Sukses

Bulgari Minta Maaf karena Pisahkan Taiwan dan China di Laman Penjualan, Warganet Tetap Tak Terima

China selama ini sangat sensitif terkait teritorialnya dan menganggap tindakan Bulgari itu secara tak langsung mengakui Taiwan sebagai negara merdeka.

Liputan6.com, Jakarta - Bulgari meminta maaf telah memasang Taiwan dan China secara terpisah di beberapa lamannya. Hal itu muncul setelah sejumlah pengguna media sosial China menuding brand perhiasan mewah itu telah memperlakukan Taiwan sebagai negara merdeka.

Kemarahan tersebut memicu warganet mengancam untuk memboikot produk merek Italia tersebut setelah tangkapan layar dari menu dropdown laman tersebut menjadi viral. Situasi memanas setelah media pemerintah memberitakannya.

Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan ke platform mirip Twitter, Weibo, pada Selasa, 11 Juli 2023, Bulgari mengatakan "menghormati posisi China pada kedaulatan dan integritas wilayah, seperti biasa dan teguh." Permintaan maaf itu menyalahkan "kelalaian manajemen" karena telah "melabeli salah" lokasi di situs webnya.

Mengutip CNN, Rabu (12/7/2023), pernyataan itu tidak banyak meredam kemarahan, dengan dua tagar terkait - salah satunya kini telah ditonton hingga 800 juta kali - muncul di 10 topik trending teratas Weibo. "Lain kali jangan membuat kesalahan rendahan seperti itu," bunyi komentar seorang warganet yang menanggapi langsung unggahan Bulgari. "Taiwan adalah bagian tak terpisahkan dari China."

Tabloid Global Times milik pemerintah mengklaim bahwa permintaan maaf Bulgari "tidak diterima oleh banyak orang di China". Corong Partai Komunis, People's Daily, selanjutnya mempertanyakan mengapa merek tersebut tidak menerbitkan pernyataan serupa ke akun berbahasa Inggrisnya di Twitter dan Instagram.

"Apakah permintaan maaf ini 'khusus' untuk China daratan?" akun Weibo surat kabar itu bertanya, menilai permintaan maaf yang disampaikan Bulgari hanya sebagai "keinginan untuk bertahan hidup". 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

China Pasar Penting

Banyak pengguna media sosial sepakat dengan unggahan tersebut dengan salah satu mengomentarinya, "Tidak mengunggahnya di internet di luar China menunjukkan bahwa mereka hanya peduli dengan uang dan tidak menyadari kesalahan mereka."

Pengguna media sosial lainnya mencoba memengaruhi para selebritas yang menjadi duta Bulgari. Dari aktris Liu Yifei dan Shu Qi yang berasal dari Taiwan hingga model Liu Wen didesak untuk mengeluarkan pernyataan atau memutus kontrak mereka dengan brand perhiasan tersebut.

Partai Komunis yang berkuasa telah lama mengklaim Taiwan sebagai wilayahnya sendiri, meskipun tidak pernah mengendalikan teritori yang menerapkan demokrasi. Bulgari memiliki 18 butik di pulau itu, menurut laman perusahaan berbahasa Mandarin, yang mencantumkan gerai di samping lokasinya di Hong Kong, Makau, dan Tiongkok daratan.

Konsumen mewah China semakin penting bagi Bulgari dan perusahaan induknya, LVMH, yang memperoleh 26 persen pendapatannya dari pasar Asia pada 2022. Berbicara kepada surat kabar milik negara China Daily pada 2021, presiden divisi Greater China Bulgari saat itu, Kolia Neveux, mengatakan bahwa "fokus pada pasar China dan pemahaman mendalam tentang identitas budaya China" telah membantunya "mendapatkan pertumbuhan luar biasa di China dalam 20 tahun terakhir."

3 dari 4 halaman

Kasus Serupa Dialami Versace

Kasus menyangkut teritorial China yang berkaitan dengan label fesyen terus berulang. Sebelumnya, label mewah Italia, Versace dan direktur artistiknya, Donatella Versace, meminta maaf kepada publik China pada Minggu, 11 Agustus 2019, setelah salah satu T-shirt lansirannya dikritik karena menyebut Hong Kong dan Makau sebagai negara.

Versace, yang dibeli oleh Capri Holdings Ltd milik Michael Kors pada September tahun lalu, mengatakan di akun Weibo --mikroblog lokal serupa Twitter-- bahwa mereka sangat merasa bersalah dan tidak sedikitpun memiliki maksud ofensif. Dikutip dari Channel News Asia pada Senin, 12 Agustus 2019, Versace telah menghentikan penjualan T-shirt dari China --dan juga seluruh dunia-- sejak 24 Juli 2019.

Versace yang berbasis di Milan adalah perusahaan terbaru yang terjerat dalam isu-isu politik terkait China, yang sejak tahun lalu telah meningkatkan pengawasannya tentang bagaimana bisnis asing menggambarkan Hong Kong dan Makau sebagai otonomi khusus di Negeri Tirai Bambu.

"Versace menegaskan kembali bahwa kami sangat mencintai Tiongkok, dan dengan tegas menghormati wilayah dan kedaulatan nasional China," kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan.

T-shirt, gambar-gambar yang banyak diunggah di media sosial Negeri Tirai Bambu, menampilkan daftar pasangan "kota-negara", termasuk "New York-AS" dan "Beijing-China". Tetapi, koleksi T-shirt itu juga menggambarkan Hong Kong dan Makau sebagai "Hong Kong-Hong Kong" dan "Makau-Makau."

 

4 dari 4 halaman

Kasus Membelit Dolce&Gabbana

Setahun sebelumnya, dimulai dari November 2018, warga China mengungkapkan kemurkaan mereka terhadap rumah mode yang dipimpin Domenico Dolce dan Stefano Gabbana setelah mengeluarkan iklan yang membuat dianggap melecehkan warga Tiongkok. Dalam video 40 detik yang dikeluarkan, tampak seorang model Cina kesulitan memakan makanan Italia menggunakan sumpit.

Kasus ini semakin parah dengan mencuatnya komentar negatif Stefano terhadap Cina ke publik. Hal ini membuat berbagai selebriti hingga e-commerce di Cina memboikot Dolce & Gabbana. Fashion show yang harusnya dilaksanakan pada November 2018 juga batal. 

Dampak iklan kontroversial yang dinilai rasis dari brand pakaian Dolce & Gabbana di Tiongkok masih terus berlanjut setahun berikutnya. Hal ini terbukti dari menurunnya penjualan produk mereka di Cina dalam periode satu tahun terakhir.

Padahal sebelum ada kasus tersebut, penjualan Dolce & Gabbana di Cina cukup baik. Bahkan, 30 persen penjualan mereka dikatakan berasal dari negeri tirai bambu ini.

Melansir dari South China Morning Post, 2 September 2019, total keseluruhan pendapatan brand asal Italia per Maret 2019 memang meningkat sebesar 4,9 persen yakni setara dengan 1,38 juta Euro atau setara dengan Rp21,5 miliar lebih. Tetapi, pendapatan dari pasar kawasan Asia Pasifik menyusut cukup signifikan. Hanya di Jepang, pendapatan brand tersebut stabil di angka lima persen.

Pendapatan sejak kontroversi hingga saat ini mengalami penurunan sebesar tiga persen. Sebelumnya, kontribusi pendapatan dari Asia mencapai 25 persen, dan kini turun menjadi 22 persen.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.