Sukses

Hukuman Mati Diperbincangkan Usai Mensos Juliari Terjerat Korupsi, Ini Berbagai Faktanya di Dunia

Hukuman mati menjadi perbincangan usai Mensos Juliari menjadi tersangka korupsi Bansos COVID-19, seperti apa fakta-fakta hukuman tersebut di dunia?

Liputan6.com, Jakarta Hukuman mati menjadi ancaman hukuman terberat bagi Menteri Sosial atau Mensos Juliari Batubara dan kroni-kroninya setelah jadi tersangka korupsi bantuan sosial (bansos) COVID-19.

Indonesia memang menjadi salah satu negara yang masih menerapkan hukuman mati bagi beberapa tindak pidana, salah satunya korupsi dalam kondisi bencana alam.

Mengutip Merdeka.com pada Minggu (6/12/2020), Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan bahwa korupsi terkait dana bansos COVID-19, bisa dituntut hukuman mati.

"Jangan pernah berpikir, coba-coba atau berani korupsi dana bansos," kata Firli.

"KPK pasti akan mengambil opsi tuntutan hukuman mati seperti tertuang pada ayat 2 pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang berbunyi dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan," tambahnya.

Firli mengatakan, pandemi COVID-19 memenuhi unsur "dalam keadaan tertentu" sesuai sesuai ayat 2 pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Catatan Hukuman Mati di Dunia

Hukuman mati bagi pelaku tindak pidana masih menjadi kontroversi. Beberapa pihak telah menentang cara tersebut sebagai hukuman karena dianggap melanggar hak hidup, namun beberapa menilai hal itu bisa menjadi efek jera terhadap tindak pidana tertentu.

Mengutip laman Amnesty International, di tahun 2019 terdapat 657 eksekusi mati di 20 negara. Angka ini turun 5 persen dibandingkan 2018 (sekitar 690), dan merupakan jumlah eksekusi terendah yang mereka catat dalam satu dekade.

Lima negara yang mencatat jumlah eksekusi terbanyak yaitu China, Iran, Arab Saudi, Irak, dan Mesir.

Meski menjadi yang paling tinggi, namun China merahasiakan angka dari hukuman mati yang mereka lakukan karena diklasifikasikan sebagai rahasia negara. Sehingga, 657 hukuman mati yang dicatat Amnesty International tidak termasuk ribuan eksekusi yang dilakukan Tiongkok.

Tidak termasuk China, Amnesty International mencatat bahwa 86 persen dari seluruh eksekusi dilaporkan terjadi di empat negara yaitu Iran, Arab Saudi, Irak, dan Mesir.

 

3 dari 5 halaman

106 Negara Telah Menghapus Hukuman Mati

Tahun 2019, mereka mencatat bahwa metode eksekusi mati yang paling banyak digunakan di dunia adalah: pemenggalan kepala, sengatan listrik, gantung, suntik mati, dan ditembak.

Amnesty International melaporkan di akhir tahun 2019, 106 negara telah menghapus hukuman mati dalam hukum untuk semua kejahatan, dan 142 negara telah menghapus hukuman mati secara hukum atau praktik.

Selain itu, terdapat 24 negara yang memberlakukan peringanan atau pengampunan hukuman mati yaitu: Bangladesh, China, Mesir, Gambia, Ghana, Guyana, Indonesia, Irak, Kuwait, Malaysia, Mauritania, Maroko/Sahara Barat, Nigeria, Oman, Pakistan, Singapura, Sudan, Thailand, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat (AS), Zambia, dan Zimbabwe.

Di beberapa negara seperti Jepang, Maladewa, Pakistan, dan AS, penyandang disabilitas mental atau intelektual juga dapat diancam hukuman mati.

Hingga akhir 2019, terdapat 26.604 orang di dunia yang terancam hukuman mati.

 

4 dari 5 halaman

Ancaman Hukuman Mati di Tengah Pandemi

Sementara itu di Indoneesia, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dalam wawancaranya dengan Liputan6.com beberapa waktu lalu, mengatakan bahwa hukuman mati bagi terpidana korupsi sudah tercantum dalam undang-undang.

Yasonna mengatakan, hukuman mati juga dimungkinkan dalam kondisi bencana alam, kondisi moneter yang parah, serta pengulangan tindak pidana korupsi.

Namun, hukuman yang diberikan juga harus melihat besarnya korupsi atau dampak bagi masyarakat.

"Artinya dilihat besarnya. Kan pidana itu kan harus melihat juga fakta lapangan, nature-nya seperti apa, walaupun itu korupsi bencana alam tapi korupsinya 10 juta masa dihukum mati?" kata Yasonna saat itu.

Mengingat Presiden Joko Widodo telah menetapkan COVID-19 sebagai bencana nasional, maka, apabila terjadi tindak pidana korupsi terhadap dana anggaran untuk penanganan virus corona, hal itu bisa ditindak sesuai dengan Pasal 2 UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"UU Tipikor ini menetapkan bahwa korupsi di kala bencana bisa dijatuhi hukuman mati," kata Yasonna.

5 dari 5 halaman

Infografis Jadi Tersangka Korupsi, Menteri Edhy Prabowo Mundur

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.