Sukses

Guru Wilangan Adalah Jumlah Suku Kata dalam Baris Tembang Macapat, Ini Contohnya

Guru wilangan adalah jumlah suku kata setiap baris tembang macapat.

Liputan6.com, Jakarta Guru wilangan adalah salah satu istilah yang digunakan dalam pelajaran bahasa Jawa. Tepatnya, guru wilangan dipakai dalam tembang macapat Jawa atau puisi tradisional bahasa Jawa yang disusun dengan menggunakan aturan tertentu.

Secara umum, guru wilangan adalah jumlah suku kata setiap baris tembang macapat. Biasanya setiap gatra (banyaknya jumlah lirik dalam satu bait) mempunyai sejumlah suku kata tertentu.

Dalam tembang macapat, tak hanya istilah guru wilangan saja yang digunakan. Namun juga ada istilah lain yakni guru gatra dan guru lagu. Terdapat perbedaan yang jelas dari ketiga jenis istilah dalam tembang macapat ini.

Agar lebih paham, berikut Liputan6.com ulas mengenai pengertian guru wilangan dan contohnya yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Selasa (18/7/2023).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Guru Wilangan Adalah

Dikutip dari laman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, pengertian guru wilangan adalah banyaknya jumlah suku kata dalam setiap baris tembang macapat. Tembang macapat adalah puisi tradisional bahasa Jawa yang disusun dengan menggunakan aturan tertentu.

Pernyataan yang sama juga dijelaskan dalam buku yang berjudul Pembelajaran Bahasa Jawa di Sekolah Dasar oleh Endang Sri Maruti, guru wilangan adalah jumlah suku kata di setiap baris tembang. Definisi lain mengatakan bahwa guru wilangan adalah jumlah engang atau suku kata yang digunakan dalam tembang macapat.

Dalam buku yang berjudul Kesenian Sintren Pola Media Dakwah Islam Kontemporer (2021) karya Irmawati, menjelaskan bahwa tembang macapat atau puisi tradisional bahasa Jawa memiliki guru wilangan berjumlah antara 6-12 suku kata.

3 dari 4 halaman

Perbedaan Guru Wilangan dengan Guru Gatra dan Guru Lagu

Dalam tembang macapat sendiri memiliki tiga kaidah pakem dalam tembang macapat, yakni guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu. Sebuah puisi tradisional bahasa Jawa baru dapat disebut sebagai tembang macapat, jika puisi tersebut harus ditulis dengan mengikuti kaidah guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu.

Ketiga istilah ini memiliki perbedaan pada pengertian. Yang pertama, guru gatra adalah banyaknya baris (gatra) dalam satu bait, biasanya dalam satu bait macapat terdapat 4-6 baris. Kedua, guru wilangan adalah banyaknya jumlah suku kata dalam setiap baris tembang macapat, biasanya jumlah guru wilangan dalam satu baris macapat terdapat 6-12 suku kata. Ketiga, guru lagu adalah bunyi vokal pada suku kata terakhir di setiap barisnya. Bunyi lagu pada akhir gatra antara lain adalah a, i, u, e, dan o.

4 dari 4 halaman

Contoh Tembang Macapat

Untuk lebih memahami pengertian terkait guru wilangan, berikut ini beberapa contoh tembang macapat adalah:

1. Mijil

Dedalanne guna lawan sekti,

kudu andhap asor,

wani ngalah dhuwur wekasane,

tumungkula yen dipundukanni,

ruruh sarwa wasis,

samubarangipun,

Guru gatra dalam tembang macapat Mijil adalah 6 baris atau larik. Setiap lariknya dapat berupa frasa, klausa, atau kalimat berbahasa Jawa. Sementara itu, guru wilangan dalam tembang tersebut adalah 10, 6, 10, 10, 6, 6. Maksudnya adalah, barus pertama berjumlah 10 suku kata, baris kedua berjumlah 6 suku kata, baris ketiga berjumlah 10 suku kata, dan baris keempat berjumlah 6 suku kata. Sedangkan untuk guru lagunya adalah i,o,e,i,i,u. Maksudnya, akhir suku kata setiap baris harus berupa huruf vokal.

2. Maskumambang

Wong tan manut pitutur wong tuwa ugi,

ha nemu duraka,

ing donya tumekeng akhir

tan wurung kasurang-surang

Guru gatra dalam tembang macapat Maskumambang 4 baris atau larik. Setiap lariknya dapat berupa frasa, klausa, atau kalimat berbahasa Jawa. Sementara itu, guru wilangan dalam tembang tersebut adalah 12, 6, 8, 8. Maksudnya adalah, barus pertama berjumlah 12 suku kata, baris kedua berjumlah 6 suku kata, baris ketiga dan empat berjumlah 8 suku kata. Sedangkan untuk guru lagunya adalah i, a, i,a. Maksudnya, akhir suku kata setiap baris harus berupa huruf vokal.

3. Kinanthi

Marma den taberi kulup,

angulah lantiping ati,

rina wengi den aneda,

pandak-panduking pambudi,

bengkas kahadaning driya,

supaya dadya utami.

Guru gatra dalam tembang macapat Kinanthi adalah 6 baris atau larik. Setiap lariknya dapat berupa frasa, klausa, atau kalimat berbahasa Jawa. Sementara itu, guru wilangan dalam tembang tersebut adalah 8, 8, 8, 8, 8, 8. Maksudnya adalah, barus pertama berjumlah 8 suku kata, baris kedua berjumlah 8 suku kata, baris ketiga berjumlah 8 suku kata, dan baris keempat berjumlah 8 suku kata. Sedangkan untuk guru lagunya adalah u, i, a, i, a, i. Maksudnya, akhir suku kata setiap baris harus berupa huruf vokal.

4. Pocung

Ngelmu iku kalakone kanthi laku,

lekase lawan kas,

tegese kas nyantosani,

setya budya pangekese dur angkara.

Guru gatra dalam tembang macapat Pocung 4 baris atau larik. Setiap lariknya dapat berupa frasa, klausa, atau kalimat berbahasa Jawa. Sementara itu, guru wilangan dalam tembang tersebut adalah 12, 6, 8, 12. Maksudnya adalah, barus pertama berjumlah 12 suku kata, baris kedua berjumlah 6 suku kata, baris ketiga berjumlah 8 suku kata, dan barus keempat berjumlah 12 suku kata. Sedangkan untuk guru lagunya adalah u, a, i, a. Maksudnya, akhir suku kata setiap baris harus berupa huruf vokal.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.