Sukses

Benarkah Vaksin Covid-19 Menurunkan Fungsi Suntik Botox?

Vaksin Covid-19 disebut memperpendek efek suntik botox yang bisa menghilangkan kerutan di wajah.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah studi baru-baru ini menemukan keterkaitan antara vaksin Covid-19 dan suntikan neuromodulator, seperti botox. Disebutkan bahwa suntikan seperti botox mungkin kurang efektif pada penerima vaksin Covid-19.

Para peneliti menemukan bahwa setelah menerima vaksin Pfizer mRNA, waktu rata-rata para pasien untuk menyuntik ulang botox (pereda kerut) lebih pendek secara signifikan. Penelitian itu mengamati suntikan toksin botulinum utama yang dikenal sebagai BTA, khususnya pada empat brand yang beredar di pasaran, yakni Botox, Dysport, Xeomin, dan Jeuveaum. 

Botox sejauh ini yang paling banyak digunakan di Amerika Serikat. Studi itu diunggah dalam Journal of Cosmetic Dermatology yang dipublikasikan pada akhir musim gugur lalu.

Dr. Jason Emer, seorang dokter kulit yang berbasis di New York, menjelaskan berdasarkan hasil penelitian itu, pasien memerlukan dosis suntikan yang lebih tinggi atau perawatan lebih sering diperlukan untuk menjaga efek botox tetap berkesinambungan. Artinya, kata dia, suntik botox akan menghabiskan lebih banyak uang atau memerlukan lebih banyak kunjungan dokter setiap tahun.

"Dalam hal ini, botox yang biasanya bertahan dua hingga empat bulan dalam sebagian besar kasus dosis standar, mungkin bertahan lebih sedikit sekarang karena peningkatan respons kekebalan — membuat botox kurang efektif di dalam tubuh," ia menjelaskan mengutip kesimpulan penelitian tersebut, dikutip dari PageSix, Selasa (24/1/2023).

Emer pun mengamini temuan tersebut. Setidaknya itu disadarinya dari pasien-pasien yang menjalani perawatan BTA, seperti botox, di klinik mewahnya. "Ya, saya telah melihat ini," ucapnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Super-Botox

Meski begitu, ada satu solusi yang diharapkan para dokter. Daxxify, brand anyar yang digadang-gadang sebagai super-Botox diharapkan bisa mengatasi masalah tersebut.

Produk tersebut belum ada di pasaran saat penelitian dilakukan sehingga dokter belum tahu apakah efeknya juga akan menurun dengan cepat pada pasien yang telah divaksin Covid-19. Namun, mereka berhipotesis bahwa hal tersebut tidak terlalu penting karena formulasi Daxxify yang ditingkatkan telah membuatnya bertahan jauh lebih lama daripada neuromodulator lainnya di tempat kejadian.

"Daxxify mungkin modulator pilihan," kata Dr. Emer. "Produk ini cenderung bertahan lebih lama sehingga lebih berharga bagi mereka yang memetabolisme produk lebih cepat."

Bisnis berbasis kecantikan lainnya di New York juga memiliki harapan tinggi untuk Daxxify. Mark Greenspan, pendiri dan CEO BeautyFix Med Spa, mengatakan ahli injeksi spa menjalani pelatihan khusus untuk menjadi salah satu dari hanya delapan spa medis di New York City yang membawa solusi baru yang didambakan.

"BeautyFix MedSpa sekarang menyuntik klien yang datang berbagi bahwa suntikan kerut mereka memuda, mungkin karena vaksin, dengan Daxxify… karena peptida di Daxxify memperpanjang umur panjang perawatan kerut. Terkadang hingga enam bulan," kata Greenspan kepada The Post.

 

 

3 dari 4 halaman

Uji Coba

Salah satu klien BeautyFix, Brandon Sansone tak ragu mencoba keefektivan produk tersebut. "Botoxku telah memudar lebih cepat sejak menerima vaksin. Aku lalu membaca soal ini dan melihat penelitiannya," kata penduduk New York tersebut.

"Ketika (penyuntik) mengatakannya bahwa ini bisa bertahan hingga enam bulan, bukan tiga bulan atau kurang, aku putuskan untuk mencobanya," kata Sansone.

Sementara beberapa dokter menganggap data cukup meyakinkan untuk membuat perubahan, seperti mendorong kunjungan yang lebih sering atau beralih ek Daxxify, tidak semua orang meyakini bahwa studi tersebut cukup definitif untuk menyimpulkan vaksin bertangggung jawab atas pelemahan fungsi botox.

Dr. Dendy Engelman, Direktur Dermatologi di Shafer Clinicin Manhatta menyatakan bahwa bukan hanya vaksin yang dapat menyingkat umur panjang BTA. Dari olahraga, berkeringat, sauna, ruang uap, yoga panas, dan obat-obatan tertentu, semuanya dapat menyebabkan neuromodulator hilang lebih cepat.

"Ini lebih terlihat pada pria, yang biasanya sudah membutuhkan dosis yang lebih tinggi dan perawatan yang lebih sering – serta mereka yang banyak berolahraga, memiliki metabolisme yang cepat, atau menggunakan obat yang meningkatkan metabolisme untuk menurunkan berat badan, atau [orang yang mengonsumsi] Adderall," kata Dr. Emer.

 

4 dari 4 halaman

Efek Jangka Panjang

Botox merupakan racun saraf yang untuk sementara “mencegah komunikasi antara saraf dan otot,” ujar dokter kulit Mara Weinstein, MD, mengutip Fimela.com. Meski dikerjakan ahlinya, Anda harus memperhatikan efek jangka panjang dari penggunaan botox. Dikutip dari Byrdie.com, berikut beberapa efek yang akan dialami pasien dalam jangka panjang.

1. Tidak Membuat Ekspresi

Setelah menggunakan Botox secara terus menerus selama bertahun-tahun, otot akan menjadi terlatih untuk tidak membuat ekspresi yang membentuk kerutan secara agresif. Weinstein mengatakan, "Setelah kamu terbiasa membuat sedikit gerakan pada dahi setelah neurotoksin, kamu akan lebih memikirkan gerak wajahmu setelah Botoxnya menghilang."

2. Melemahkan Otot

Setelah menyuntikkan Botox, otot wajah akan akan mengalami pengurangan penggunaan. Menurut ahli bedah kulit legendaris Patricia Wexler, MD, apabila Botox dilakukan secara rutin dan dalam waktu lama, pada akhirnya otot-otot wajah akan mengalami atrofi karena kurangnya penggunaan. Sementara, otot yang tidak disuntikkan Botox tetap bekerja secara normal.

3. Membuat Kulit Tampak Lebih Tipis

Dokter Wexler mengatakan bahwa beberapa pasien mengeluhkan penipisan kulit yang terlihat setelah bertahun-tahun menggunakan Botox. Ini bukan hal yang sering terjadi, tapi bagi orang yang menggunakan Botox di usia yang terlalu muda seperti di awal usia 20-an, dapat berisiko mengalami efek samping ini.

4. Dapat Mengubah Warna dan Tekstur Kulit

Beberapa orang yang mengalami penipisan kulit, terlihat gelombang di atas otot yang disuntikkan Botox. Selain itu, ada pula perubahan warna kulit yang menurut Wexler, efek samping ini dapat dicegah. Caranya dengan mengubah pola injeksi untuk memberikan toksin dalam jumlah lebih kecil dalam distribusi yang lebih seragam untuk mendapatkan efek yang sama tanpa masalah serupa, atau pula dengan menghentikan toksin untuk waktu yang lama.

5. Membutuhkan Lebih Sedikit Botox

Penggunaan Botox selama bertahun-tahun mungkin akan membuat pasien membutuhkan perawatan yang semakin sedikit seiring waktu. Menurut dokter Michele Farber, MD., ketika otot sudah terlatih untuk tidak bergerak, itu akan membantu proses penuaan agar mencegah keriput.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.