Sukses

Survei: Akses Wifi di Pesawat Jadi Faktor Penting bagi Penumpang Selama Terbang

Sebanyak 80 persen penumpang pesawat meyakini wifi semestinya digratiskan selama penerbangan jarak jauh.

Liputan6.com, Jakarta - Inmarsat menggelar Survei Pengalaman Penumpang 2022. Hasilnya, tiga perempat penumpang maskapai penerbangan di Asia Pasifik (APAC) merasa percaya diri untuk terbang kembali, meningkat signifikan dari hanya enam persen pada tahun lalu.

Dengan pelonggaran pembatasan perjalanan secara umum, kepercayaan baru dalam perjalanan udara muncul. Hal ini tercermin dalam temuan di seluruh negara yang disurvei. India menempati urutan teratas dengan 88 persen, diikuti oleh Australia dan Singapura dengan masing-masing 79 persen, serta Korea Selatan (53 persen).

Hasil survei juga menemukan bahwa konektivitas dalam penerbangan tetap menjadi salah satu faktor yang memengaruhi pemilihan maskapai penerbangan oleh penumpang APAC. Lebih dari empat per lima (83 persen) cenderung memesan ulang tiket maskapai penerbangan dimaksud jika wifi di pesawat berkualitas tersedia selama penerbangan, meningkat sebesar 78 persen dari tahun sebelumnya.

Meningkatnya keinginan untuk tetap terhubung saat bepergian juga terbukti dengan 74 persen dari responden mengatakan penting untuk tetap terhubung ke wifi saat terbang, naik dari 39 persen pada 2021.

"Saat jutaan orang kembali terbang, hasil survei pengalaman penumpang APAC terbaru inmarsat menawarkan wawasan berharga tentang bagaimana harapan dan perilaku penumpang berkembang sejak pandemi," kata David Coiley, Wakil Presiden Regional Asia Pasifik Inmarsat Aviation, dikutip dari Travel News Asia, Minggu, 13 November 2022.

"Permintaan penumpang akan wifi yang cepat dan andal tidak pernah setinggi ini, jadi menyediakan akses ke layanan semacam itu sangatlah penting bagi maskapai penerbangan," sambung dia.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pilih Wifi daripada Alkohol

Coiley menyebut temuan itu berfungsi sebagai landasan untuk meningkatkan pengalaman penumpang saat terbang secara keseluruhan menurut digitalisasi. Ia meyakini layanan itu akan membantu mendorong loyalitas merek mereka di masa depan, sehingga membuka peluang menghasilkan pendapatan yang lebih besar bagi maskapai penerbangan di seluruh Asia Pasifik.

"Penumpang bahkan memberi tahu kami bahwa mereka akan pergi tanpa minuman beralkohol untuk memastikan mereka mendapatkan Wi-Fi dalam pesawat yang baik," ia menambahkan.

Volume penumpang APAC yang menggunakan perangkat digital dalam penerbangan tetap tinggi, sebesar 96 persen. Selain itu, 78 persen telah terhubung ke broadband dalam penerbangan saat tersedia dalam penerbangan, lebih dari dua kali lipat persentase dari tahun sebelumnya (38 persen).

Wisatawan di Asia Pasifik juga bersedia membayar untuk dapat konektivitas. Sebanyak 36 persen responden mengatakan mereka akan bersedia untuk melihat iklan dan 32 persen mengaku akan berhenti minum minuman alkohol dalam penerbangan jika mereka mendapat akses ke konektivitas yang berkualitas dan konsisten.

 

 

3 dari 4 halaman

Aktivitas Populer

Menonton film atau acara TV yang diunduh adalah aktivitas terpopuler yang dilakukan penumpang saat terhubung ke wifi. Angka itu tidak mengejutkan mengingat 32 persen mengindikasikan bahwa mereka akan membayar lebih untuk mengakses konten hiburan eksklusif dalam penerbangan saat terbang. Selain itu, 28 persen akan membayar lebih untuk unduhan tak terbatas dan penggunaan media sosial.

Meskipun hasil menunjukkan penumpang APAC bersedia membayar untuk pengalaman konektivitas yang lebih baik atau lebih selama penerbangan mereka, biaya tetap menjadi satu-satunya faktor yang paling menghambat di semua pasar. Penumpang Australia yang paling keberatan soal itu dengan hasil 53 persen.

Sebanyak 80 persen penumpang juga meyakini wifi seharusnya digratiskan dalam penerbangan jarak jauh. Sementara, 49 persen mengatakan hal yang sama untuk penerbangan jarak pendek.

"Wilayah APAC telah lama menjadi hotspot yang maju secara digital dan jelas. Ini tidak menunjukkan tanda-tanda akan melambat dalam waktu dekat, bahkan, menurut saya permintaan akan konektivitas ini akan terus tumbuh," ucap Coiley.

 

4 dari 4 halaman

Jumlah Responden

Penelitian dilakukan oleh Censuswide atas nama Inmarsat pada Agustus hingga September 2022. Mereka menyuvei 11.231 responden yang mengaku telah melakukan perjalanan via udara dalam setahun terakhir di seluruh dunia,  1507 di Inggris; 673 di Brasil; 1259 di Jerman; 507 di UEA; 1004 di Arab Saudi; 505 di Korea Selatan; 1511 di India; 1002 di Australia; 1001 di Singapura; dan 2261 di AS. 

Dari semua responden, 4.019 responden (Korea Selatan, India, Australia, dan Singapura) dianggap sebagai penumpang APAC oleh Inmarsat.

"Semua ini memberikan kesempatan kepada maskapai penerbangan untuk menggunakan konektivitas untuk meningkatkan pengalaman penumpang yang luar biasa. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan retensi dan loyalitas di antara penumpang mereka, tetapi juga dapat membuka berbagai peluang komersial untuk mendukung pemulihan berkelanjutan mereka, dan bisnis yang tahan masa depan," ujar Coiley.

Sementara, maskapai pelat merah Garuda Indonesia sudah mengikuti tren sejak Mei 2019. Maskapai itu bekerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi untuk menyediakan layanan wifi gratis bagi penumpang.

Dikutip dari kanal Bisnis Liputan6.com, Direktur Teknik dan Layanan Garuda Indonesia, Iwan Joeniarto mengatakan, dari setiap penumpang, potensi pendapatan iklan yang bisa diperoleh perusahaan berkisar antara 2--4 dolar AS. Dengan asumsi total jumlah penumpang Garuda Group mencapai 50 juta orang per 2018, berarti potensi pendapatan yang bisa diraih dari iklan menyentuh 100-200 juta dolar AS.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.