Sukses

Saksi Akui Pernah Belikan Sutan Bhatoegana Rumah Rp 2,7 M

Saleh membeli rumah tersebut khusus untuk posko Sutan Bhatoegana saat maju dalam Pilgub.

Liputan6.com, Jakarta - Salah satu saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam persidangan, Saleh Abdul Malik mengaku‪ pernah membelikan rumah seharga Rp 2,7 miliar untuk mantan Ketua Komisi Vll DPR, Sutan Bhatoegana. Rumah yang terletak di Jalan Kenanga Raya, Kota Medan, Sumatera Utara ini dibelikan Saleh guna kepentingan kampanye Sutan saat mengikuti Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara pada 2012 lalu.

"Saya beli khusus buat dipakai untuk supaya poskonya Pak Sutan jadi calon gubernur," ujar Saleh Abdul Malik saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (10/6/2015).

Saleh selaku Komisaris PT SAM Mitra Mandiri, ia menyatakan pembayaran atas rumah itu dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama ia mengeluarkan uang Rp 1,5 miliar sebagai uang muka. Kemudian, lantaran kerap bepergian ke luar negeri, cicilan sisa pembayarannya pun sempat dibayarkan lebih dulu oleh Sutan. "Dan Total secara resmi saya beli Rp 2,7 miliar," kata dia.

Tanah dan bangunan seluas 1.194,38 meter persegi ini diberikan kepada Sutan tidak cuma-cuma. Politisi Partai Demokrat tersebut mendapatkan itu lantaran pernah membantunya menjalani masa tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Saleh Abdul Malik diketahui pernah ditahan di LP Sukamiskin terkait kasus korupsi proyek Customer Management Service (CMS) Perusahaan Listrik Negara (PLN) Jawa Timur.

"Saya sudah mengenal sejak tahun 2004, membantu saya dalam keadaan sulit pada saat saya menjalani penahanan di Sukamiskin atas perkara yang saya alami di KPK, waktu itu Sutan Bhatoegana membantu saya," terang dia.

Secara detilnya, Sutan adalah pihak yang menjelaskan kepada Saleh mengenai hak-hak terpidana untuk mendapat keringan hukuman seperti mengenai remisi, asimilasi, dan bebas bersyarat pada pihak Lembaga Pemasyarakatan.

Selaku anggota DPR hal yang diperoleh Sutan ini merupakan bentuk gratifikasi. Dan atas perbuatannya, ia disangka melanggar Pasal 12 huruf b subsidair Pasal 12 huruf B lebih subsidair Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Alv/Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini