Sukses

Cerita Akhir Pekan: Mengajak Anak Agar Menghargai dan Tak Membuang-Buang Makanan

Semua anggota keluarga, terutama anak-anak harus diberi pengertian mengenai masalah sampah makanan.

Liputan6.com, Jakarta - Masalah sampah, termasuk sampah makanan, masih jadi tantangan yang harus dijawab tuntas demi mengurangi dampak lingkungan. Dalam sebuah studi, Indonesia disebut memiliki tingkat pemborosan makanan tinggi, dengan pengeluaran sampah makanan 121 kilogram (kg) per rumah tangga setiap tahunnya.

Dari jumlah itu, 77 kg di antaranya berasal dari rumah tangga. Sementara, 28 persen dari jasa makanan dan 16 persen limbah ritel. Di sisi lain, proporsi orang Indonesia yang kekurangan makanan melebihi tiga persen. Kesenjangan ini ditengarai semakin tinggi di tengah masa pandemi.

Problem ini butuh upaya kolektif dalam penyelesaiannya. Salah satunya, dan yang paling utama, adalah dimulai dari rumah kita sendiri. Semua anggota keluarga, terutama anak-anak harus diberi pengertian mengenai masalah sampah makanan. Sebagai calon penerus kehidupan bangsa, kesadaran terhadap masalah ini memang sebaiknya ditanamkan sejak kecil.

Sementara, anak-anak punya kebiasaan yang cukup berkaitan dengan sampah makanan. Misalnya, cukup banyak anak yang pemilih dalam soal makanan atau sering disebut ‘picky eater’.  Namun sebelum menyatakan si anak adalah picky eater, sebetulnya suatu bahan makanan kalau baru diperkenalkan sekali dan ditolak, itu belum dikatakan sebagai menolak.

"Kalau sampai satu jenis makanan lebih dari 15 kali ditolak, itu bisa dibilang picky eater. Orangtua juga bisa mensiasati cara memperkenalkan bahan makanan ke anak," terang Pratiwi, Coach Nutritionist GorryWell, lewat pesan pada Liputan6.com, Jumat, 12 November 2021.

Ia mencontohkan, kalau anak diberikan sayur brokoli menolak, berikutnya cobalah brokoli diolah jadi omelet. Telurnya 80 persen, brokoli hanya 20 persen. Selanjutnya, telurnya 60 persen, brokolinya lebih banyak jadi 40 persen. Begitu seterusnya sampai anak mau mengonsumsi brokoli utuh

Permasalahan lainnya, anak-anak kerap tidak menghabiskan makanannya sehingga sering bersisa dan membuatt sampah makanan bertambah banyak lagi. Menurut Pratiwi, sama seperti orang dewasa, anak juga punya sinyal kenyang dan lapar. Hanya saja, anak masih perlu mempelajari hal ini.

“Supaya makanan habis, sediakan makanan dengan porsi sesuai kebutuhan anak. Ada perhitungan atau rumusnya, tapi tiap anak bisa beda-beda. Jadi kembali lagi perhatikan sinyal kenyang dan lapar anak,” ungkapnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Pentingnya Perencanaan

Tak hanya anak-anak, semua anggota keluarga tentu diharapkan menghabiskan makanan mereka dan tidak ada makanan yang tersisa. Prariwi mengatakan, jika belanja setiap seminggu sekali, maka belanja secukupnya sesuai dengan menu plan dan jumlah orang.

"Misalnya, Senin menunya pepes ikan dan cah wortel buncis tahu dan nasi merah. Selasa, Rabu, dan seterusnya menunya apa lagi. List semua bahan yang sekiranya diperlukan, Lalu diperkirakan masaknya untuk berapa orang. Jadi intinya adalah perencanaan," ucap Pratiwi.

Dalam memilih makanan untuk anak, perang orangtua memang sangat penting. Anak ada yang memang tidak terbiasa dengan makanan yang memiliki rasa yang kuat atau tekstur yang terlalu lembek, atau terlalu kasar. Atau juga makanan dengan bau-bau tertentu dan sebagainya.

Menurut Dian Ibung, S.Psi., Psikolog dan Master Grafologi, adalah tugas orangtua agar anak lebih mudah menerima banyak jenis makanan. Para orangtua juga harus mengenalkan anak dengan beragam makanan, aneka tekstur makanan, bau makanan, dan tentu saja rasa yang berbeda. Bisa jadi anak memilih makanan hanya karena memang dia tidak terbiasa makan beragam.

"Sebaiknya orang tua juga memberi contoh bahwa orang tua makan beragam makanan (baik dari tekstur, rasa, bau, warna). Ajak anak makan bersama dan dengan melihat langsung orangtuanya, secara tidak langsung mengajarkan dan melatih kemampuan adaptasi si anak,” terang Dian pada Liputan6.com, Sabtu, 13 November 2021.

3 dari 5 halaman

Faktor Kebiasaan

Selain meminta anak untuk menghabiskan porsi makanannya, ajari juga anak untuk tahu porsinya sendiri. BIla ia tidak menghabiskan, orangtua bisa mengingatkan anak.  "Misalnya , “ Adek tadi ambil basonya 4, ternyata hanya dimakan 3. Lain kali adek ambil 3 saja. Kalau masih ingin boleh tambah. Tapi adek tidak boleh menyisakan makanan di piring adek”," tutur Dian.

"Lanjutkan dengan pesan-pesan untuk mengajak anak bersyukur. dan bertanggung jawab. Hal itu sekaligus mengajarkan anak untuk lebih perduli dengan orang lain," tambah psikolog yang masih berpraktek online selama pandemi ini, dan bisa dihubungi melalui nomor WA 0878 88238289 atau email: dianibung201@gmail.com.

Dian melanjutkan, jika orangtua/pengasuh yang mengambilkan makan anak, hendaknya berhati-hati. Jangan mengambil terlalu banyak lalu menuntut anak untuk menghabiskan. Lebih baik ambil dalam porsi kecil, lalu tambah jika memang anak masih merasa lapar.

Tak hanya anak-anak, orang dewasa terkadang juga tidak menghabiskan makanannya atau banyak makanan tersisa sehingga terpaksa dibuang. Menurut Dian,Ibung, ada berbagai faktor penyebabnya. Contohnya karena faktor kebiasaan.

Ada beberapa orang yang terbiasa memilih banyak variasi makanan. Entah karena kebiasaan sedari kecil atau karena kebudayaan setempat. Bisa juga karena lapar mata, punya uang lebih, kurang kontrol diri dan kurang realistis.

4 dari 5 halaman

Mengurangi Sampah Makanan

Ada keluarga yang kapasitas makannya sedikit atau kecil, tapi selalu menyediakan makanan yang lebih dari yang sanggup dihabiskan oleh anggota keluarga. Dengan situasi seperti itu, rasanya tidak mengherankan kalau Indonesia termasuk negara dengan jumlah sampah makanan cukup banyak.

Ada berbagai cara, meski mungkin tidak mudah, tapi bisa kita lakukan untuk mengurangi sampah makanan. Hal itu bisa dimulai dengan cara yang simpel, seperti menyediakan makanan sesuai kapasitas diri atau keluarga.Kalau punya makanan berlebih, sebaiknya diberikan kepada mereka yang memerlukan.

“Daripada didiamkan dan jadi tidak berguna. (jadi sampah), lebih baik didonasikan..Ini juga mengasah keperdulian diri sendiri dan keluarga untuk lebih perhatian kepada orang lain,” jelas Dian.

Selain itu, makanlah sesuai dengan kapasitas diri. Kita juga bisa mengolah limbah masakan menjadi kompos atau kerajinan lainnya .

“Kita juga bisa menanam kembali sisa sayur mayur yang masih bisa ditanam. Ini bisa sangat mengurangi sampah makanan dan sangat bermanfaat bagi diri kita sendiri,” tutupnya.

5 dari 5 halaman

7 Penyebab Sampah Makanan

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.