sebab lokasi semburan lumpur panas itu dekat dengan sungai yang melewati desa Leilem. Akibatnya sungai dan sejumlah sumur air  bersih warga yang ada di desa Leilem II sejak Minggu 3 Januari 2016 pagi, sudah berubah menjadi kecokelatan.

Warga Leilem pun mulai merasa dirugikan karena sungai yang biasa digunakan warga untuk mengairi perternakan babi, kini sudah tidak dapat digunakan lagi. Perternak takut mengunakan air sungai itu, untuk membersihkan  kandang, apalagi sebagai air minum ternak babi.

Warga Desa Leilem berharap pihak terkait segera menyelesaikan masalah ini. Mereka juga meminta Pemkab Minahasa melihat langsung kondisi daerah itu.

"Penjabat Gubernur Sulut Sonny Sumarsono saja sudah datang ke lokasi lumpur dan bahkan datang ke desa Leilem untuk memberikan penjelasan ke masyarakat, dengan menghadiri ibadah tahun baru di Gereja GMIM Imanuel Leilem," ujar Ronny Sepang warga desa Leilem, Senin (4/1/2013).

Mereka juga meminta PGE segera mengatasi masalah semburan lumpur ini dan melakukan penelitian terhadap sungai serta sumur warga di Desa Leilem karena khawatir tercemar zat berbahaya.

"Harus ada kebijakan dan keputusan, karena kelihatannya semburan lumpur tersebut mengancam keselamatan warga, yang dampaknya sudah terasa di Desa Leilem," ujar Ronny.

Sedikitnya ada 5 titik semburan lumpur panas dan api yang terjadi di cluster 24 PGE Lahendong.

Penjelasan PGE

Secara terpisah, Manajer Operasi PGE Lahendong Ahmad Yani mengatakan, peristiwa ini pertama terjadi pada 30 November 2015 lalu. Kemudian, peristiwa kedua muncul awal Desember dan pada pertengahan Desember 2015 terjadi semburan uap air yang ketiga.

Yani menyebutkan, ini bukan semburan lumpur seperti di Lapindo, melainkan hanya berupa uap air. Sementara lumpur yang terbentuk itu merupakan tanah permukaan yang berinteraksi dengan dengan uap air.

Masalah ini bisa terjadi secara alami dan bisa juga berkaitan dengan sumur yang ada. Untuk mengatasi hal ini, kata Ahmad Yani, PGE akan memindahkan rig pemboran dari Lahendong 25 atau desa Leilem ke cluster 24 di mana ada sumur yang akan di observasi. "Jika kemungkinan ada kebocoran casing, tim kami akan langsung memperbaikannya," ujar Ahmad Yani.

Jika tidak ada indikasi kebocoran dari sumur maka PGE akan melakukan penanganan dengan metode lain yang sesuai untuk menyelamatkan aset dan lingkungan sekitar.

Yani meminta masyarakat agar tak khawatir dengan kondisi ini. Sebab semburan uap air yang ke luar ini tak ada kandungan gas yang berbahaya bagi warga.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.