Sukses

Wisata Gunung Berapi yang Sedang Erupsi Booming, Seberapa Aman?

Tergantung pada tempatnya, wisatawan dapat mengikuti tur perahu lava, naik helikopter di atas kaldera, berselancar di lereng gunung berapi, bahkan berjalan ke tepi danau lava.

Liputan6.com, Jakarta - Pada akhir Maret lalu, ribuan orang di Islandia mendaki Lembah Geldingadalur untuk menyaksikan percikan lava berapi-api dan tumpah dari kawah gunung berapi Fagradalsfjall yang meletus untuk pertama kalinya dalam hampir 800 tahun. Tidak butuh waktu lama untuk foto dan video momen bersejarah ini memenuhi media sosial.

Saat awan abu putih membumbung di atas jejak lava beringsut jadi batu hitam yang terjal, beberapa pengunjung mengambil foto. Ada juga yang duduk dengan takjub, sementara beberapa memutuskan memanggang marshmallow di atas aliran lava, lapor National Geographic, Sabtu, 6 November 2021.

Fotografer Chris Burkard juga terpaku pada "pemandangan tidak menyenangkan, tapi indah." "Itu memesona," katanya. "Saya tidak pernah berpikir sesuatu yang sederhana seperti batu cair akan membuat saya bersemangat seperti ini."

Bukan fenomena anyar pascaletusan gunung berapi menciptakan "lahan subur" untuk pariwisata. Turis Jepang telah tidur di ryokan onsen di desa-desa dekat gunung berapi sejak abad ke-8. Reruntuhan kota Romawi kuno Pompeii, yang terawetkan selimut abu ketika Gunung Vesuvius meletus pada tahun 79 masehi, sudah memikat banyak wisatawan untuk mengikuti European Grand Tour pada abad ke-17 dan ke-18.

Tapi awan panas, percikan lava, dan letusan gunung berapi aktif memiliki daya pikat tersendiri. "Mereka adalah salah satu kekuatan alam paling purba yang dapat kita amati," kata Benjamin Hayes, kepala interpretasi dan pendidikan untuk Taman Nasional Gunung Api Hawaii di Big Island. "Anda merasakan kekuatan ibu Bumi di dekat sumber kehidupan planet ini."

Melancong ke gunung berapi aktif bukan tanpa risiko dan pertanyaan etis. Ini bisa jadi sensasi seumur hidup atau daya tarik berakibat fatal. Tergantung pada tempatnya, wisatawan dapat mengikuti tur perahu lava, naik helikopter di atas kaldera, berselancar di lereng gunung berapi, bahkan berjalan ke tepi danau lava.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bukan Tanpa Risiko

Sebagai catatan, letusan sering menghasilkan gas beracun, sulfur dioksida misalnya yang terdeteksi di Fagradalsfjall, yang dapat merusak paru-paru. Antara 2010 dan 2020, setidaknya 1.143 orang tewas dalam letusan gunung berapi.

Yang terbaru adalah gunung berapi Whakaari Selandia Baru yang tiba-tiba meletus pada 9 Desember 2019. Kejadian ini menewaskan 22 turis dan melukai 25 lainnya.

Namun, fenomena ini tampaknya lebih memicu rasa ingin tahu daripada menghalangi pariwisata. Alih-alih menghindari gunung berapi yang meletus, pencari sensasi tertarik ke daerah bencana, tren yang diperkirakan akan berlanjut bahkan setelah pandemi.

"Jika mengetahui dasar-dasarnya, Anda dapat mengamati letusan dengan cukup aman," kata Rosaly M.C. Lopes, seorang ahli vulkanologi dan ahli geologi planet di Jet Propulsion Laboratory di Pasadena, California. "Kami beruntung bahwa letusan terindah di Hawaii, Islandia, Stromboli, dan Italia bukan yang paling eksplosif."

3 dari 4 halaman

Ketahui Jenis Gunung Berapi

Penulis Volcano Adventure Guide ini mengatakan penting untuk mengetahui jenis gunung berapi yang Anda kunjungi. Volatilitas situs tertentu tergantung pada lavanya: lava tipis dan berair mengalir keluar dari gunung berapi secara perlahan, sementara lava yang tebal dan kental menyulitkan gas untuk keluar, menghasilkan letusan lebih eksplosif dan mungkin mematikan.

"Mengetahui jenis (gunung berapi) yang Anda hadapi berpotensi menyelamatkan hidup Anda," katanya.

Ketika Gunung Etna Italia meletus pada 1987, dua turis tewas. Lopes berjarak 1,6 kilometer dari mereka ketika itu terjadi. "Jika itu adalah gunung berapi seperti Etna, dan ada ledakan tiba-tiba, lihat ke atas dan lihat di mana pecahan batu akan mendarat," katanya. "Jangan lari, Anda harus menghindari mereka. Setelah serpihan mendarat, baru Anda lari."

Pada spektrum berlawanan, selama letusan tiba-tiba gunung berapi Whakaari/Pulau Putih di Selandia Baru, Lopes mengatakan, mereka yang selamat kemungkinan adalah yang berlari paling cepat.

"Beberapa orang tinggal untuk mengambil foto. Saya pikir beberapa baru saja terperangkap dan tidak bisa berlari cukup cepat," katanya. "Tapi itu adalah gunung berapi yang berbahaya, dan ahli vulkanologi tahu itu bisa meledak secara tiba-tiba."

4 dari 4 halaman

Infografis 8 Tips Liburan Akhir Tahun Minim Risiko Penularan COVID-19

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.