Sukses

"I Am Scared As Heck", Wapres AS Kamala Harris Takut Donald Trump Jadi Presiden Lagi

Wapres AS Kamala Harris angkat bicara soal popularitas Donald Trump.

Liputan6.com, Washington, DC - Wakil Presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, berkata dirinya sangat takut kalau Donald Trump kembali jadi presiden. Komentar Wapres Kamala ini muncul setelah Donald Trump meraih popularitas tinggi sebagai kandidat Partai Republik di negara bagian Iowa. 

Pada pemilihan kandidat partai di Iowa, Donald Trump berhasil secara telah mengalahkan kompetitor yang lebih muda, seperti Gubernur Florida Ron DeSantis dan mantan Dubes AS di PBB, Nikki Haley. 

"I am scared as heck (saya sangat takut)," ujar Kamala Harris dalam acara The View, dikutip Sabtu (21/1/2024). 

"Jadi kita semua mesti takut," lanjut Kamala Harris

Namun, ia menjelaskan bahwa kalau takut bukan berarti harus lari dari tantangan. Ia berkata siap menghadapi Trump. 

"Tapi yang kita semua tahu ... kita tidak lari dari sesuatu saat kita takut. Kita melawan hal itu. Jadi banyak dari kita yang takut terkait masa depan anak kita, apa kita di kasur saja untuk selimutan? Kita tak bisa begitu," tegasnya. 

Menjelang pemilu AS pada November 2024, Kamala mengaku telah melakukan kunjungan ke berbagai daerah. Pada awal 2024 ini, ia telah menyambangi sejumlah negara bagian untuk membahas pencapaian-pencapaian pemerintahan Joe Biden.

"Dalam dua pekan terakhir saya telah ke Georgia, say ake Nevada, saya South Carolina, saya ke North Carolina dua kali," kata Kamala Harris.

Baru-baru ini, White House juga memposting sejumlah pencapaian, seperti pengurangan tagihan internet, keringanan utang mahasiswa (student debt) senilai USD 136 miliar, asuransi yang lebih murah, hingga investasi lebih dari USD 640 juta di bidang manufaktur dan energi bersih.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Potensi Donald Trump Jadi Presiden Makin Kuat

Berdasarkan laporan VOA Indonesia, Selasa (16/1), Kaukus Iowa merupakan proses pencalonan negara bagian pertama, yang akan digunakan Partai Republik, guna memilih kandidat yang akan berhadapan dengan Presiden Joe Biden dalam pemilihan umum November nanti.

“Ini merupakan pengalaman yang luar biasa,” kata Trump kepada para pendukungnya dalam pidato kemenangan di Des Moines.

“Dan mereka mengatakan, jika Anda menang selisih 12 persen, itu adalah kemenangan besar. Itu akan sangat sulit dilakukan. Saya rasa kita sudah melipatgandakannya lebih dari dua kali lipat,” kata Donald Trump.

Angka yang diperhatikan para kandidat selama proses pencalonan adalah jumlah delegasi yang mereka kumpulkan, dengan suara di setiap negara bagian menentukan berapa banyak delegasi yang dialokasikan untuk setiap kandidat dalam upaya mereka untuk mendapatkan 1.215 dukungan yang dibutuhkan untuk menjadi mayoritas.

Iowa, yang penting dalam proses ini karena merupakan gelaran pertama, memiliki jumlah delegasi relatif kecil, dengan Trump memperoleh 20 delegasi untuk kemenangannya, sementara DeSantis mendapat 8 dan Haley 7.

Tiga kandidat teratas Partai Republik ini menunjukkan kepercayaan diri setelah kaukus pada Senin, seiring penantian mereka pada pemilu berikutnya di New Hampshire minggu depan dan pemilihan pendahuluan di South Carolina pada akhir Februari.

3 dari 4 halaman

Reaksi Haley

Haley menggambarkan dirinya sebagai “generasi baru kepemimpinan konservatif” ketika ia berbicara kepada para pendukungnya, sambil memposisikan hasil pemilihan pada Senin dan kalender pemilihan pendahuluan yang akan datang, sebagai makin sengitnya persaingan antara dirinya dan kandidat unggulan, Trump.

“Ketika Anda melihat seberapa baik kinerja kami di New Hampshire, South Carolina, dan sekitarnya, saya dapat dengan yakin mengatakan malam ini Iowa menjadikan pemilihan pendahuluan Partai Republik ini sebagai perlombaan yang diikuti oleh dua orang,” kata Haley.

DeSantis menggambarkan pencalonannya sebagai representasi “harapan bagi masa depan negara ini” sambil berterima kasih kepada para pendukungnya yang telah mendukungnya meskipun ia melihat kampanye “semua orang menentang kami” di Iowa.

“Ada banyak pekerjaan yang harus kita lakukan, tapi saya dapat memberitahu Anda ini, sebagai presiden Amerika Serikat berikutnya saya akan menyelesaikan pekerjaan untuk negara ini,” kata DeSantis.

Negara-negara bagian yang memberikan suara lebih awal telah menghentikan pencalonan calon presiden yang tidak memberikan hasil yang baik, dan kaukus pada Senin mengakhiri kampanye pengusaha bioteknologi Vivek Ramaswamy.

Setelah menempati posisi keempat dengan 7,7 persen suara, Ramaswamy mengumumkan bahwa dia menangguhkan kampanyenya sebagai presiden dan mendukung Trump dalam pencalonan tersebut.

4 dari 4 halaman

Rival Kurang Dukungan

Bahkan sebelum pemungutan suara di Iowa, kurangnya dukungan menjadi penyebab berakhirnya beberapa kampanye calon Partai Republik lainnya, termasuk untuk wakil presiden Trump, Mike Pence, mantan Gubernur New Jersey Chris Christie, dan Senator South Carolina, Tim Scott.

Meskipun persaingan semakin ketat, Partai Republik tidak akan secara resmi menunjuk calon presiden mereka sampai konvensi partai mereka pada Juli, sementara Partai Demokrat diperkirakan akan menunjuk Biden sebagai kandidat mereka pada konvensi bulan Agustus.

Pada akhirnya, sebagian besar analis jajak pendapat dan politik memperkirakan persaingan lain antara dua politisi lanjut usia, Trump, 77 tahun, dan Biden, 81 tahun, ini akan menjadi pengulangan pemilu 2020 yang kontroversial, ketika Biden menggagalkan upaya Trump untuk terpilih kembali.

Trump menghadapi 91 tuntutan pidana yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam empat dakwaan dan persidangan. Beberapa kasus mungkin akan berlangsung dalam beberapa bulan mendatang, termasuk kasus di Washington yang dijadwalkan pada 4 Maret, yang menuduhnya secara ilegal mencoba membalikkan kekalahannya dalam pemilu 2020. Namun tuntutan pidana tidak banyak berpengaruh menjelang pemilu di Iowa.

Baik Haley maupun DeSantis menghindari serangan politik yang konsisten dan vokal terhadap Trump, karena takut menjauhkan mereka dari para pendukungnya, meskipun mereka menyerang Trump atas penolakannya menghadiri lima sesi debat yang diadakan sebelum ini, di mana mereka menghadirinya secara langsung.

Mereka mencela Trump karena meningkatnya hutang nasional selama masa jabatannya di Gedung Putih, dan kegagalannya membangun tembok di sepanjang perbatasan AS-Meksiko seperti yang dia janjikan dalam kampanye pada 2016 untuk mengekang migran agar tidak menyeberang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.