Sukses

Israel Setuju Berhenti Serang Gaza, Tapi Durasi 4 Jam Sehari

Amerika Serikat berkata Israel setujui jeda di Gaza.

Liputan6.com, London - Gedung Putih mengumumkan bahwa Israel telah setuju jeda (pause) perang di Jalur Gaza. Akan tetapi, jeda itu hanya berlaku empat jam sehari. 

Dilaporkan VOA, Kamis (9/11/2023), Israel akan memulai jeda pada Kamis waktu setempat. Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby berkata jeda itu akan digunakan agar warga Gaza menyelamatkan diri ke daerah selatan.

"Kami telah diberitahu oleh pihak Israel bahwa tidak ada operasi militer di area-area ini selama durasi jeda," ucap Kirby. 

Ia berkata ide jeda ini muncul lewat diskusi antara Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu

Terkait gencatan senjata (ceasefire), Al Jazeera menyebut ada juga diskusi antara AS, Qatar, dan Hamas terkait penukaran tawanan. Media lokal Israel berkata ada diskusi terkait pembebasan tahanan Palestina agar orang-orang yang diculik Hamas bisa bebas.

Informasi itu berasal dari sejumlah pejabat Israel yang namanya enggan disebut. Israel berkata siap membebaskan para tahanan agar sebagian besar tawanan Hamas bisa bebas. Diskusi pembebasan ini juga terkait dengan wacana gencatan senjata. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Mendag Bakal Dampingi Jokowi Bertemu Presiden AS Joe Biden, Bahas Soal Gaza

Sebelumnya dilaporkan, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan akan mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat (AS). Dalam kunjungan ini Jokowi akan bertemu dengan Presiden AS Joe Biden untuk membahas berbagai hal salah satunya Gaza.

"Kita akan mendampingi Pak Presiden ketemu Biden, besok berangkat," ungkap Zulkifli Hasan, di Jakarta, Kamis  (9/11).

Mendag menyampaikan keprihatinannya terhadap situasi yang tengah berkecamuk di Gaza terutama penduduk Palestina. Menurutnya, apa yang terjadi di sana adalah pelanggaran berat terhadap kemanusiaan.

"Oleh karena itu kita mengutuk keras. Kita mempertanyakan Barat di mana yang selalu membahas HAM," jelasnya.

Mendag juga membandingkan kondisi di Ukraina selama dua tahun dengan konflik Palestina yang telah mengambil nyawa ribuan anak-anak dalam satu bulan terakhir. Ia menyoroti pentingnya perhatian global terhadap kehidupan manusia di seluruh dunia.

"Kita bandingkan di Ukraina 2 tahun, mengambil nyawa 3.000 anak-anak. Ini 1 bulan, 4 ribu anak-anak mati. Kok diam seribu bahas," ucapnya.

Ketua Umum PAN ini juga menekankan, bahwa Indonesia secara tegas memegang prinsip-prinsip kemerdekaan dan hak-hak segala bangsa, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.

Zulkifli Hasan mengatakan bahwa Presiden Jokowi juga akan akan memimpin pertemuan darurat dengan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk membahas situasi di Palestina.

Indonesia berkomitmen mengawal dan mendukung keadilan dan kemanusiaan di tingkat internasional, serta memastikan bahwa suara Indonesia terdengar di forum global.

“Indonesia jelas di Pembukaan UUD 1945 Kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Bahkan besok Presiden akan memimpin langsung pertemuan darurat dengan OKI.” Pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Wakil Perdana Menteri Belgia Minta Israel Diberi Sanksi Atas Kejahatannya di Gaza

Wakil Perdana Menteri Belgia Petra De Sutter meminta pemerintah di negaranya untuk memberikan sanksi kepada Israel pada Rabu (8/11).

“Sudah waktunya memberikan sanksi terhadap Israel. Pengeboman itu tidak manusiawi,” tulisnya di Twitter.

“Sementara kejahatan perang terjadi di Gaza, Israel mengabaikan permintaan internasional untuk gencatan senjata.”

De Sutter menyerukan penangguhan segera terhadap perjanjian asosiasi antara UE dan Israel, dan mengusulkan agar Belgia mengalokasikan dana tambahan bagi Pengadilan Kriminal Internasional untuk menyelidiki kejahatan perang yang dilakukan Israel dan Hamas, katanya dalam siaran pers.

De Sutter juga menekankan orang-orang dan perusahaan-perusahaan yang memasok uang kepada Hamas harus diberi sanksi, dikutip dari laman politico.eu, Kamis (9/11/2023).

Sementara pemukim yang melakukan kekerasan, politisi dan tokoh militer yang bertanggung jawab atas kejahatan perang harus menghadapi larangan masuk Uni Eropa.

“Serangan Israel meningkatkan keputusasaan warga Palestina. Tanpa solusi nyata, kekerasan akan terus terulang. Oleh karena itu diperlukan solusi politik yang mengakui Palestina sebagai sebuah negara,” ujarnya.

Pernyataan De Sutter muncul dua hari setelah PM Belgia Alexander De Croo menyebut tindakan Israel di Gaza “tidak lagi proporsional.”

Israel telah melancarkan serangan balasan yang berkelanjutan di Jalur Gaza yang telah menewaskan lebih dari 10.500 warga Palestina termasuk ribuan anak-anak, menurut otoritas kesehatan yang dikendalikan Hamas, sebagai tanggapan atas serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober.

Awal pekan ini, Menteri Lingkungan Hidup Belgia Zakia Khattabi, yang merupakan anggota partai hijau Ecolo yang berbahasa Prancis, mendapat kecaman karena menolak menyebut Hamas sebagai “organisasi teroris”, meskipun sebutan tersebut telah ditetapkan oleh Uni Eropa.

4 dari 4 halaman

Mahkamah Agung Israel Larang Demonstrasi Tolak Perang di Gaza

Mahkamah Agung Israel melarang demonstrasi terhadap perang di Jalur Gaza. Keputusan ini berdampak kepada warga komunitas Arab yang ingin bersuara.

MA Israel mengakui bahwa demonstrasi merupakan hak warga, tetapi situasi saat ini disebut "kompleks".

"Meski ada status tinggi yang diberikan kepada hak demonstrasi dan berkumpul, ada realita kompleks yang kita dapati yang mana berdampak pada keseimbangan-keseimbangan terhadap hal ini," ujar keputusan MA Israel, dikutip Middle East Monitor, Rabu (8/11/2023).

Petisi itu awalnya diserahkan oleh partai politik Hadash dan Adalah (lembaga hukum hak minoritas rab di Israel). Media Israel menyebut supaya demonstrasi diizinkan di kota-kota mayoritas Arab, yakni Sakhnin dan Umm Al-Fahm.

Polisi Israel lantas mengirimkan petisi juga ke Mahkamah Agung Israel bahwa demo-demo tersebut bisa membahayakan keamanan dan keselamatan publik.

MA menegaskan bahwa mereka setuju pada polisi bahwa demo yang terjadi bisa merepotkan polisi yang notabene dibutuhkan untuk menjaga area yang terancam rudal dari Lebanon.

Dua pekan lalu, Kepolisian Israel membubarkan paksa demonstrasi yang terjadi di kota Haifa. Peserta demo itu adalah orang Arab dan Yahudi.

Hingga kini, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu masih menolak gencatan senjatan dengan Gaza, meski berbagai negara dan lembaga internasional telah menyerukan hal tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.