Sukses

Cerita Muslim Indonesia Memburu Lailatul Qadar di Negeri Ginseng, Korea Selatan

Banyak muslim yang tidak ingin melewatkan Ramadhan begitu saja. Apalagi di bulan suci itu terdapat satu malam yang mulia. Malam tersebut adalah Lailatul Qadar yang dikenal sebagai malam lebih baik dari seribu bulan.

Liputan6.com, Jakarta - Banyak muslim yang tidak ingin melewatkan Ramadhan begitu saja. Apalagi di bulan suci itu terdapat satu malam yang mulia. Malam tersebut adalah Lailatul Qadar yang dikenal sebagai malam lebih baik dari seribu bulan.

Lailatul Qadar diyakini ada di antara malam-malam ganjil 10 hari terakhir Ramadhan. Pada penghujung akhir Ramadhan ini banyak umat Islam yang mengorbankan waktunya demi meraih kemuliaan Lailatul Qadar. I’tikaf menjadi salah satu cara untuk meraih malam tersebut.

Memburu Lailatul Qadar di penghujung akhir Ramadhan tidak hanya dilakukan oleh umat Islam di Tanah Air. Umat Islam di Korea Selatan juga rupanya berbondong-bondong i’tikaf di masjid dengan harapan mendapat keberkahan dari malam kemuliaan itu.

Seorang muslim Indonesia, Nabiel Muhammad Fujeri membagikan pengalamannya ketika memburu Lailatul Qadar di Negeri Ginseng. Kepada Liputan6.com Nabiel bercerita, ia pernah i’tikaf di Abu Bakr Mosque, Kota Jeonju pada 10 hari terakhir Ramadhan.

“Di masjid ini selalu terbuka untuk siapapun yang ingin i’tikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan. Karena masjidnya sangat jauh, jadi saya hanya bisa i’tikaf satu kali saja,” kata Nabiel, Minggu (17/4/2023). 

I’tikaf yang dilakukan Nabiel dalam rangka menghidupkan malam-malam penghujung akhir Ramadhan. I’tikaf tersebut diawali dengan buka puasa bersama di masjid tersebut. Kemudian dilanjut dengan salat maghrib, isya, tarawih, hingga membaca Al-Qur’an.

Kemudian pada sepertiga malam terakhir, Nabiel bersama teman-temannya dari India, Malaysia, Pakistan, Uzbekistan, dan Arab melaksanakan salat qiyamul lail berjemaah selama 8 rakaat yang ditutup dengan witir

“Setelah salat qiyamul lail, kami beribadah masing-masing kembali. Ada yang membaca Al-Qur’an, zikir, berdoa, dan menyiapkan sahur. Setelah sahur siap, kami makan sahur tersebut bersama-sama. Kami makan roti, telur urak-arik dengan sayur-sayuran, dan juga terdapat kurma,” cerita mahasiswa IPB University yang sedang mengikuti Student Exchange Program, Jeonbuk National University (JBNU), Spring 2023 ini.

Setelah melaksanakan salat subuh, agenda berikutnya di masjid tersebut adalah mengadakan forum. Nabiel dan teman-teman lainnya duduk membentuk lingkaran. Dalam forum tersebut ada satu orang yang membaca kutipan hadis dalam bahasa Inggris.

“Lalu kami diperbolehkan untuk memberikan tanggapan seperti opini, pengalaman, atau ilmu yang dipunya untuk disampaikan di forum tersebut dan diakhiri dengan menunjuk satu orang untuk membacakan kutipan hadis di hari berikutnya,” tuturnya.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Puasa di Negeri Minoritas Muslim

Bagi Nabiel, puasa di negeri orang itu berat, tapi seru untuk dijalankan. Ia tetap melaksanakan ibadah sebagaimana menjadi kewajiban muslim pada umumnya, meskipun berada di negeri yang minoritas muslim.

“Puasa Ramadhan di Korea benar-benar memberikan pengalaman baru yang gak pernah dirasakan sebelumnya,” imbuhnya.

Ramadhan di Indonesia dikelilingi oleh orang-orang yang menunaikan ibadah puasa. Mulai dari anak-anak kecil yang membangunkan sahur, banyak yang menjual takjil, dan sebagainya. Tentu nuansa Ramadhan di Indonesia sangat terasa, tapi berbeda jika di Korea.

“Kalau di Korea, masyarakat yang menjalankan ibadah Ramadhan sangat sedikit, sehingga nuansa Ramadhan yang ada di Indonesia tidak terasa kembali di sini. Tidak ada yang menjual takjil, tidak ada suara petasan yang dimainkan, tidak ada perang sarung, dan sebagainya,” ungkapnya. 

“Ditambah lagi karena teman sekamar saya berasal dari Amerika Serikat dan nonmuslim, maka saya harus bangun sahur dan menyiapkan makanan sendiri. Jadi, saya harus kuat untuk menjalankan puasa Ramadhan dengan sepenuh hati. Kalau tidak, pasti akan ragu dan setengah-setengah menjalankan puasanya karena merasa tidak seperti di bulan Ramadhan,” tambah Nabiel. 

“Namun, hal yang membuat saya merasa beruntung adalah masih ada teman-teman Indonesia-Malaysia yang berasal dari universitas saya yang ikut puasa. Jadi, masih bisa untuk buka puasa bersama di Dinning Hall kampus,” pria asal Bekasi, Jawa Barat ini melanjutkan.

3 dari 3 halaman

Toleransi Tinggi

Meski tinggal di negara yang penduduknya minoritas muslim, Nabiel tetap berkesan. Ia merasa beruntung lantaran masyarakat Korea sangat toleran dan terbuka terhadap ibadah dan agama yang ia anut. 

“Saya merasa beruntung karena bertemu dengan masyarakat nonmuslim dari lokal maupun nonlokal yang sangat toleran dan dapat terbuka untuk mengerti bahwa saya menjalankan ibadah Ramadhan,” katanya. 

Nabiel melanjutkan, ada berbagai reaksi masyarakat Korea maupun luar Korea saat ia menceritakan bahwa dirinya sedang menjalankan ibadah Ramadhan. Ada orang Korea yang langsung mengerti apa itu Ramadhan dan ada pula yang tidak tahu Ramadhan, sehingga ia harus menjelaskannya terlebih dahulu. 

“Saat saya menceritakan tidak bisa makan dari sunrise hingga sunset, mereka kaget dan langsung bertanya, ‘Apakah Anda kuat?’ Dan lebih kaget lagi saat saya menceritakan bahwa Ramadhan dijalankan 30 hari,” kata mahasiswa asal IPB University ini.

Nabiel juga bersyukur lantaran teman sekamarnya yang nonmuslim bisa mengerti kondisinya yang sedang menjalankan ibadah puasa. Temannya itu tak mempermasalahkan alarm yang sering berdering pukul 04.00 pagi utnuk sahur. 

“Dia tidak merasa terganggu. Bahkan, saat hari pertama Ramadhan, dia mengucapkan ‘happy Ramadhan” kepada saya di pagi hari,” katanya.

Selain itu, pada 10 April 2023, kampusnya yakni Jeonbuk National University (JBNU) mengadakan event untuk mendengar masukan-masukan mahasiswa internasional. Ia mengajukan kepada kampus untuk menutup Dinning Hall lebih lama. 

“Alhamdulillahnya, permintaan kami diterima. Pihak kampus membolehkan kami makan di Dinning Hall hingga pukul 20.00 yang seharusnya sudah tutup pukul 19.00 waktu setempat mulai dari tanggal 13-21 April 2023,” ucap Nabiel.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.