Sukses

Sengaja Dekatkan Anak pada Pasien Campak agar Tertular, Dokter: Lebih Baik Imunisasi Ketimbang Kena Infeksi

Ada orangtua yang sengaja menulari anak dengan virus campak. Cara itu tidak boleh dilakukan. Dokter ingatkan agar orangtua perlu membentengi anak dengan imunisasi campak.

Liputan6.com, Jakarta Orangtua zaman dulu kerap mendekatkan anak sehat pada pasien campak dengan harapan sang buah hati ikut tertular.

Tindakan ini berdasar pada pengetahuan tentang kekebalan tubuh yang bisa didapat dengan dua cara. Pertama dengan pemberian vaksinasi atau imunisasi dan kedua dengan infeksi.

Para orangtua di masa lalu pun meyakini bahwa anak yang sudah terkena campak akan memiliki kekebalan dan takkan terserang campak lagi di masa mendatang. Namun, pemikiran seperti ini dinilai keliru oleh para dokter spesialis anak. Pasalnya, sengaja menginfeksi anak dapat membahayakan, terutama bagi anak yang mengalami gizi buruk.

“Kalau orang dulu tuh kan, satu anak campak sengaja dideketin supaya terkena campak biar sakit barengan, sembuh barengan. Tapi hati-hati, anak yang gizinya kurang, apalagi gizi buruk, itu daya tahan tubuhnya lemah dan virus campak ini dahsyat sekali,” kata Ketua Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Profesor Hartono Gunardi dalam peringatan Pekan Imunisasi Dunia (PID) bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes), di Jakarta, Senin 18 Maret 2024.

Virus campak disebut dahsyat karena dapat melumpuhkan sistem pertahanan tubuh anak yang terkena. Jika pertahanan tubuh anak lumpuh, maka dapat timbul berbagai macam komplikasi.

“Jadi hati-hati (jangan) mengumpulkan anak-anak agar ketularan semua,” imbau Hartono saat menjawab pertanyaan Health Liputan6.com.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Bentengi Anak dari Campak dengan Imunisasi

Alih-alih sengaja menulari anak dengan virus campak, orangtua perlu membentengi anak dengan imunisasi campak.

Hartono mengatakan, imunisasi campak dapat dilakukan bahkan hingga tiga hari setelah anak dicurigai melakukan kontak dengan pasien campak.

“Misalnya kalau kita tahu dia (anak) kontak dengan si A, si A itu ternyata campak. Nah kalau kontaknya kurang dari tiga hari, tiga kali 24 jam, masih keburu kita lakukan imunisasi.”

“Imunisasi itu melindungi terhadap campak yang berat yang mungkin diderita oleh anak. Jadi kalau kontak kan belum tentu dia sakit, nah dalam tiga hari itu masih ada waktu untuk imunisasi, untuk melindungi dari campak,” jelas Hartono dalam acara yang digelar Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes.

3 dari 5 halaman

Menginfeksi Buah Hati dengan Virus Campak Termasuk Pelanggaran Hak Anak

Dalam kesempatan yang sama, dokter spesialis anak subspesialis kesehatan anak infeksi dan penyakit tropis, Hinky Hindra Irawan Satari memberi tanggapan senada.

Dia membenarkan bahwa tindakan ibu mendekatkan anak dengan pasien campak memang terjadi di tengah masyarakat. Menurutnya, tindakan ini termasuk dalam pelanggaran hak anak.

“Ini sering dilakukan, disatuin tuh anak-anak supaya ibunya enggak repot. Itu melanggar hak anak, ada undang-undangnya. Anak-anak itu enggak boleh disuruh jadi sakit. Dan anak enggak punya daya untuk menolak keinginan orangtuanya,” ujar Hinky.

“Harusnya diisolasi lalu divaksinasi, bukan terus disatuin biar dia jadi menderita,” tambahnya.

Hinky menegaskan, anak tak berkah mendapatkan infeksi dan kekebalan dari infeksi, tapi hak anak adalah mendapat perlindungan sebelum infeksi dengan imunisasi.

“Anak itu harus dilindungi, jangan disakiti atau diberi sakit.”

4 dari 5 halaman

Imunisasi Bukan untuk Anak yang Sedang Sakit

Sementara, bagi anak yang tengah sakit campak, Hinky mengatakan bahwa mereka tidak dianjurkan untuk mendapat vaksinasi.  

“Kalau lagi sakit, enggak bisa divaksinasi, kalau setelah sembuh sebagian besar yang terkena campak dia kebal seumur hidup,” jelas Hinky.

Namun, meski anak yang terkena campak akan kebal terhadap infeksi yang sama setelah sembuh, tapi ia tetap belum memiliki kekebalan terhadap rubella.

Artinya, anak penyintas campak sudah tak butuh vaksin campak karena sudah memiliki kekebalan lewat infeksi, tapi masih butuh vaksin rubella.

Sementara, vaksin yang tersedia di Indonesia adalah vaksin MR (measles rubella). Ini adalah satu vaksin yang mencegah dua penyakit yakni campak dan rubella.

Menurut Hinky, vaksin MR tetap dapat disuntikkan meski M atau measles (campak) sudah tak dibutuhkan.

“Di Indonesia kan yang tersedia vaksinnya MR, jadi gimana disuntik MR boleh apa enggak? Dianjurkan, karena vaksin itu kan virus yang dilemahkan, si virus yang dilemahkan dalam komponen vaksin itu akan dinetralisir oleh antibodi yang telah dimiliki anak itu. Tapi kan rubella anak itu belum punya, nanti kekebalan rubellanya akan terbentuk,” jelas Hinky.

5 dari 5 halaman

Imbau Masyarakat Lengkapi Imunisasi Anak

Mendengar penjelasan Hartono dan Hinky, Direktur Pengelolaan Imunisasi Kemenkes, Prima Yosephine setuju dengan apa yang disampaikan dua dokter anak tersebut.

“Kita perlu bisa meluruskan jalannya orangtua, nih anak kasihan nih, bukan dikasih gizi malah penyakit yang dikasih,” ujar Prima dalam konferensi pers yang sama.

Dia juga mengimbau masyarakat untuk melengkapi imunisasi sebagai bentuk pemenuhan hak anak.

“Karena hak anak adalah mendapat kesehatan, salah satunya dengan cara cegah dia untuk terinfeksi atau mendapatkan penyakit-penyakit yang berbahaya, yang sesungguhnya bisa dicegah dengan imunisasi,” pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.