Sukses

Afrika Selatan Tempati Urutan Buncit Survei Literasi Internasional, Singapura Posisi Pertama

Buta huruf di antara anak-anak Afrika Selatan telah meningkat dari 78 persen pada 2016 menjadi 81 persen.

Liputan6.com, Cape Town - Studi internasional menemukan bahwa delapan dari 10 anak sekolah di Afrika Selatan berjuang keras untuk membaca pada usia 10 tahun. Negara itu menempati peringkat terakhir dari 57 negara yang masuk dalam penilaian Kemajuan Studi Literasi Membaca Internasional (PIRLS).

Buta huruf di antara anak-anak Afrika Selatan telah meningkat dari 78 persen pada 2016 menjadi 81 persen.

Menteri Pendidikan Afrika Selatan Angie Motshekga menyalahkan fakta tersebut pada penutupan sekolah selama pandemi COVID-19.

Menyebut peringkat Afrika Selatan yang rendah mengecewakan, Motshekga juga mengatakan bahwa sistem pendidikan negara itu dihadapkan pada sejumlah tantangan signifikan, termasuk kemiskinan, ketidaksetaraan, dan infrastruktur yang tidak memadai.

"Di banyak sekolah dasar, pengajaran membaca seringkali hanya berfokus pada kinerja lisan, mengabaikan pemahaman membaca dan memahami kata-kata tertulis," kata Motshekga seperti dilansir BBC, Rabu (17/5/2023).

Selain Afrika Selatan, negara Afrika lainnya yang berpartisipasi dalam penilaian lima tahunan pada akhir tahun ajaran untuk memantau tren literasi dan pemahaman membaca anak usia sembilan dan 10 tahun, adalah Maroko dan Mesir.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Singapura Tempati Urutan Teratas

Singapura mengamankan posisi teratas dengan skor rata-rata 587, sementara Afrika Selatan berada di peringkat terakhir dengan 288 poin, tepat di atasnya ada Mesir dengan skor 378.

Studi tersebut juga menunjukkan bahwa secara keseluruhan, anak perempuan berada di depan anak laki-laki dalam pencapaian membaca mereka di hampir semua negara yang dinilai. Kesetaraan gender sendiri disebut telah menyempit pada studi terbaru.

Perjuangan Afrika Selatan atas sistem pendidikannya sudah berlangsung lama, dengan ketidaksetaraan yang signifikan antara siswa kulit hitam dan kulit putih akibat pemisahan anak-anak di bawah sistem apartheid.

Pendidikan adalah salah satu pengeluaran anggaran terbesar bagi pemerintah, yang dapat menyebabkan kekecewaan atas kinerja yang buruk dalam studi seperti ini. Dan kurangnya bahan bacaan yang sesuai dan infrastruktur yang tidak memadai di sekolah, seringkali seperti toilet, telah menyebabkan krisis.

Adapun Indonesia sendiri tidak masuk dalam daftar studi tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini