Sukses

Memburu Air Nira yang Makin Sulit Ditemui di Jakarta

Segarnya air nira bisa menjadi alternatif pelepas dahaga karena panasnya Jakarta. Namun, si penjual minuman tradisional ini makin jarang ditemui.

Liputan6.com, Jakarta - Air nira adalah salah satu minuman tradisional yang terbuat dari getah tandan bunga keluarga palma seperti aren, kelapa, sagu siwalan dan sebagainya. Minuman ini rasanya manis dan menyegarkan. Ditambah es, minuman ini bisa jadi alternatif pelepas dahaga dari panasnya Jakarta.

Air nira biasanya ditaruh dalam tabung bambu panjang. Penjualnya biasanya memikul empat tabung sekaligus dan disajikan dalam gelas kaca. Maka itu, setiap pedagang juga membawa serta ember berisi air bersih untuk membilas gelas tersebut.

Tapi semakin ke sini, penjual minuman ini makin susah ditemukan di Ibu Kota. Ketatnya peraturan daerah yang mengatur soal area terlarang bagi pedagang kaki lima disinyalir menjadi penyebabnya. Liputan6.com berhasil menemui salah satu yang bertahan. Zahroni namanya.

Ia biasanya mangkal di bawah jembatan layang Semanggi. Ia mulai menjual air nira sekitar pukul 9.00 WIB."Saya berangkat siang. Soalnya kalau pagi Satpol PP masih keliling, nanti saya diusir atau disita dagangan saya. Bisa rugi," kata lelaki berusia 65 tahun itu pada Senin, 2 Desember 2019. 

Setiap hari, ia memikul empat buluh bambu berdiameter 15 cm dari tempat tinggalnya di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, ke bawah jembatan Semanggi dengan berjalan kaki. Total air nira yang dibawanya sekitar 20 liter. 

Dari berjualan nira, ia bisa mengumpulkan uang sampai Rp400 ribu per hari. Namun bila sepi pembeli, pendapatannya kurang dari itu.

"Kalau sepi air niranya nggak habis. Dan biasanya lebih sering nggak habis sih," kata Zahroni. Ia juga mengatakan, minuman air nira yang sudah dicampur es dan tidak habis, harus dibuangnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dipasok dari Luar Jakarta

Zahroni berjualan air nira sejak lulus SD. Ia tidak melanjutkan sekolahnya karena keadaan ekonomi keluarganya, dan pada saat itu ia bertekad untuk membantu orangtuanya. Hingga hari ini, ia masih berjualan nira demi keluarganya, istri dan keempat anaknya yang salah satunya masih sekolah di sekolah kejuruan.

Rangkasbitung, Banten, adalah kampung Zahroni yang jadi pemasok dari kuah aren atau air nira yang ia jajakan di Jakarta. Setiap hari ada orang dari kampungnya yang datang ke Jakarta untuk membawa air nira tersebut. Biaya pengiriman ke Jakarta yang semakin mahal membuat harga air nira makin tinggi.

Air nira memiliki sebutan yang berebeda-beda di setiap daerahnya. Zahroni mengatakan bahwa minuman ini dalam bahasa Sunda disebut Laang. Warnanya memang seperti air larutan lumut, sedikit hijau dan keruh. 

Di Jakarta, Anda bisa menemukan pangkalan penjual nira di bawah jembatan Flyover Semanggi, atau biasanya juga berjejeran di pinggir jalan dekat stasiun Palmerah Jakarta Barat. "Kalau musim hujan kami nggak jualan, soalnya susah jalannya," ungkap Zahroni.

Penjual nira biasanya mangkal mulai pukul 09.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB. Dengan membayar Rp5 ribu, Anda bisa mendapat segelas air nira berukuran sedang. Biasanya, orang yang mampir minum dua gelas untuk benar-benar melepaskan dahaga dari cuaca yang panas. (Ossid Duha Jussas Salma)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.