Sukses

Inovasi Pertanian Berkelanjutan Komoditas Kopi dan Tantangan Hadapi Cuaca yang Tidak Menentu

Kedai-kedai kopi saat ini sudah sampai ke pelosok-pelosok bahkan sampai ke dalam gang,dan sudah jadi lifestyle. Permintaan akan kopi tentunya semakin bertambah dan banyak petani yang ikut menanam biji kopi karena prospeknya sangat bagus.

Liputan6.com, Jakarta - Kopi termasuk salah satu jenis tanaman primadona di Indonesia. Sebagai negara pengekspor terbesar ke-4 di dunia–setelah Brasil, Vietnam, dan Kolombia–biji kopi asal Indonesia menjangkau negara-negara Eropa, negara-negara Timur Tengah, dan Amerika Serikat.

Minum kopi pun belakangan ini sudah menjadi bagian gaya hidup masyarakat Indonesia, ditandai dengan tumbuhnya kafe-kafe maupun kedia kopi baru di berbagai daerah. Situasi itu pun berdampak positif pada petani sebagai salah satu aktor utama dalam mata rantai penjualan kopi. Hal itu pun diakui oleh Teddy Somantri selaku President Director sekaligus Co-Founder Javanero Indonesian Coffee dan Soma Coffee.

"Sekarang ini kopi semakin diminati, kedai-kedai kopi sudah sampai ke pelosok-pelosok bahkan sampai ke dalam gang, apalagi banyak anak muda menyukai kopi, ini sudah jadi lifestyle dan masih akan terus berkembang," kata Teddy saat ditemui Liputan6.com di Kawasan GBK Senayan, Jakarta Pusat, Jumat, 3 November 2023.

"Permintaan akan kopi tentunya semakin bertambah dan banyak petani yang ikut menanam biji kopi karena prospeknya sangat bagus. Tentunya soal kualitas pasti berbeda tapi secara keseluruhan permintaannya terus bertambah," tambahnya.

Teddy yang menjalankan usaha kedai kopi dari hulu sampai ke hilir ini sangat selektif memilih perkebunan kopi dari berbagai daerah sebagai pemasok biji kopi yang akan diproduksi dan kemudian dijual di pasaran.

Menurut Teddy, ia membina 20 origin coffee yang biji kopinya didapat dari berbagai daerah di Indonesia. Ia membina sejumlah kelompok petani kopi Indonesia di beberapa daerah agar produksinya berkelanjutan dan kesejahteraan mereka jadi lebih baik.

"Saya tidak mau hanya membeli saja, tapi juga membina para petani kopi ini. Saya pernah punya pengalaman beli kopi dari satu kelompok petani, hasilnya bagus tapi setelah itu kualitasnya menurun. Dari situ saya belajar, sebaiknya membina para petani kopi ini agar hasil produksinya konsisten dan bisa lebih baik," ungkap Teddy.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Panduan dan Kurikulum untuk Petani Kopi

“Jadi saya bikin semacam buku panduan dan kurikulum untuk para petani yang bisa dipraktikkan di mana saja. Contohnya, cara memetik buah kopi juga ada cafa tersendiri supaya kualitas tanaman tetap terjaga. Kita juga ingin mereka (petani) lebih sejahtera. Makanya kita bikin koperasi supaya mereka bisa membeli bahan kebutuhan pokok seperti sembako dengan harga lebih terjangkau,” sambungnya.

Selain itu, para petani binaan Javanero dilengkapi dengan aplikasi untuk mencatat perkembangan tanaman mereka. Aplikasi ini juga menjadi media pengawasan untuk lebih mengetahui kinerja para petani.

Mengenai cuaca yang tidak menentu seperti musim kemarau yang berkepanjangan seperti sekarang ini, ia mengakui bisa saja mempengaruhi tanaman kopi. Tapi kalau ditanam dan dikelola dengan baik, tetap bisa panen dan sebagian besar hasil panennya akan bagus.

Pria yang pernah bekerja di beberapa perusahaan terkemuka ini mengatakan biji kopi jadi penentu enak atau tidaknya rasa kopi. Ia menerapkan 11 tahapan yang dilalui sebelum segelas kopi dihidangkan. Tahapan 1 sampai 9 itu adalah dari tanaman kopi yang setelah panen akan menjalani beberapa proses sebelum menjadi biji kopi berwarna hijau atau green beans. Di tahap 9 itu kopi sudah berupa green beans dan sudah bisa dijual karena tinggal di roasting.

 

3 dari 5 halaman

Tahap Penentuan Kualitas Biji Kopi

“Tahap 9 itu sudah di tahap 60 persen yang akan menentukan enak atau tidaknya kopi yang akan kita sajikan nanti. Setelah itu di tahap 10 masuk tahap roasting atau brewing yang berarti sudah mencapai tahap 80 persen. Hasil dari raosting atau brewing itu sudah menjadi bubuk kopi yang sudah mencapai 90 persen dari proses pembuatan kop[I,” terangnya.

"Nah 10 persennya itu ditentukan oleh barista saat menyeduh kopi yang masjuk tahap terakhir yaitu tahap ke-11. Di tahap ini barista bisa mengkreasikan kopi dengan bahan-bahan lainnya unfuk membuat berbagai pilihan menu. Jadi kalau hasil produksi kopinya sudah enak ya hasilnya pasti enak, mau dicampur dengan bahan-bahan lain pasti tetap enak. Tapi kalau hasilnya kurang bagus pas di tahap 60 atau 80 persen, mau baristanya sejago apa juga ya rasanya tetap tidak enak,” tambahnya.

Teddy sendiri membuka usaha kedai kopi, Soma Coffee yang sudah punya beberapa cabang di Jakarta dan beberapa daerah lainnya di Indonesia serta di Singapura. Ia juga membawa Javanero Coffee yang temasuk jenis Arabika untuk mengikuti kompetisi di berbagai negara dan sudah beberapa kali mendapatkan penghargaan. Kopi mereka juga sudah diekspor ke beberapa negara seperti Qatar, Singapura, Inggris, Belanda dan Australia.

“Biji kopi Indonesia itu yang terbaik dan potensinya masih sangat besar, beda sama kopi Brasil atau Kolombia misalnya. Mereka katanya bagus tapi kopinya satu satu macam aja. Kalau kita di tiap daerah biji kopinya punya ciri khas sendiri-sendiri dan hasilnya akan bagus kalau memang diproduksi dengan baik,” pungkasnya.

4 dari 5 halaman

Kopi Memperluas Lapangan Pekerjaan

Di sisi lain, ada juga pengusaha kopi dari Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) yaitu Herman Angin Daye. Ia adalah pemilik usaha pembuatan kopi bubuk yang diberi nama Kopi Kampoeng Rinjani.

Usaha yang sedang dijalankannya dapat memperluas lapangan pekerjaan sehingga dapat meningkatkan kesajahteraan keluarga khususnya di kawasan Utara Lombok Tengah.

“Usaha kopi saat ini lagi ramai banget dan kita mengelola hasil alam yang cukup berlimpah ruah. Prinsifnya adalah selalu melihat keadaan sebagai peluang, dan harus segera dimulai tanpa di tunda-tunda,” terang Herman pada Liputan6.com.

Di kawasan Utara Lombok Tengah dan Kecamatan Batukliang Utara (BKU) khususnya ada sekitar tiga kelompok yang bergelut pada usaha pengolahan kopi bubuk, salah satunya adalah kelompok Kopi Kampoeng Rinjani yang ada di Desa Lantan. Kopi ini cukup dikenal di NTB terutama di Lombok dan pernah membuka gerai saat event MotoGP 2022 di Sirkuit Mandalika pada Maret 2022.

Herman menginisiasi usaha kopi ini sejak 2018. Ia memberrdayakan perempuan Desa Lantan untuk mengolah kopi Rinjani menjadi kopi siap saji untuk NTB.

 

5 dari 5 halaman

Antisipasi Cuaca Ekstrem Melanda Tanaman Kopi

Kopi hasil olahan yang dipilih dari biji kopi berkualitas yang langsung dipetik di perkebunan yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Rinjani. Kopi Kampoeng Rinjani merupakan kopi jenis Robusta yang ditanam di ketinggian 200-800 meter di atas permukaan laut dengan temperatur hingga 30 derajat celcius.

Kondisi cuaca yang tidak menentu, misalnya hujan ekstrem dan panas berkepanjangan di musim kemarau, menyebabkan sebagian kopi gagal berbunga. Imbasnya, kopi gagal berbuah sehingga angka produksi menurun drastis.

“Kita selalu mengantisipasi masalah-masalah seperti sekarang ini, musim kering masih belum berakhir atau nanti pas musim hujan bisa ada hujan yang sangat lebat. Salah satunya kita menambah jumlah tanaman tiap kali menanam bibit kopi, supaya pas panen hasilnya tidak terlalu menurun drastis,” ungkapnya.

“Tapi masalah cuaca ini rasanya tidak terlalu berpengaruh, para petani tetap semangat menanam kopi karena sekarang ini permintaan cukup banyak dan bisa berlangsung dalam jangka waktu panjang,” tutupnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini