Sukses

Rendahnya Minat Masyarakat Indonesia pada Isu Perubahan Iklim

Selama ini, masyarakat Indonesia kurang menyadari isu perubahan iklim karena kurangnya minat untuk mengakses informasi terkait isu tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Selama ini, masyarakat Indonesia kurang menyadari isu perubahan iklim karena kurangnya minat untuk mengakses informasi terkait isu tersebut. Kini, ada sederet gerakan untuk mendorong pemerintah dan masyarakat untuk ambil bagian dalam menjaga kondisi iklim dunia.

"Riset saya menunjukkan bahwa tema percakapan terkait lingkungan hanya sekitar 27 persen, sisanya membincangkan tema yang lain," ujar Ika Idris selaku Associate Professor Monash University Indonesia pada seminar di Kampus Monash University Indonesia, beberapa waktu lalu. 

Isu perubahan iklim susah untuk dipecahkan karena adanya berbagai intervensi. Associate Professor Data Science Monash University Indonesia Derry Wijaya menyebut, "Menekan perubahan kebijakan terkait climate change susah karena agenda setting (kepentingan) media berbeda-beda, persepsi masyarakat dan pembuat kebijakan pun tidak sama."

Perubahan iklim adalah isu yang bertentangan dengan berita yang ada di berbagai negara. Derry Wijaya mengambil contoh pemberitaan Covid-19, topik hangat yang dibahas semua media. Namun, pembahasan topik memiliki perspektif yang berbeda-beda.

Perlu adanya fokus perubahan iklim dibicarakan oleh masyarakat karena hampir semua manusia merasakan dampak dari perubahan iklim. Mulai dari cuaca yang semakin panas dan curah hujan tidak menentu, pemberitaan perubahan iklim harus menjadi prioritas. 

Namun, banyak masyarakat yang belum menyadari akan hal ini karena dalam memperoleh informasi, banyak pemberitaan yang lebih memprioritaskan berita politik, ekonomi, sosial, dan lainnya. Oleh karena itu, jumlah pemberitaan soal perubahan iklim yang ada di Indonesia masih kurang. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bangkitnya Aktivis Muda di Indonesia

Kunto Wibowo selaku Head of Research Center on Communication Media and Culture, di Universitas Padjajaran, meneliti terkait bagaimana aktivis muda beserta NGO (Non-Governmental Organization) atau organisasi non profit memberikan pemahaman isu iklim di masyarakat Indonesia.

Berdasarkan survei yang dilakukan dari Yayasan Indonesia Cerah, masyarakat yang berusia 17--35 tahun, 82 persen mulai sadar dan mengetahui adanya isu perubahan iklim. Sisanya, 18 persen masyarakat belum percaya akan perubahan iklim sudah memengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia.

Masyarakat yang berumur 17--35 tahun mendapatkan informasi terkait perubahan iklim dari media sosial. Hasil penelitian yang dilakukan juga menunjukkan bahwa media sosial Twitter, Facebook, dan Instagram membuat konten untuk masyarakat muda lebih banyak di bulan Oktober. Dikatakan Kunto, hal ini bisa saja karena adanya Hari Sumpah Pemuda di bulan itu.

"Kebanyakan advokasi yang ada di media sosial lebih banyak mengajak orang untuk berpartisipasi, bukan 'keeping the flame alive' (menjaga agar isu tetap hidup), kebanyakan konten masih menjelaskan dan mengajak anak muda untuk tahu dan peduli terkait satu topik isu lingkungan saja," katanya.

3 dari 4 halaman

Dampak Aktivis Lingkungan untuk Pemuda di Indonesia

Penelitian yang dilakukan oleh Kunto membuahkan hasil bahwa saat ini 93 berita di Indonesia masih banyak yang menceritakan tentang aktivis lingkungan, terutama dengan menggunakan episodic frame. Ini adalah konsep pembingkaian suatu peristiwa dengan mengambil fokus pemberitaan di titik permasalahan tunggal, pemberitaan tidak menambahkan atau mengaitkan dengan permasalahan lain yang ada akibat peristiwa yang diangkat. 

Pemberitaan yang difokuskan ke aktivis, bukan ke kegiatan apa yang dilakukan untuk menjaga iklim dunia berhasil mendominasi tren pemberitaan yang ada di Twitter dan Instagram. "Saat ini yang menjadi PR adalah bagaimana membuat anak muda relate (menghubungkan) dengan isu lingkungan yang sedang diangkat, terutama jika kejadiannya berada di daerah yang berbeda," lanjut Kunto pada seminar perubahan iklim di Monash University.

Ia juga menambahkan bila isu lingkungan perlu masuk menjadi tren di kalangan pemuda Indonesia agar tetap bisa hidup karena 36,5 persen aktivis muda memiliki lebih banyak ruang untuk memberikan pemahaman.

4 dari 4 halaman

Cara Menaikkan Minat Masyarakat

"Dengan melibatkan jurnalis untuk memberitakan isu tentang aktivis muda, sebagai aktor pendorong perubahan karena anak muda akan merasa jika 'aktor' tersebut telah melakukan perubahan, 'saya juga bisa melakukan perubahan tersebut'," jelas Kunto Wibowo.

David Holmes selaku Director of Monash Climate Change Communication Research Hub, menjelaskan bahwa perlu adanya perubahan cara pemberitaan isu perubahan lingkungan di berita Indonesia. Ia menyarankan untuk penulis dapat memberikan gambaran deskriptif kepada pembaca, agar pembaca bisa menangkap dan memahami informasi.

Perlu juga data akurat dan relevan dari sumber yang sudah dipercayai banyak orang. Memang sebenarnya orang-orang gemar membaca pemberitaan yang pendek, tetapi jika sebuah berita panjang bila seluruh informasinya berasal dari sumber akurat, akan memberikan perubahan bagi pembaca.

"Sebelum memberikan pemahaman ke orang lain, perlu adanya literasi. Agar kita mengerti dalam membahas topik perubahan isu lingkungan yang akan kita ceritakan ke orang lain," jelas David Holmes.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.