Sukses

Doa Memasuki Bulan Rajab Seperti yang Pernah Dipanjatkan Rasulullah SAW, Ini Lafal dan Artinya

Memasuki bulan Rajab, umat Islam disunnahkan untuk memanjatkan doa yang pernah dipanjatkan Rasulullah SAW.

Liputan6.com, Jakarta - Bulan Rajab segera tiba, menurut Kalender Hijriah Indonesia Tahun 2024 yang diterbitkan Kementerian Agama (Kemenag), 1 Rajab 1445 H jatuh pada 13 Januari 2024.

Memasuki bulan ketujuh dalam tahun hijriah ini, umat Islam disunnahkan untuk memanjatkan doa yang pernah dipanjatkan Rasulullah SAW.

Berikut doa memasuki bulan Rajab yang dicontohkan Rasulullah SAW sebagaimana dilansir dari NU Online:

 اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

Allâhumma bârik lanâ fî rajaba wasya‘bâna waballighnâ ramadlânâ

Artinya:

"Duhai Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan bulan Sya’ban dan pertemukanlah kami dengan bulan Ramadhan."

Umat Islam juga dianjurkan untuk memperbanyak puasa di bulan Rajab, tidak hanya menambah intensitas berdzikir dan berdoa.

Anjuran ini sebagaimana juga dilakukan pada bulan-bulan haram lainnya, yaitu Zulkadah, Zulhijjah, dan Muharram.

Bulan haram adalah sebutan untuk bulan yang tak boleh diisi dengan peperangan. Dengan kata lain, umat Islam dilarang melakukan peperangan di bulan-bulan tersebut.

Puasa sunnah di bulan Rajab memiliki keutamaan sebagaimana dijelaskan Riwayat al-Thabarani dari Sa'id bin Rasyid:

“Barangsiapa berpuasa sehari di bulan Rajab, maka ia laksana berpuasa setahun, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya pintu-pintu neraka jahanam, bila puasa 8 hari dibukakan untuknya 8 pintu surga, bila puasa 10 hari, Allah akan mengabulkan semua permintaannya," mengutip NU Online, Jumat (12/1/2023).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Niat Puasa Rajab

Sebelum melaksanakan puasa, umat Islam diwajibkan untuk membaca niat. Berikut niat puasa Rajab yang dapat dilafalkan pada malam hari sebelum puasa:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ رَجَبَ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnati Rajaba lillâhi ta‘âlâ.

Artinya: “Aku berniat puasa sunnah Rajab esok hari karena Allah swt.” 

Namun, jika belum sempat berniat di malam hari, Muslim tetap boleh berpuasa Rajab asalkan belum makan dan minum sejak subuh dan wajib berniat sampai sebelum waktu dzuhur tiba.

Adapun niat puasa sunah Rajab di siang hari adalah sebagai berikut:

 نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ رَجَبَ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnati Rajaba lillâhi ta‘âlâ

Artinya: “Aku berniat puasa sunnah Rajab hari ini karena Allah swt.”

3 dari 4 halaman

Bulan Paling Utama untuk Puasa Setelah Ramadhan

Puasa di bulan Rajab termasuk dalam golongan puasa sunnah. Hal ini didasarkan pada penjelasan Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Mu’in.

Ia menulis, bahwa bulan paling utama untuk ibadah puasa setelah Ramadhan ialah bulan-bulan yang dimuliakan Allah dan Rasulnya. Yang termasuk bulan-bulan mulia yakni:

  • Muharram
  • Rajab
  • Dzulhijjah,
  • Dzulqa‘dah
  • Sya‘ban.

Seperti puasa sunnah lainnya, puasa Rajab dianjurkan untuk dilakukan sebanyak mungkin. Puasa boleh dilaksanakan kapan saja selain di hari-hari yang diharamkan, yakni Idul Fitri, Idul Adha, dan tiga hari tasyrik.

4 dari 4 halaman

Mencontoh Rasulullah SAW

Berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Rasulullah SAW pernah melaksanakan puasa di bulan Rajab.

Hadits ini merupakan dialog tanya jawab dari Utsman ibn Hakim al-Anshari kepada Sa’id ibn Jubair.

“Saya bertanya kepada Sa’id Ibn Jubair tentang puasa Rajab, beliau menjawab berdasarkan kisah dari Ibnu ‘Abbas bahwa Rasulullah SAW senantiasa berpuasa sampai kami berkata nampaknya beliau akan berpuasa seluruh bulan. Namun suatu saat beliau tidak berpuasa sampai kami berkata, nampaknya beliau tidak akan puasa sebulan penuh.” (HR: Muslim). 

Rasulullah SAW sebagaimana keterangan di atas mengerjakan puasa Rajab tidak sampai sebulan.

Dalam kitab Kifayatul Akhyar, dijelaskan bahwa mayoritas ulama berpendapat, selagi khawatir akan mudharat tertentu atau melalaikan kewajiban karena puasa, maka puasa sepanjang masa hukumnya makruh. Namun, jika tidak membawa akibat tertentu, maka tidak makruh.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.