Sukses

Beredar Daftar 15 Obat Mengandung Bahan Berbahaya, Kemenkes: Tidak Benar

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dengan tegas mengatakan bahwa tidak benar tentang kabar yang beredar tentang 15 obat mengandung bahan berbahaya di Whatsapp Group maupun media sosial.

Liputan6.com, Jakarta Beredar di media sosial dan grup WhatsApp mengenai daftar 15 obat yang disebut-sebut mengandung bahan berbahaya. Daftar obat berbentuk cair tersebut pun dikait-kaitkan dengan kemungkinan mengandung etilen glikol yang diduga terkait dengan gangguan ginjal akut misterius.

Terkait daftar 15 obat yang beredar tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dengan tegas mengatakan tidak mengeluarkan daftar tersebut.

"Bukan dari Kementerian Kesehatan list-nya," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi kepada Health Liputan.6com ditulis Kamis, 20 Oktober 2022.

Hal senada juga disampaikan Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril. "Dapat kami pastikan bahwa informasi tersebut tidak benar."

Lebih lanjut, Syahril mengatakan bahwa Kemenkes tidak pernah mengeluarkan daftar yang memuat nama obat dan identifikasi kandungan senyawanya seperti yang saat ini banyak beredar.

Saat ini, Kemenkes bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), ahli epidemiologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Farmakolog dan Puslabfor Polri masih melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut misterius yang sudah terjadi pada 206 anak.

"Saat ini Kementerian Kesehatan dan BPOM masih terus menelusuri dan meneliti secara komprehensif termasuk kemungkinan faktor risiko lainnya," kata Syahril mengutip Antara.

Sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia Dante Saksono Harbuwono mengatakan, identifikasi obat yang berlangsung menemukan ada 15 obat yang masih mengandung etilen glikol.

"Kita sudah mengidentifikasi 15 dari 18 obat yang diuji uji (obat) sirup masih mengandung Etilen Glikol (EG) dan kita identifikasi lagi bahwa EG ini bisa bebas (dari obat sirup)," kata Dante di sela-sela acara 'Hospital Expo PERSI' di Jakarta Convention Center pada Rabu, 19 Oktober 2022.

Meski begitu, Dante tidak menyebut secara rinci, obat-obatan mana saja yang sedang dilakukan pengujian terkait kandungan etilen glikol (EG). 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kemenkes Larang Penggunaan Obat Sirup

Dari awal tahun hingga 18 Oktober 2022, sudah ada 206 anak-anak Indonesia mengalami gagal ginjal akut progresif atipikal ini. Dari 206, 99 orang anak meninggal karena penyakit yang belum diketahui penyakitnya ini.

Untuk meningkatkan kewaspadaan dan upaya pencegahan, Kemenkes sudah meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirup. Penghentian penggunaan obat sirup dilakukan sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas dilakukan.

Kemenkes juga meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirup kepada masyarakat sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.

“Kemenkes mengimbau masyarakat untuk pengobatan anak, sementara waktu tidak mengkonsumsi obat dalam bentuk cair/sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan,” tutur Syahril dalam konferensi pers secara daring pada Rabu, 20 Oktober 2022.

 

3 dari 4 halaman

Alternatif Pengganti Obat Sirup

Mengingat untuk sementara waktu, obat yang dikonsumsi bisa berbentuk selain cair atau sirup. Sebagai alternatifnya, masyarakat diperbolehkan untuk menggunakan obat dalam bentuk lain seperti tablet, kapsul, atau suppositoria.

Syahril mengungkapkan bahwa aturan penghentian sementara untuk menjual dan mengonsumsi obat sirup berlaku untuk semua obat. Bukan hanya parasetamol semata.

"Sesuai dengan edaran yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, jadi semua obat sirup atau obat cair (yang dihentikan sementara), bukan hanya parasetamol. Ini diduga bukan kandungan obatnya saja, tapi komponen-komponen lain," kata Syahril.

4 dari 4 halaman

Jejak Senyawa Berbahaya

Sejak merebaknya kasus gangguan ginjal akut di Indonesia, Kemenkes RI memang telah melakukan penelitian dengan sejumlah ahli epidemiologi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, dan Puslabfor.

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan pada sisa sampel obat yang dikonsumsi para pasien, memang ditemukan adanya jejak senyawa yang berpotensi menyebabkan gangguan ginjal akut progresif atipikal ini.

"Dalam pemeriksaan yang dilakukan terhadap sisa sampel obat yang dikonsumsi oleh pasien, sementara ditemukan jejak senyawa yang berpotensi mengakibatkan Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal . Saat ini kementerian kesehatan dan BPOM masih terus menelusuri dan meneliti secara komprehensif termasuk kemungkinan faktor risiko lainnya," kata Syahril. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.