Sukses

HEADLINE: Mewaspadai Jejak Kencing Tikus Penyebab KLB Leptospirosis

Merespons KLB Leptospirosis di Kaltara, seluruh dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia siaga terhadap penyakit yang ditularkan dari air kencing tikus ini.

Liputan6.com, Jakarta Tiga orang warga Kalimantan Utara (Kaltara) dinyatakan positif terinfeksi leptospirosis pada awal Januari 2019. Dua dari tiga pasien leptospirosis itu meninggal dunia. Kasus leptospirosis ini merupakan yang pertama kali terjadi di Kaltara.

Sebelumnya, tak pernah ditemukan penyakit yang diakibatkan oleh bakteri Leptospirosa sp dan ditularkan dari kencing tikus di Kaltara, terutama di Kota Tarakan. Dinas Kesehatan Provinsi Kaltara pun menetapkan kondisi itu sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). 

Temuan kasus leptospirosis serta penetapan KLB itu kemudian dilaporkan pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) Kementerian Kesehatan RI, Anung Sugihantono menyampaikan, KLB leptospirosis memang sudah ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat. Penetapan KLB ini didukung adanya kasus kematian leptospirosis.

"Iya, memang benar di sana (Kalimantan Utara) ada kasus leptospirosis. Pemerintah daerah setempat yang menetapkannya sebagai KLB," ucapnya saat dikonfirmasi Health Liputan6.com melalui pesan singkat, ditulis Kamis, 14 Februari 2019.

Kaltara adalah provinsi pertama di Indonesia yang melaporkan adanya kasus leptospirosis pada awal Januari 2019. Hingga saat ini, belum ada laporan kasus leptospirosis dari provinsi-provinsi lainnya. Data Kementerian Kesehatan tahun 2018 mencatat, beberapa provinsi didera kasus leptospirosis. Jumlah kasus leptospirosis pun bisa mencapai ratusan jiwa.

“Data yang ada pada kami ini memang seluruh data (laporan kasus) untuk tahun 2018, sedangkan 2019, laporan kasus leptospirosis yang masuk hanya Kaltara,” lanjut Anung.

Pada tahun 2018, kasus leptospirosis dilaporkan ada di 7 provinsi lain yakni Banten 104 kasus dengan 26 kematian; DKI Jakarta terdapat 11 kasus dengan 2 kematian; Jawa Barat ada 2 kasus, tanpa angka kematian; dan DIY ada 186 kasus dengan 16 kematian.

Kasus leptospirosis di Jawa Tengah tercatat paling tinggi dengan 427 kasus leptospirosis dan 89 kematian; Jawa Timur ada 128 kasus dengan 10 kematian; serta Maluku ada 5 kasus dengan 2 kematian.

Dalam laporan tersebut, selain dari air kencing tikus, leptospirosis juga ditularkan dari air kencing kucing maupun anjing.

 

 

Saksikan video menarik berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Surat untuk Dinas Kesehatan Se-Indonesia

Menanggapi KLB leptospirosis di Kota Tarakan, Kementerian Kesehatan sudah mengirimkan surat kesiapsiagaan dan kewaspadaan kepada seluruh dinas kesehatan (dinkes) provinsi di seluruh Indonesia. Surat tersebut ditujukan agar kepala dinas kesehatan provinsi di seluruh Indonesia melakukan langkah kesiapsiagaan. Hal itu tertuang di dalam surat nomor: PV.03.04/IV/284/2019 terkait kewaspadaan KLB leptospirosis yang disebabkan oleh bakteri Leptospira sp.

“Surat Kementerian Kesehatan isinya tentang kewaspadaan meningkatnya kasus leptospirosis sehubungan kondisi curah hujan tinggi. Jadi, ada kemungkinan banjir atau genangan air di beberapa tempat yang menjadikan tikus keluar dari sarang. Apabila ada kuman Leptospira sp, (bisa) mengakibatkan sakit leptospirosis pada manusia,” Anung menerangkan.

Senada dengan Anung, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi menambahkan, surat dari Kementerian Kesehatan kepada seluruh dinas kesehatan provinsi se-Indonesia tentang kewaspadaan leptospirosis dikirimkan pada pertengahan Januari 2019. Adanya surat ini berkaitan dengan respons KLB Leptospirosis di Kaltara.

“Kiriman surat Kementerian Kesehatan kepada seluruh dinas kesehatan provinsi di Indonesia pada pertengahan Januari 2019 kemarin. Surat itu memang dikeluarkan setelah adanya KLB di Kaltara. Sebagai tindak kewaspadaan terhadap leptospirosis selama musim hujan dan curah hujan yang tinggi,” ucap Nadia kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon.

Surat tersebut pun diteruskan kepada dinas kesehatan di kabupaten/kota masing-masing. Langkah untuk menekan kasus leptospirosis, salah satunya meningkatkan deteksi dini leptospirosis pada manusia serta memberikan pengobatan. Seperti yang terjadi di Kota Tarakan, tes diagnostik cepat (RDT) dilakukan. Gejala berupa demam mendadak kurang lebih 38,5 derajat Celcius, badan lemah, sakit kepala, dan mata merah.

Penderita juga mengalami kekuningan pada kulit dan nyeri otot betis. Pengobatan bisa dengan pemberian obat antibakteri. Obat ini akan membunuh bakteri leptospirosis. Jika penanganan cepat, maka penderita yang terinfeksi dapat sembuh.

3 dari 4 halaman

Gejala Mirip Penyakit Lain

Leptospirosis termasuk penyakit menular yang diam-diam mematikan jika tak segera diobati. Bakteri Leptospira sp dapat menginfeksi organ vital tubuh, misal, hati dan ginjal. Hal ini membuat kinerja organ tubuh tidak berfungsi maksimal dan terganggu. Yang patut diwaspadai, gejala leptospirosis mirip dengan penyakit lain, seperti demam biasa dan hepatitis.

“Diam-diam penyakit ini mematikan karena gejala yang ada serupa seperti sakit biasa saja. Gejalanya kan demam, badan lemas, dan sakit kepala. Biasanya orang akan membiarkan saja (tidak berobat) karena dikira penyakit biasa. Tapi (kalau tidak ditangani) lama-lama tubuhnya menjadi kuning,” Nadia menjelaskan.

Dalam laporan kasus kematian di Kaltara, dua orang meninggal karena sudah mencapai kondisi parah. Infeksi leptospirosis sudah menyebar ke organ tubuh. Bakteri menyebar sampai ke organ tubuh lain. Gejala penyakit ini juga serupa dengan hepatitis berupa kekuningan pada tubuh.

Ketika pasien sudah datang ke puskesmas dan rumah sakit lain, gejala leptospirosis sudah memburuk. Bahkan pasien sudah mengalami kekuningan pada tubuh. Setelah diperiksa, pasien positif menderita leptospirosis. Bakteri pun menyebar dengan cepat, yang mengakibatkan kematian.

“(Gejala) awalnya itu kan demam, lalu mata merah. Lama-lama badan tampak kuning. Ketika sudah kuning, penderita biasanya baru menyadari kalau kondisinya sudah berat. Mereka baru pergi ke dokter untuk berobat. Pasien mengiranya, dia sakit demam biasa,” tambah Nadia.

Pencegahan yang dilakukan, yakni cuci tangan dan kaki dengan sabun saat dan setelah beraktivitas. Rajin membersihkan sarang tikus dan genangan air pun bisa menghindarkan diri terinfeksi bakteri leptospirosis. Bakteri bisa masuk ke kulit melalui banjir, genangan air, sungai, danau, selokan, saluran air, sawah, dan lumpur.

4 dari 4 halaman

Air Banjir yang Membahayakan

Masyarakat harus mewaspadai penularan bakteri leptospirosis dari air banjir. Banjir yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia selama musim hujan ini diam-diam membahayakan manusia. Air banjir menjadi media pembawa air kencing tikus. Ketika seseorang terpapar air banjir, ia bisa berisiko terinfeksi bakteri leptospirosis. Bakteri masuk melalui permukaan kulit, terlebih lagi bila kulit terdapat luka atau lecet.

“Yang paling utama diwaspadai saat musim hujan, terutama banjir di berbagai daerah. Air banjir ini mengandung banyak bakteri macam-macam, termasuk juga potensi adanya bakteri dari air kencing tikus. Air banjir membawa air kencing tikus,” Nadia menerangkan.

Adanya air kencing tikus pada air banjir juga harus diwaspadai pada anak-anak. Anak-anak sering sekali terlihat berenang dan bermain di air banjir. Padahal, air banjir itu ada air kencing tikus, yang bisa menyebabkan penyakit leptospirosis.

Leptospirosis merupakan penyakit yang sangat berbahaya dan menular. Menurut Nadia, saat musim panas bisa saja seseorang terinfeksi air kencing tikus, tapi pada umumnya infeksi leptospirosis banyak terjadi saat musim hujan. Daerah-daerah yang punya curah hujan tinggi, bahkan sampai didera banjir perlu mengantisipasi penyakit leptospirosis.

Adapun risiko leptospirosis dapat dialami buruh pekerja, yang bekerja membangun jalan, gorong-gorong (selokan), dan pekerja kebersihan kali/sungai. Mereka punya risiko terpapar bakteri leptospirosis tinggi. Ini karena lokasi tempat mereka bekerja jadi tempat keluar masuk sarang tikus serta tempat tikus berkeliaran, di mana air kencing tikus bisa ada.

“Selain itu, risiko pekerja yang bekerja di ladang dan sawah. Ya, karena banyak tikus sawah juga di sana. Apalagi kalau ke sana tidak pakai alas kaki. Proses masuknya bakteri leptospirosis kan melalui kulit. Kalau kita punya luka atau lecet di kulit, bakteri itu mudah masuk. Masuknya lewat luka tersebut,” ujar Nadia.

Upaya pemerintah daerah setempat mencegah bakteri leptsospirosis menyebar ke manusia dengan membersihkan gorong-gorong dan tempat sampah. Tikus senang sekali berada di tempat-tempat tersebut, terutama lingkungan yang kotor.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.