Sukses

Bayang-Bayang Pertentangan di Perundingan Perjanjian Polusi Plastik Global

Perwakilan dari 175 negara bertemu di Nairobi mulai Senin, 13 November 2023 untuk pertama kalinya merundingkan tindakan nyata yang harus dimasukkan ke dalam perjanjian global yang mengikat untuk mengakhiri polusi plastik.

Liputan6.com, Jakarta - Perwakilan dari 175 negara bertemu di Nairobi mulai Senin, 13 November 2023, untuk pertama kalinya merundingkan tindakan nyata yang harus dimasukkan ke dalam perjanjian global yang mengikat untuk mengakhiri polusi plastik. Tahun lalu, negara-negara itu sepakat menyelesaikan perjanjian PBB yang pertama di dunia pada 2024 demi mengatasi limbah plastik yang ditemukan di mana-mana.

Melansir Japan Today, Senin, 13 November 2023, para representatif telah bertemu dua kali. Namun, perundingan minggu ini merupakan kesempatan pertama memperdebatkan rancangan perjanjian yang diterbitkan pada September 2023, yang menguraikan ragam solusi untuk mengatasi masalah plastik.

Pertemuan untuk membahas masa depan solusi limbah plastik terjadi tepat sebelum perundingan penting mengenai perubahan iklim berlangsung pada akhir bulan ini di Uni Emirat Arab (UEA). Topik bahan bakar fosil dan emisi yang menyebabkan pemanasan global akan mendominasi agenda tersebut.

Meski terdapat konsensus luas bahwa perjanjian plastik diperlukan, terdapat perbedaan pendapat mengenai isi perjanjian tersebut. "Itulah pertempuran besar yang akan kita lihat sekarang," kata Eirik Lindebjerg dari World Wide Fund for Nature (WWF), yang akan hadir di antara ribuan peserta pada pembicaraan penting di kantor pusat global Program Lingkungan PBB (UNEP) di Nairobi.

Sejumlah negara dan kelompok lingkungan menginginkan perjanjian tersebut melarang produk sekali pakai dan menerapkan aturan ketat yang membatasi berapa banyak plastik baru yang benar-benar dapat dibuat.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pengelolaan Limbah dan Daur Ulang

Di sisi lain, badan-badan industri dan negara-negara penghasil plastik utama telah melakukan advokasi selama bertahun-tahun untuk mengambil langkah-langkah yang berfokus pada peningkatan pengelolaan limbah dan penggunaan kembali, serta daur ulang produk-produk mereka, dibandingkan membatasi produksinya.

"Draf nol" yang mendasari perundingan selama seminggu ini menempatkan semua opsi di atas meja dan perundingan diperkirakan akan memanas karena posisi-posisi yang saling bersaing akhirnya akan berhadapan. Kesepakatan pertemuan itu bisa berupa perjanjian untuk alam atau "akomodasi yang nyaman bagi industri plastik," tergantung arah perundingan yang diambil, kata Peter Thomson, utusan khusus Sekjen PBB untuk bidang kelautan, bulan lalu.

Botol dan kantong plastik menyumbat saluran air, sementara potongan kecil mikroplastik muncul di makanan dan di seluruh tubuh hewan dan manusia. Plastik juga berkontribusi terhadap pemanasan global, menyumbang 3,4 persen emisi global pada 2019, menurut OECD.

Meski kesadaran akan masalah ini semakin meningkat, jumlah produksi plastik baru malah terus naik. Produksi tahunan akan meningkat tiga kali lipat dalam empat dekade, walau kurang dari 10 persen yang didaur ulang.

 

3 dari 4 halaman

Tuntutan Mengendalikan Produksi Plastik

Menjelang pertemuan di Nairobi, sekitar 60 negara menyuarakan kekhawatiran kolektif mengenai tren ini dan menyerukan "ketentuan yang mengikat dalam perjanjian untuk mengendalikan dan mengurangi konsumsi dan produksi plastik."

Graham Forbes dari Greenpeace AS mengatakan perjanjian itu akan berhasil atau gagal, "tergantung pada bagaimana perjanjian tersebut membatasi produksi plastik di hulu." "Anda tidak bisa menghentikan bak mandi agar tidak meluap sampai Anda mematikan kerannya," kata Forbes, yang juga akan berada di Nairobi.

Banyak negara enggan mendukung pengurangan produksi secara absolut, termasuk China, Amerika Serikat, Arab Saudi, dan negara-negara OPEC lain, yang semuanya memiliki industri petrokimia yang besar. Aliansi Industri EPS, sebuah asosiasi perdagangan Amerika Utara untuk bisnis polistiren, mengatakan perjanjian tersebut mengalami "kurangnya tinjauan ilmiah independen" dan memperingatkan adanya "konsekuensi yang tidak diinginkan" dari beberapa proposal.

"Ada banyak sekali retorika seputar plastik yang penuh dengan ideologi emosional yang ditujukan pada benda mati," kata direktur eksekutif aliansi Betsy Bowers, yang akan berada di Nairobi.

4 dari 4 halaman

Sampah Plastik Ditemukan di Mana-Mana

Pertemuan pada 13--19 November 2023 merupakan sesi ketiga dari lima sesi dalam proses cepat yang bertujuan menyelesaikan perundingan tahun depan sehingga perjanjian tersebut dapat diadopsi pada pertengahan tahun 2025.

Pada perundingan terakhir di Paris, para aktivis menuduh negara-negara besar penghasil plastik sengaja mengulur waktu setelah dua hari berdebat mengenai poin-poin prosedural. Kali ini, sesi-sesinya telah diperpanjang dua hari. Namun, masih ada kekhawatiran bahwa perjanjian yang lebih lemah akan muncul jika waktu untuk diskusi rinci terbuang sia-sia.

"Jika mereka tidak dapat membuat kemajuan di sini, tahun 2024 akan jadi sangat menegangkan jika mereka akhirnya menyetujui perjanjian yang bermakna," kata Lindebjerg.

Saat ini, sampah plastik dalam berbagai ukuran dan jenis, mengingat variannya begitu banyak dan kebanyakan merupakan produk sekali pakai, telah ditemukan di dasar lautan, di perut burung, dan di puncak gunung. Sementara, mikroplastik telah terdeteksi di darah, ASI, dan plasenta.

"Jika kita terus memasukkan semua polimer mentah baru ini ke dalam perekonomian, kita tidak akan bisa menghentikan aliran plastik ke lautan," kata Direktur Program Lingkungan Hidup PBB, Inger Andersen, dikutip dari Japan Today, 5 Oktober 2023.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini