Sukses

India Pakai Nama Bharat untuk Plakat selama KTT G20, Resmi Ganti Nama?

Meskipun beberapa pendukung nama Bharat mengatakan "India" diberikan oleh penjajah Inggris, para sejarawan mengatakan bahwa nama tersebut sudah ada sejak berabad-abad sebelum pemerintahan kolonial.

Liputan6.com, New Delhi - Perdana Menteri Narendra Modi menggunakan plakat bertuliskan "Bharat", bukan "India" sejak pembukaan KTT G20, Sabtu 9 September 2023. Momen ini meningkatkan spekulasi soal perubahan nama negara Asia Selatan tersebut.

Meskipun negara ini secara tradisional selalu menggunakan India dalam sebutan seperti presiden atau perdana menteri saat berkomunikasi dalam bahasa Inggris, Presiden Droupadi Murmu awal pekan ini menyebut dirinya sebagai "Presiden Bharat" dalam undangan makan malam untuk para pemimpin G20.

Dilansir Channel News Asia, Minggu (10/9/2023), saat Modi menyatakan KTT G20 di New Delhi dibuka pada hari Sabtu, ia duduk di belakang papan plakat bertuliskan "Bharat". Sementara itu, logo G20 memiliki kedua nama tersebut - "Bharat" ditulis dalam bahasa Hindi dan "India" dalam bahasa Inggris. 

Berbicara dalam bahasa Hindi, Modi mengatakan, "Bharat menyambut baik para delegasi sebagai Presiden G20."

Meskipun beberapa pendukung nama Bharat mengatakan "India" diberikan oleh penjajah Inggris, para sejarawan mengatakan bahwa nama tersebut sudah ada sejak berabad-abad sebelum pemerintahan kolonial.

KTT G20 saat ini tengah dilaksanakan di New Delhi, India, dihadiri oleh sederet kepala negara termasuk Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi), Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak hingga Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dikenal dengan Dua Nama

Negara berpenduduk lebih dari 1,4 miliar jiwa tersebut memang secara resmi dikenal dengan dua nama, yaitu "India" dan "Bharat". Namun, nama pertamalah yang paling umum digunakan, baik di dalam negeri maupun internasional.

Bharat dalam bahasa Hindi juga berarti India.

Perubahan nomenklatur ini didukung oleh pejabat Partai Bharatiya Janata yang dipimpin Perdana Menteri Narendra Modi. Mereka berpendapat bahwa nama India diperkenalkan oleh kolonial Inggris dan merupakan simbol perbudakan.

Inggris memerintah India selama sekitar 200 tahun hingga negara tersebut memperoleh kemerdekaan pada tahun 1947.

"Pukulan lain terhadap mentalitas perbudakan," kata pejabat tinggi terpilih Negara Bagian Uttarakhand Pushkar Singh Dhami.

3 dari 3 halaman

India Versus Bharat

Partai Bharatiya Janata yang berkuasa telah lama mencoba menghapus nama-nama yang terkait dengan Kesultanan Mughan dan kolonial India.

Pada tahun 2015, Jalan Aurangzeb yang terkenal di New Delhi, dinamai menurut nama raja Mughal, diubah menjadi Jalan Dr. APJ Abdul Kalam setelah mendapat protes dari para pemimpin Partai Bharatiya Janata. Tahun lalu, pemerintah juga mengganti nama jalan era kolonial di jantung kota New Delhi yang digunakan untuk parade militer seremonial.

Pemerintahan Modi mengatakan bahwa perubahan nama tersebut merupakan upaya untuk merebut kembali masa lalu Hindu India. Namun, partai-partai oposisi di India mengkritik langkah tersebut.

"Meskipun tidak ada keberatan konstitusional untuk menyebut India 'Bharat' yang merupakan salah satu dari dua nama resmi negara tersebut, saya berharap pemerintah tidak akan sebodoh itu untuk sepenuhnya membuang 'India' yang memiliki nilai merek yang tak terhitung banyaknya berabad-abad," ujar anggota parlemen oposisi Shashi Tharoor.

Perselisihan mengenai "India" versus "Bharat" semakin meningkat sejak partai-partai oposisi pada Juli 2023 mengumumkan aliansi baru – yang disebut INDIA – untuk menggulingkan Modi dan mengalahkan partainya menjelang pemilu nasional pada tahun 2024. Akronim tersebut adalah singkatan dari Aliansi Inklusif Pembangunan Nasional India.

Sejak itu, beberapa pejabat di partai Modi menuntut agar negara tersebut disebut Bharat, bukan India.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.