Sukses

Kemenkes Buka Etalase Fitofarmaka dan Obat Herbal Terstandar di E-Katalog

Kemenkes harap adanya peningkatan penggunaan fitofarmaka di fasilitas kesehatan

Liputan6.com, Jakarta - Plt Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), Eka Purnamasari menyebut bahwa pihaknya telah membuka etalase fitofarmaka dan obat herbal terstandar (OHT) dalam e-Katalog.

Hal ini terkait sudah diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 6 tahun 2022 untuk pemanfaatan dana di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) milik pemerintah dalam penggunaan fitofarmaka.

Selain itu, kata Eka, faskes juga bisa menggunakan dana alokasi khusus menyangkut keperluan tersebut. Sebab, belanja fitofarmaka dan OHT pada 2023 mencapai Rp11,9 miliar di faskes pemerintah.

"Kemenkes berharap adanya peningkatan penggunaan fitofarmaka di fasilitas kesehatan," kata Eka Purnamasari saat membuka Workshop Fitofarmaka Bagi Tenaga Kesehatan dan Tenaga Medis belum lama ini. 

Angka tersebut berasal dari 103 rumah sakit (RS) pemerintah dan 118 dinas kesehatan. Oleh RS senilai Rp2,6 miliar untuk fitofarmaka, dan Rp1,8 miliar untuk OHT.

Sedangkan dari Dinkes sebesar Rp6,3 miliar untuk fitofarmaka dan Rp 1,2 M untuk OHT.

"Kemenkes sudah memfasilitasi adanya Rencana Kerbutuhan Obat (RKO) untuk fitofarmaka, sehingga Puskesmas bisa mengajukan RKO ke Dinkes setempat," ujarnya.

Kemudian Eka menambahkan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara tegas telah mendorong peningkatan penggunaan produk dalam negeri melalui Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022.

Fitofarmaka adalah produk dalam negeri yang penggunaannya harus ditingkatkan sebagai implementasi dari instruksi tersebut.

"Melalui Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022, tentang percepatan penggunaan produk dalam negeri, Bapak Presiden sudah menegaskan kembali dukungan keberpihakan pemerintah terhadap penggunaan produk dalam negeri, termasuk fitofarmaka, yang merupakan produk unggulan hasil pengembangan obat bahan alam Indonesia yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah melalui uji pra klinik dan uji klinik," kata Eka.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Fitofarmaka Terasosiasi dengan Ciri Obat Modern

Masih dari acara yang sama, Staf Khusus Menteri Kesehatan, Prof Laksono Trisnantoro, menyatakan, jika fitofarmaka bisa diresepkan oleh dokter maka terasosiasi dengan ciri obat modern dan diberikan setelah proses diagnostik.

Namun, fitofarmaka akan bersaing dengan obat ethical lainnya, terutama obat-obatan off paten.

Pendanaan fitofarmaka ada tier non-BPJS dan tier BPJS. Jika Indonesia bisa menganggarkan 5 persen dari GDP untuk kesehatan, ada potensi 2 persen dari Rp16 ribu triliun atau sekitar Rp320 triliun untuk kesehatan.

Kemudian, Ketua Tim Kerja Seleksi Fitofarmaka Kemenkes, Ninik Haryati, menambahkan, pada UU Kesehatan pasal 1 dijelaskan bahwa sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat bahan alam, dan bahan obat bahan alam.

"Artinya untuk obat bahan alam tidak hanya dari tumbuhan tapi bisa hewan dan jasad renik. Penggolongan obat bahan alam, salah satunya adalah fitofarmaka," katanya.

 

3 dari 4 halaman

Macam-Macam Fitofarmaka

Terkait dengan kebijakan penyediaan obat tradisional, melalui Permenkes 6/2022 tentang Pemanfaatan Dana Kapitasi, Kemenkes telah meluncurkan Formularium Fitofarmaka yang dapat digunakan sebagai acuan penggunaan fitofarmaka di fasilitas pelayanan kesehatan.

Dalam formularium tersebut, ada lima fitofarmaka, salah satunya berkhasiat sebagai imunomodulator berbahan baku meniran.

"Tujuan disusunnya Formularium Fitofarmaka adalah menempatkan fitofarmaka yang terpilih dan menjadi acuan Dana Alokasi Khusus," ujarnya.

Penerapan Formularium Fitofarmaka menggunakan Dana Alokasi Khusus dan Dana Kapitasi sesuai dengan kewenangan dan dapat digunakan di FKTP/Puskesmas dan juga Fasilitas Kesehatan Tingkat Rujukan/Lanjutan (FKTRL) seperti klinik utama atau yang setara.

 

4 dari 4 halaman

Fitofarmaka Pernah Diusulkan Masuk Formularium Nasional

Prof Laksono Trisnantoro lalu mengungkap bahwa fitofarmaka memiliki khasiat setara obat. Oleh sebab itu, Laksono menyatakan bahwa fitofarmaka sebenarnya dapat dibiayai oleh BPJS Kesehatan.

"Pemanfaatan fitofarmaka bisa didanai BPJS Kesehatan," ujarnya.

Dilanjutkan Peneliti Penyakit Dalam dan Infeksi FKKMK Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Yanri Wijayanti, ada beberapa bahan baku fitofarmaka yang meningkatkan daya tahan tubuh di antaranya echinacea, garlic, ginseng, dan meniran.

"Saat ini yang sudah masuk formularium fitofarmaka adalah meniran," katanya.

Sedangkan Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam FK UGM sekaligus Profesor Reumatologi dan Obat Herbal RSUP Dr. Sardjito, Prof Dr dr Nyoman Kertia SpPD-Kr Finasim, menanggapi, Komite Nasional Seleksi Fitofarmaka sedang mendorong masuknya fitofarmaka ke Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS).

"Kami meminta bantuan teman-teman semua, Bu Ninik, untuk bisa sampai masuk ke puskesmas dan rumah sakit. Di Sarjito, dokter di bangsal sudah memberikan kepada pasien, artinya dokter menerima," pungkasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini