Sukses

Misteri Asteroid 2024 PT5 Pecahan Bulan Jutaan Tahun Lalu

Menariknya, asteroid 2024 PT5 bukan asteroid biasa, melainkan sebuah fragmen dari bulan yang terlempar jauh dari asalnya jutaan tahun lalu

OlehSwitzy SabandarDiperbarui 09 Mei 2025, 11:14 WIB
Diterbitkan 10 Mei 2025, 01:00 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Bumi pernah memiliki bulan sementara pada 2024 lalu, yakni asteroid 2024 PT5. Asteroid ini pertama kali ditemukan pada 7 Agustus 2024 oleh sekelompok astronom di Afrika Selatan.

Menariknya, asteroid 2024 PT5 bukan asteroid biasa, melainkan sebuah fragmen dari bulan yang terlempar jauh dari asalnya jutaan tahun lalu. Melansir laman Live Science pada Jumat (09/05/2025), objek ini menarik perhatian para ilmuwan sejak pertama kali ditemukan.

Asteroid 2024 PT5 meluncur dengan kecepatan hanya 4,5 mil per jam atau sekitar 2 meter per detik. Kecepatan ini menjadikannya target ideal untuk diteliti oleh Mission Accessible Near-Earth Object Survey (MANOS).

Sebuah proyek yang bertujuan mencari dan menganalisis objek-objek di sekitar bumi yang mudah diakses oleh wahana antariksa. Analisis terbaru terhadap 2024 PT5 menunjukkan bahwa komposisinya mirip dengan sampel batuan bulan yang pernah dibawa pulang oleh misi Apollo dan misi Luna 24 milik Uni Soviet.

Dengan ukuran antara 8 hingga 12 meter, batu ini tidak menyerupai asteroid biasa. Asteroid ini hanya memiliki magnitudo lebih dari 22 atau luar biasa redup.

Belum lagi, asteroid 2024 PT5 berjarak sekitar 3,44 juta kilometer dari bumi. Sangat jauh dibandingkan jarak bumi dan bulan yang berkisar 384.400 kilometer.

Para ilmuwan menduga bahwa ia tercipta saat sebuah benda luar angkasa menghantam Bulan, melemparkan pecahannya ke luar angkasa.

Meskipun disebut "minimoon", 2024 PT5 tidak benar-benar mengorbit bumi secara permanen. Asteroid ini hanya sebentar berada dalam orbit yang mendekati bumi, sebelum kembali ke jalurnya.

Dalam studi yang dipublikasikan dalam jurnal Research Notes of the AAS pada September 2024, diperkirakan asteroid ini akan kembali bersanding dengan bumi pada 9 Januari 2025. NASA akan menggunakan kesempatan yang akan datang untuk mempelajari asteroid ini menggunakan teknologi radar Goldstone Solar System di California.

Pada kunjungannya mendatang, asteroid ini diperkirakan akan memiliki kecepatan dan jarak lebih dekat dengan bumi. Meski begitu, jarak ini masih aman dari potensi tabrakan dengan Planet Bumi.

 

2 dari 3 halaman

Bukan Satu-Satunya

Asteroid 2024 PT5bukan satu-satunya fragmen bulan yang ditemukan. Pada 2021, ilmuwan mengidentifikasi objek serupa bernama Kamo’oalewa, yang telah berada di orbit mirip bumi sejak ditemukan pada 2016.

Kamo’oalewa lebih besar dan tampaknya telah lebih lama terpapar sinar kosmik dan radiasi matahari, menunjukkan ia sudah lama mengambang di luar angkasa. Uniknya, orbit Kamo’oalewa membuatnya tetap dekat dengan bumi selama beberapa tahun, walaupun ia tidak benar-benar mengorbit planet Bumi.

Berbeda dengan 2024 PT5 yang hanya melintas sebentar, Kamo’oalewa menempel dalam kecepatan konstan. Kamo'oalewa merupakan objek dekat-Bumi (NEO) berdiameter 131 hingga 328 kaki (40 hingga 100 meter).

Ilmuwan menggunakan model komputer untuk meniru jenis dampak yang akan menghasilkan batu ruang angkasa seperti quasi-moon ini. Hal itu berarti memperhitungkan hal-hal seperti distribusi ukuran dan kecepatan dari ejekta yang dihasilkan dan evolusi dinamis mereka.

Rekonstruksi ini menunjukkan bahwa beberapa ejekta pada akhirnya akan masuk ke resonansi orbital 1:1 dengan bumi, dengan properti dinamis yang sama seperti Kamo’alewa. Pantulan cahaya di Kamo'oalewa cocok dengan pantulan cahaya batuan bulan yang sudah lapuk, dan ukuran, usia.

Bulan kedua bumi ini juga memiliki putaran yang sesuai dengan kawah selebar 22 km.

 

3 dari 3 halaman

Pecahan Bulan Lainnya

Penemuan asteroid 2024 PT5 dan Kamo'oalewa mengarah pada kemungkinan adanya populasi yang lebih besar dari "minimoon" di sekitar bumi yang belum terdeteksi. Jika ada lebih banyak fragmen Bulan tersembunyi di antara Near-Earth Objects (NEOs) yang kita amati, bisa jadi selama ini beberapa dari mereka diklasifikasikan secara salah.

Hal ini bukan hanya berdampak pada pengetahuan kita tentang asal usul objek-objek itu, tetapi juga pada pemahaman kita terhadap risiko tumbukan benda langit dengan bumi.

(Tifani)

Produksi Liputan6.com