Sukses

Demensia Adalah Jenis dari Penyakit Alzheimer, Kenali Gejala, Penyebab, hingga Penanganannya

Demensia penyakit apa? Apa bedanya dengan penyakit Alzheimer? Apa gejala demensia?

Direview oleh:
dr Ainni saat ini adalah dokter umum di Rumah Sakit Bakti Timah, Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau.

Liputan6.com, Jakarta - Demensia adalah kondisi yang ditandai dengan menurunnya daya ingat seseorang. Namun, pada dasarnya demensia bukanlah suatu penyakit melainkan serangkaian gejala penurunan kognitif yang mengganggu seseorang dalam melakukan kegiatan harian. Penyakit Alzheimer adalah salah satu jenis dari demensia.

Demensia mengacu pada gejala kognitif seperti kehilangan ingatan, kesulitan berpikir jernih, kesulitan fokus, dan ketidakmampuan mengendalikan emosi.

Meski demensia umumnya ditandai dengan hilangnya ingatan, ini berbeda dengan amnesia. Kehilangan ingatan saja tidak berarti seseorang mengidap demensia meski seringkali merupakan salah satu tanda awal dari kondisi ini.

Gejala Demensia

Tanda-tanda penurunan kognitif dapat bervariasi bagi setiap orang, tapi ada beberapa yang khas dari gejala demensia, yaitu:

  • Kebingungan
  • Kesulitan memahami orang lain
  • Kesulitan membaca atau menulis
  • Halusinasi, delusi, atau paranoia
  • Sulit berbicara
  • Impulsif
  • Kehilangan minat
  • Hilang ingatan
  • Masalah dengan gerakan
  • Berkeliaran dan tersesat (bahkan di tempat yang familiar).

Melansir Verywell Health, gejala demensia sering dikategorikan menjadi tiga tahap: tahap awal, tahap menengah, dan tahap akhir. Gejala meningkat dan biasanya semakin memburuk saat seseorang berpindah dari tahap awal ke tahap akhir.

Demensia Tahap Awal

Pada tahap ini, kemampuan fungsi otak penderita masih dalam tahap normal. Sehingga, gejala demensia tahap awal sering terabaikan.

Selama tahap ini, seseorang bisa mengalami kelupaan, lupa waktu, dan tersesat di tempat yang bukan tempat baru atau asing.

Orang dengan demensia tahap awal umumnya masih dapat melakukan kegiatan harian secara mandiri.

Demensia Tahap Tengah

Gejala sering menjadi lebih jelas saat demensia berkembang ke tahap tengah. Seseorang dapat melupakan kejadian yang baru dilakukan atau bahkan nama orang yang dekat dengannya.

"Mereka mungkin menjadi mudah bingung, kesulitan berkomunikasi, dan berulang kali mengajukan pertanyaan."

Pada tahap ini, orang dengan demensia memerlukan bantuan untuk menyelesaikan tugas sehari-hari, seperti yang melibatkan kebersihan pribadi.

Mereka juga mengalami perubahan kepribadian, menjadi lebih mudah gelisah, mudah marah, dan bersikap kasar.

Mereka juga bisa mengalami kesulitan tidur, kesulitan dalam membaca dan menulis, menjadi apatis, menarik diri dari lingkungan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Demensia Tahap Akhir

Gejala menjadi sangat parah ketika demensia memasuki tahap akhir. Ketika sudah masuk ke tahap ini, seseorang dapat dikatakan mengalami demensia berat.

Orang dengan demensia stadium akhir sering kali membutuhkan pengasuh penuh waktu karena demensia pada tahap ini menyebabkan pasien tidak dapat hidup mandiri

Tahap ini dapat melibatkan gejala-gejala berikut:

  • Inkontinensia kandung kemih atau usus (buang air tidak terkendali)
  • Delusi (pikiran dan pandangan yang tidak rasional)
  • Halusinasi (melihat atau mendengar hal-hal yang tidak ada)
  • Peningkatan kehilangan memori
  • Paranoia (yaitu, meningkatnya kecurigaan terhadap orang-orang di sekitar)
  • Berkurangnya mobilitas (yaitu, kesulitan berjalan, menelan, makan, atau berpakaian).
3 dari 6 halaman

Penyebab Demensia

Demensia adalah hasil dari kerusakan pada sel saraf otak di bagian tertentu, sehingga menurunkan kemampuan berkomunikasi dengan saraf tubuh lainnya, dan mengakibatkan kemunculan gejala sesuai dengan area otak yang mengalami kerusakan.

Ketika sel-sel di bagian otak yang mengontrol pemikiran dan ingatan rusak, maka fungsi-fungsi ini menjadi terganggu.

Para peneliti masih mempelajari apa yang sebenarnya berkontribusi pada kerusakan sel-sel ini. Genetika dianggap berperan dalam perkembangan demensia. Namun, siapa pun masih mungkin untuk mengalami kondisi tersebut meskipun tidak memiliki riwayat keluarga demensia.

Ada berbagai macam kondisi dalam kasus demensia. Ada jenis demensia yang berkembang secara progresif, dan ada juga kondisi lain yang menyerupai demensia yang terjadi karena reaksi tertentu dan dapat ditekan.

Beberapa kondisi kesehatan juga dapat menyebabkan demensia, seperti:

  • Penyakit Creutzfeldt-Jakob: Gangguan otak neurodegeneratif yang langka dan fatal
  • Penyakit Huntington: Kerusakan sel saraf otak
  • Penyakit Parkinson: Orang dengan Parkinson tahap akhir dapat mengalami demensia
  • Sindrom Wernicke-Korsakoff: Kekurangan vitamin B1 yang dapat menyebabkan pendarahan di otak.
4 dari 6 halaman

Faktor Risiko Demensia

Ada beberapa kelompok orang yang berisiko lebih tinggi terkena demensia. Faktor risiko demensia meliputi:

  • Usia: Kebanyakan penderita demensia berusia 65 tahun atau lebih.
  • Riwayat keluarga: Jika orangtua atau saudara kandung menderita demensia, maka risiko untuk mengembangkan kondisi tersebut meningkat.
  • Kondisi kesehatan: Beberapa kondisi kesehatan—seperti tekanan darah tinggi dan kolesterol tinggi—meningkatkan risiko seseorang terkena demensia. Cedera otak traumatis (TBI) juga dapat meningkatkan risiko demensia.
  • Ras: Rata-rata, orang Afrika-Amerika dan Hispanik (Spanyol atau Amerika Latin) memiliki risiko lebih tinggi terkena demensia daripada orang kulit putih.

Sementara itu, faktor-faktor risiko demensia yang dapat dikendalikan atau dihindari, di antaranya:

  • Kebiasaan merokok
  • Pola makan tidak sehat
  • Jarang berolahraga
  • Kebiasaan minum minuman beralkohol
5 dari 6 halaman

Penanganan Demensia

Sayangnya, tidak ada obat untuk demensia. Namun, ada sejumlah pilihan pengobatan, mulai dari terapi hingga pengobatan yang berpotensi membantu penderita beradaptasi dengan kondisinya, menghambat gejala yang muncul, dan menghindari komplikasi bagi mereka yang mengalami kondisi tersebut.

Beberapa jenis terapi yang bisa dilakukan adalah:

Terapi Perilaku Kognitif

Terapi ini bertujuan untuk merangsang daya ingat, kemampuan memecahkan masalah, dan kemampuan berbahasa dengan melakukan kegiatan kelompok atau olahraga.

Seseorang dengan demensia kemungkinan besar akan mengalami berbagai emosi seperti lekas marah, depresi, cemas, dan apatis.

Terapi perilaku kognitif (CBT) dapat membantu pasien demensia tahap awal hingga menengah mempelajari mekanisme koping adaptif untuk memproses perasaan sulit, membingkai ulang pikiran negatif, dan mengelola perilaku.

Dalam beberapa kasus, baik pasien maupun pengasuh dapat menghadiri sesi terapi bersama untuk mengatasi setiap masalah mereka. Dan menciptakan lingkungan yang mendukung bagi kedua belah pihak.

Terapi Kenang-kenangan

Terapi ini berguna untuk membantu penderita mengingat riwayat hidupnya, seperti kampung halaman, masa sekolah, pekerjaan, hingga hobi.

Terapi kenang-kenangan juga dapat membantu meningkatkan kesejahteraan psikologis pada pasien demensia. Selama terapi kenang-kenangan, seorang terapis mendorong klien untuk mengingat kenangan hidup mereka sendiri.

Terapis kenang-kenangan dapat menggunakan video, rekaman, foto, dan lainnya untuk membantu seseorang mengingat.

Praktik ini dapat bermanfaat bagi suasana hati dan kognisi seseorang, meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami efek jangka panjangnya.

Terapi Okupasi

Terapi ini bertujuan untuk mengajarkan pasien cara melakukan aktivitas sehari-hari dengan aman sesuai kondisinya, dan mengajarkan cara mengontrol emosi dalam menghadapi perkembangan gejala.

Terapi okupasi dan/atau wicara dapat membantu, terutama karena demensia secara progresif mengubah kemampuan seseorang untuk melakukan tugas sehari-hari atau menggunakan dan memahami bahasa.

Terapi Musik dan Seni

Terapi musik dan terapi seni dapat meningkatkan kualitas hidup penderita demensia. Terlibat dalam aktivitas yang menyenangkan, secara umum, dapat membantu meningkatkan suasana hati dan menjadi pelampiasan yang berguna.

6 dari 6 halaman

Obat-Obatan Pasien Demensia

Selain terapi, obat-obatan juga dapat direkomendasikan dokter untuk mengatasi demensia.

Food and Drug Administration (FDA) telah menyetujui sejumlah obat berbeda untuk mengobati demensia. Namun, perlu dicatat bahwa sebagian besar obat ini dirancang khusus untuk penyakit Alzheimer.

Beberapa obat yang disetujui untuk mengobati demensia meliputi:

  • Aricept (donepezil)
  • Exelon (rivastigmin)
  • Razadyne (galantamine)
  • Antiansietas
  • Antipsikotik
  • Antidepresan

Obat-obatan ini dirancang untuk memperlambat penurunan kognitif pada pasien demensia. Seperti obat lainnya, ada potensi efek samping yang terkait dengan penghambat asetilkolinesterase. Seperti mual, muntah, dan insomnia.

Mereka yang memiliki kondisi kesehatan yang sudah ada sebelumnya seperti penyakit pernapasan atau gangguan kejang harus berhati-hati saat mengonsumsi obat ini.

Selain pengobatan media, ada juga beberapa perawatan rumahan yang dapat membantu mengelola demensia, yaitu:

  • Menerapkan pola makan sehat
  • Olahraga teratur
  • Rutin memeriksakan kesehatan
  • Minum obat sesuai resep
  • Tidur yang teratur

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.