Sukses

Upaya BKKBN dan Kementerian Tekan Angka Stunting Selama 6 Bulan ke Belakang

Kasus stunting di Indonesia masih menjadi perhatian berbagai pihak terutama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Sejauh ini, berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan angka stunting.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus stunting di Indonesia menjadi perhatian berbagai pihak, terutama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Sejauh ini, berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan angka stunting yang kini berada di angka 24,4 persen.

Menurut Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, dalam enam bulan terakhir pihaknya telah melaksanakan program spesifik.

“Program spesifik ini bagaimana mengawal mereka (masyarakat) terkait proses reproduksi. Semua kementerian lembaga memiliki komitmen, kami dan Kementerian Agama berkomitmen untuk tidak menikahkan pasangan sebelum diperiksa (kesehatan reproduksinya),” ujar Hasto saat ditemui di gedung BKKBN, Jakarta, Kamis (11/8/2022).

Kemudian, lanjut Hasto, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memiliki komitmen untuk bantuan-bantuan jamban dan sebagainya difokuskan kepada pasangan usia subur.

“Kalau ada nenek-nenek enggak punya jamban tapi juga ada ibu muda yang hamil tapi enggak punya jamban, kalau uangnya terbatas ya mohon maaf ibu yang akan punya bayi ini diutamakan dulu. Artinya, ibu yang akan punya bayi jadi prioritas.”

Kementerian PUPR dengan BKKBN kemudian bekerja sama untuk memastikan data-data terkait hal tersebut.

“Ada pula bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) terus Kementerian Pertanian juga memiliki program Rumah Pangan Lestari yang dikoneksikan dengan keluarga yang hamil dan hendak hamil.”

Gerakan enam bulan ke belakang juga melibatkan tim pendamping keluarga. Sebelumnya, tim ini tidak ada, tapi selama 6 bulan ke belakang tim ini ada untuk mendampingi  warga yang hamil dan melahirkan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Audit Stunting

Selama 6 bulan ini juga ada tim audit stunting yang tersebar di masing-masing daerah. Audit tersebut dilakukan untuk mencari tahu penyebab terjadinya stunting, memproses bukti dan data dari temuan di lapangan, untuk membuat kebijakan dan program agar tidak terjadi kasus baru.

“Kita juga sudah mulai survei status gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, kita tunggu lah hasilnya.”

Hasto juga menyinggung soal Dana Alokasi Khusus (DAK) Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB). Menurutnya DAK BOKB harus memengaruhi percepatan penanganan stunting.

“Karena stunting sangat dipengaruhi jarak kehamilan dan jarak kelahiran, kalau dana BOKB-nya enggak diserap berarti banyak yang harusnya KB enggak KB, stuntingkan kebanyakan terjadi ketika jarak kehamilan terlalu dekat.”

Terkait serapan anggaran BOKB, ia menyebut sekitar 38 hingga 48 persen.

Di lapangan, Hasto banyak menemukan kasus jarak kelahiran terlalu dekat, misalnya anak pertama usia 2 dan anak kedua berusia 7 bulan. 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Angka Stunting

Jarak kelahiran terlalu dekat ia sebut sebagai “malapetaka” di sisi lain, bisa pula timbul kecemburuan pada anak atau anak tidak terurus. Jika anak tidak diurus dengan baik, risiko stunting semakin tinggi.

Hasto juga menyampaikan bahwa kasus stunting di Indonesia kini berada di angka 24,4 persen. Sedangkan, angka kematian ibu karena melahirkan pada tahun ini berada di kisaran 1.600.

“Kematian ibu karena melahirkan sekitar 1.600. Ini angka seluruh Indonesia dan artinya turun,” ujar Hasto.

Data BKKBN menunjukkan, pada 2020 angka kematian ibu karena melahirkan adalah sebanyak 4.400.

Hasto juga menyampaikan bahwa setiap calon ibu termasuk ibu-ibu muda harus mencegah stunting. Ia pun menjabarkan kiat-kiat agar ibu-ibu muda tidak melahirkan anak stunting.

“Di Indonesia itu yang nikah dalam setahun ada 2 juta, yang mau nikah ini harus dipastikan tidak anemia, tidak kurus, lingkar lengannya diukur ada 23,5 cm tidak, kalau belum 23,5 belum boleh hamil dulu,” Hasto menambahkan.

4 dari 4 halaman

Program Antenatal Care

“Itu jangan hanya dikonseling, maksud saya programnya 3 bulan sebelum nikah, perempuan semua harus periksakan pemeriksaan enggak mahal kalau dibandingkan prewedding. Paling 100 ribu sudah oke.”

Selain itu, ada juga program antenatal care yang didukung oleh Kementerian Kesehatan dengan distribusi alat USG. Ini berguna untuk deteksi dini terhadap kejadian-kejadian pertumbuhan yang lambat.

Kemudian, setelah anak lahir maka air susu ibu (ASI) eksklusif harus diberikan karena 6 bulan itu enggak boleh masuk apa-apa ke dalam mulut kecuali puting ibu.

Jika 6 bulan pertama kehidupan bayi tidak berjalan dengan baik maka potensi stuntingnya tinggi, lanjut Hasto.

“Makanya ASI eksklusif itu penting sekali sampai nanti kemudian makanan pendamping asi (MPASI) 1.000 hari kehidupan pertama.”

Selain program-program tersebut, ada pula faktor sensitif yang perlu diperhatikan. Faktor sensitif ini meliputi kebersihan jamban, ketersediaan air bersih, kebersihan rumah.

“Jangan kumuh, kalau buang air besarnya di sembarang tempat pasti banyak diare, kalau airnya tidak bagus pasti banyak cacingan, kalau rumahnya kumuh pasti banyak TBC. Semua itu menggerus berat badan,” pungkas Hasto.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.