Sukses

Hari Tari Sedunia, Berikut 6 Tarian Tradisional Indonesia yang Melegenda

Indonesia memiliki banyak tari yang melegenda, berikut enam di antaranya untuk dikenali lebih jauh di Hari Tari Sedunia.

Liputan6.com, Jakarta - Setiap 29 April diperingati sebagai Hari Tari Sedunia. Setiap negara tentu memiliki beragam tari yang berbeda, termasuk Indonesia. Negeri Khatulistiwa sendiri dikenal memiliki keanekaragaman suku dan budaya.

Hal ini yang kemudian melatarbelakangi munculnya berbagai tari yang melegenda. Dari sekian banyak, berikut beberapa di antaranya seperti dihimpun dari berbagai sumber, Jumat (29/4/2022).

Tari Jaipong

Dikutip dari Kemlu.goid, tari jaipong merupakan kesenian tradisional dari Jawa Barat. Pertama kali dikenalkan Gugum Gumbira dengan sebutan ketuk tilu, rupanya tarian ini memiliki dua versi sejarah.

Yang pertama, masyarakat Bandung meyakini bahwa tari jaipong merupakan gerakan berirama murni yang diciptakan Gugum Gumbira dengan memodifikasi gerakan tari ketuk tilu. Ketuk tilu merupakan tarian Sunda yang pada waktu itu mengalami kemunduran dan sedikit tertelan perkembangan zaman.

Versi kedua​, tari jaipong merupakan kesenian tradisional Jawa Barat yang berasal dari Kabupaten Karawang. Pendapat ini diungkap dengan bukti rekaman gerakan tari yang dikeluarkan Suanda Group pada 1976.

Rekaman yang menunjukkan adanya gabungan gerakan dari beberapa unsur kesenian daerah Karawang ini dimainkan dengan alat musik berupa gendang, gong, kecrek, dan alat musik pendukung lain. Keunikan gerakan yang mengolaborasikan berbagai jenis kesenian tersebut perlahan semakin dikenal masyarakat luas, termasuk Gugum Gumbira, yang kemudian memperkenalkannya di daerah kelahirannya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Tari Topeng

Tarian Topeng merupakan salah satu tarian di wilayah Kesultanan Cirebon yang dalam sebutan sekarang berarti mencakup Cirebon, Indramayu, Subang, Jatibarang, Losari, Majalengka, dan Brebes.

Saat pementasan, penari topeng biasanya disebut dalang karena mereka memainkan karakter dengan topeng-topeng itu. Tarian Topeng ini beragam dan mengalami perkembangan dalam beberapa gerakan ataupun cerita yang ingin disampaikan. Tari topeng ini bisa dimainkan satu atau beberapa orang penari.

Menurut Thomas Stamford Raffles dalam bukunya yang berjudul The History of Java, dijelaskan bahwa kesenian khas Cirebon ini adalah bentuk penjabaran dari cerita Panji. Cerita Panji merupakan kumpulan cerita yang berasal dari Jawa pada era Kerajaan Kediri.

Cerita Panji tersebut biasanya mengisahkan kepahlawanan dan cinta dari dua orang tokoh utama. Untuk pementasan, dalam satu kelompok tarian terdiri dari satu orang dalang yang menarasikan kisah tarian ini, lalu ada juga enam pemuda yang jadi penari topeng dan empat orang pemain gamelan.

3 dari 5 halaman

Tari Barong Ket

Barong Ket atau Keket adalah tarian barong paling umum yang dipentaskan di Bali. Jenis tari barong ini mempunyai perbendaharaan gerak tari yang paling lengkap. Bentuk barong dalam jenis tarian ini adalah paduan antara Singa, Macan, Sapi, dan Naga.

Badan barong dihias ukiran kulit berbentuk rumit dengan ratusan cermin berukuran kecil yang berkilau seperti permata. Barong ini dimainkan dua penari yang disebut Juru Saluk dan Juru Bapang.

Dalam pertunjukannya, tari ini umumnya dipasangankan dengan randa, yakni sosok menyeramkan yang melambangkan kejahatan. Tari Barong Ket dan Rangda menceritakan pertempuran abadi antara kebaikan dan keburukan dengan iringan musik tradisional Gamelan Semar Pangulingan.

Tari Saman

Tari Saman juga dikenal sebagai salah satu seni tari Islam. Pasalnya, tarian ini memiliki unsur-unsur keislaman, sehingga jika unsur-unsur tersebut dipisahkan dari seninya, Saman bukan lagi jadi sebuah seni, dikutip dari merdeka.

Di samping itu, tari Saman Aceh telah menjadi warisan budaya yang hingga kini masih hidup. Untuk itu, tari Saman kemudian mendapat pengakuan dari UNESCO pada 24 November 2011 sebagai warisan takbenda milik masyarakat Aceh.

Tari Saman memiliki beberapa unsur gerak, yaitu gerak tepukan tangan dan tepuk dada. Gerakan ini berupa gerak guncang, kirep, linggang, dan surang-surang. Gerakan lain dari tari ini berupa dua baris penari bernyanyi sambil bertepuk dan penari lain mengharmoniskan gerakan.

 

4 dari 5 halaman

Tari Bedhaya Ketawang

Tari Bedhaya Ketawang adalah tarian kebesaran yang hanya di pertunjukan ketika penobatan, serta peringatan kenaikan takhta raja di Kasunanan Surakarta. Tarian ini merupakan tarian sakral bagi masyarakat dan Kasunanan Surakarta. Nama Tari Bedhaya Ketawang diambil dari kata "bedhaya" yang berarti penari wanita di istana, dan "ketawang" yang berarti langit, identik dengan sesuatu yang tinggi, kemuliaan, dan keluhuran, dikutip dari dpad.jogjaprov.go.id.

Berdasarkan sejarahnya, tarian ini berawal ketika Sultan Agung memerintah kesultanan Mataram tahun 1613--1645. Pada suatu saat, Sultan Agung melakukan ritual semedi, lalu beliau mendengar suara senandung dari arah langit. Sultan agung pun terkesima dengan senandung tersebut. Ia pun memanggil para pengawal dan mengutarakan apa yang terjadi.

Dari kejadian itulah Sultan Agung menciptakan tarian yang diberi nama bedhaya ketawang. Ada pula versi lain yang mengatakan bahwa dalam pertapaannya Panembahan Senapati bertemu dan memadu kasih dengan Ratu Kencanasari atau Kangjeng Ratu Kidul yang kemudian menjadi cikal bakal tarian ini.

Namun, setelah perjanjian Giyanti pada tahun 1755, dilakukan pembagian harta warisan kesultanan mataram kepada Pakubuwana III dan Hamengkubuwana I. Selain pembagian wilayah, dalam perjanjian tersebut juga ada pembagian warisan budaya. Tari Bedhaya Ketawang akhirnya diberikan pada kasunanan Surakarta dan dalam perkembangannya, tarian ini tetap dipertunjukan saat penobatan dan upacara peringatan kenaikan takhta sunan Surakarta.

5 dari 5 halaman

Tari Serampang 12

Tari Serampang 12 adalah salah satu tari tradisional Sumatra Utara yang menitikberatkan pada perpaduan gerak Melayu Deli dengan 12 macam gerakan. Pencipta tari Serampang 12 ialah Guru Sauti. Beliau lahir pada 1903 di Pantai Cermin, Sumatra Timur, lokasi kini berada di Pesisir Timur Provinsi Sumatra Utara dan masuk dalam wilayah Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai). Ayah dan ibu Guru Sauti bernama Tateh dan Asmah.

Sedikit membahas riwayat Guru Sauti, setelah menamatkan pendidikan di Normal school voor Inland Hulpoderwijers (Sekolah Perguruan) tahun 1921 di Kota Pematang Siantar, beliau ditugaskanjadi guru sekolah dasar di Sunggal. Selanjutnya, ia jadi kepala sekolah Gouvernement Inlandschool (Sekolah Dasar Negeri) di Simpang Tiga, Perbaungan.

Hingga akhirnya Guru Sauti diangkat menjadi Penilik Sekolah (PS) yang diperbantukan pada Perwakilan Jawatan Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sumatra Utara sampai memasuki masa pensiunnya. Pada Mei 1963, Guru Sauti wafat di usia 60 tahun, dikebumikann di Kompleks Pemakaman Mesjid Raya Perbaungan.

Sebelum dikenal dengan nama Tari Serampang XII, dahulunya tarian ini dikenal dengan Tari Pulau Sari. Pada awalnya, tarian tradisional ini diiringi musik berjudul Pulau Sari. Karena itu, penamaan awal tarian mengikuti judul lagu, yakni tari Pulau Sari.

Selanjutnya, nama Pulau Sari kurang begitu tepat karena tarian ini bertempo cepat. Biasanya, nama tarian yang diawali kata "pulau" bertempo rumba, seperti tari Pulau Kampai dan tari Pulau Putri. Dengan demikian, Tari Pulau Sari lebih tepat dinamakan Tari Serampang 12. Pengubahan nama ini terjadi antara 1950 dan 1960. Nama dua belas sendiri berarti tarian dengan gerakan tercepat di antara lagu yang bernama serampang.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.