Sukses

Kemarau Panjang Hantam Zimbabwe, 100 Ekor Gajah Dilaporkan Mati

Setidaknya 100 gajah telah mati di taman nasional terbesar Zimbabwe karena sumber-sumber air mengering, kata kelompok kesejahteraan satwa internasional pada Senin.

Liputan6.com, Jakarta - Setidaknya 100 gajah telah mati di taman nasional terbesar Zimbabwe karena sumber-sumber air mengering, kata kelompok kesejahteraan satwa internasional pada Senin.

Dana Internasional untuk Kesejahteraan Satwa (IFAW) mengatakan bahwa musim kering yang lebih panjang telah mengurangi sumber air yang dulu berlimpah menjadi genangan lumpur saja, di Taman Nasional Hwange.

“Sekurangnya 100 gajah sudah dilaporkan mati karena kekurangan air,” kata organisasi ini dalam sebuah pernyataan. Hwange mencakup kawasan lebih dari 14.600 kilometer persegi dan menjadi rumah bagi sekitar 45 ribu gajah.

“Meskipun memiliki 104 sumur bor bertenaga surya, ototitas taman nasional mengatakan bahwa itu tidak cukup dan tidak sepadan dengan suhu ekstrim yang telah membuat sumur-sumur yang ada menjadi kering, memaksa satwa liar untuk berjalan jauh mencari makanan dan air,” tambah mereka.

Pada September, otoritas pengelolaan taman dan satwa liar Zimbabwe melaporkan banyak satwa yang berpindah dari taman nasional ke negara tetangga Botswana untuk mencari air dan makanan, dikutip dari laman VOA Indonesia, Rabu (12/12/2023).

“Kematian satwa yang sebenarnya dapat dicegah, harus dilihat sebagai tanda-tanda tantangan yang mendalam dan kompleks yang berdampak pada konservasi sumber daya alam di kawasan ini, yang diperparah dengan perubahan iklim,”kata pakar dari IFAW, Phillip Kuvawoga.

Pada 2018, lebih dari 200 gajah mati di negara-negara kawasan selatan Afrika, menurut IFAW, yang mengatakan bahwa fenomena ini terus berulang.

Zimbabwe memiliki lebih dari 100 ribu gajah, yang merupakan populasi gajah terbesar kedua di dunia dan hampir dua kali lipat dari kapasitas taman nasional di negara itu, kata ahli konservasi. Panel antarpemerintah dalam isu perubahan iklim telah mengklasifikasikan kawasan Afrika selatan sebagai wilayah dalam risiko, menghadapi peningkatan kemungkinan suhu panas ekstrem dan berkurangnya curah hujan karena dampak perubahan iklim. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ilmuwan Menguak Penyebab Kematian Misterius 350 Gajah di Afrika

Sementara itu, pada Mei dan Juni 2020, muncul kebingungan di kalangan pegiat konservasi akibat kematian sekitar 350 ekor gajah di Delta Okavango, Botswana.

Sebagai akibat dari kejadian tersebut, muncul berbagai dugaan dari seluruh dunia mengenai penyebabnya. Gajah-gajah dari beragam usia dan jenis kelamin terkena dampaknya, banyak di antaranya menunjukkan gejala kebingungan sebelum tiba-tiba mati atau pingsan.

Dua bulan berikutnya, ada lagi 35 gajah ekor yang ditemukan meninggal di daerah barat laut Zimbabwe.

Melansir dari The Guardian, pada saat itu, pemerintah setempat menyatakan bahwa kematian gajah di Botswana disebabkan oleh racun sianobakteri, tetapi tidak ada rincian lebih lanjut yang diberikan kepada publik.

Setelah dilakukan pengujian terhadap gajah-gajah yang meninggal di Zimbabwe, akhirnya terungkap bahwa penyebabnya adalah bakteri yang sedikit diketahui bernama Pasteurella Takson Bisgaard 45, yang mengakibatkan septikemia atau keracunan darah.

Menurut penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature Communications, sebelumnya belum pernah terdengar bahwa infeksi bakteri tersebut dapat menyebabkan kematian gajah. Para peneliti meyakini bahwa hal tersebut mungkin merupakan penyebab yang serupa dari kematian gajah di negara-negara sekitarnya.

"Hal ini mewakili keprihatinan konservasi yang penting bagi gajah dalam meta-populasi terbesar yang tersisa dari spesies yang terancam punah ini," tulis para peneliti dalam jurnal tersebut.

Laporan tersebut ditulis oleh tim peneliti internasional dari Victoria Falls Wildlife Trust, University of Surrey, laboratorium di Afrika Selatan, dan Badan Kesehatan Hewan dan Tumbuhan (Animal and Plant Health Agency/APHA) milik pemerintah Inggris.

3 dari 3 halaman

Ancaman Terhadap Gajah Sabana Afrika

Jumlah gajah sabana Afrika menurun sekitar delapan persen tiap tahunnya, terutama akibat perburuan liar. Saat ini, hanya tersisa sekitar 350.000 ekor di alam liar. Jurnal tersebut menyarankan agar penyakit menular juga harus dianggap sebagai ancaman serius terhadap kelangsungan hidup mereka.

Dr. Arnoud van Vliet dari University of Surrey menyatakan bahwa infeksi tersebut menjadi tambahan dalam daftar risiko penyakit bagi konservasi gajah. Gajah adalah hewan yang sangat suka berinteraksi, dan situasi kekeringan pada saat itu kemungkinan menyebabkan tingkat stres yang tinggi, membuat wabah tersebut lebih mungkin terjadi.

Sebelumnya, bakteri Pasteurella pernah terkait dengan kematian mendadak sekitar 200.000 antelop saiga di Kazakhstan. Kejadian tersebut diyakini oleh para peneliti sebagai kunci untuk memahami apa yang terjadi pada kawanan gajah.

Para ilmuwan percaya bahwa bakteri Pasteurella biasanya tak berbahaya saat berada di amandel beberapa, bahkan mungkin seluruh antelop. Namun, ketika suhu tiba-tiba naik hingga mencapai 37 derajat Celcius, bakteri ini dapat masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan septikemia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.