Sukses

Katun Jadi Alternatif Sustainable Produk Fashion yang Ramah Lingkungan

Semakin cepat perkembangan tren fashion, tentunya memiliki dampak negatif tersendiri oleh lingkungan.

Liputan6.com, Jakarta - Fast fashion saat ini sudah menjadi fenomena yang biasa di masyarakat. Perkembangan tren fast fashion di mulai sejak tahun akhir tahun 1990- 2000 saat industri tekstil sudah mulai memproduksi berbagai macam fashion yang terinspirasi dari selebritis, atau rumah mode terkenal kemudian diproduksi massal menjadi barang yang murah dan dengan kualitas yang bagus.

Terlebih kebiasaan belanja online terus meningkat dan membuat perkembangan fast fashion semakin berkembang pesat (goodonyou.eco). Menurut thegoodtrade.com, fast fashion adalah metode desain, manufaktur, dan pemasaran yang berfokus pada produksi pakaian dalam jumlah besar dengan cepat.

Produksi garmen mode cepat memanfaatkan replikasi tren dan bahan berkualitas rendah (seperti kain sintetis) untuk menghadirkan gaya yang murah kepada konsumen akhir.

Fast fashion dapat menyajikan banyak pilihan model baju dengan waktu produksi yang relatif singkat. namun, kerap menggunakan material-material campuran berbahan plastik/polyester yang seringkali menimbulkan masalah dan pencemaran lingkungan.

Semakin cepat nya perkembangan tren fashion, tentunya memiliki dampak negatif tersendiri oleh lingkungan, pencemaran akibat oleh industri textile pun tidak terhindari.

Meski sulit dihindari, ada salah satu pilihan yang bisa meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan yakni pemilihan bahan itu sendiri.Konsep green fashion bisa menjadi solusi di era fast fashion saat ini. Konsep green fashion atau eco fashion diartikan sebagai penggunaan bahan organik yang ramah lingkungan atau sustainable produk.Salah satu produk yang ramah lingkungan yakni bahan katun alami tanpa tambahan bahan non organik lainnya.

Menurut survei yang dilakukan oleh Global Lifestyle Monitor pada tahun 2018, sebanyak 10,000 korespon dari berbagai macam negara dengan pasar konsumen terbesar seperti China, Italia, Inggris, Jepang, Jerman, Kolombia, Meksiko, sebanyak 76 % koresponden menyukai bahan katun sebagai kaos atau pakaiannya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Katun Murni

Selain itu, sebanyak 65% konsumen menyatakan bahwa serat katun atau kapas merupakan serat yang paling berkelanjutan atau sustainable, dan 83% mempersepsikan bahwa katun merupakan serat yang aman dan nyaman (cottonusa.org).

Salah satu brand fashion yang mengikuti tren fast fashion yakni brand Zalmore asal Bandung, dengan membangun konsep sustainable produk sebagai bentuk dukungan green fashion.  Dengan menggunakan bahan serat katun organik alami, Zalmore menciptakan konsep fashion trendy yang berkualitas namun tetap memiliki harga yang terjangkau.

Zalmore, salah satu Brand lokal bandung binaan Kemenkop dan Kemenperin ini mampu menjawab isu lingkungan tersebut dengan menciptakan produk fast sustainable fashion, yang mana produk-produk dari Zalmore hadir dengan model dan tren terkini namun tetap ramah lingkungan karena menggunakan material 100% cotton sehingga dapat mengurangi dampak negatif pada lingkungan.

Untuk membedakan antara bahan katun murni tanpa campuran, menurut Aditya Hemming, COO dari Zalmore, mengatakan produk Zalmore 100% berbahan cotton. Hal itu dapat dibuktikan dengan cara membakar kain materialnya dengan api. material 100% cotton akan menjadi abu dan debu ketika dibakar, berbeda dengan campuran, biasanya terdapat kandungan polyester yang menghasilkan plastik ketika terbakar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.