Sukses

Studi Ungkap Penderitaan Tahanan Korea Utara: Aborsi Paksa, Kerja Rodi, hingga Makan Kecoak

Korea Future mengungkapkan bahwa laporan mereka didasari oleh wawancara dengan para korban, pelaku, dan saksi serta tinjauan dokumen internal.

Liputan6.com, Pyongyang - Narapidana Korea Utara dilaporkan menderita penyiksaan dan perlakuan buruk yang sistematis selama berada di tahanan. Hal itu diungkapkan oleh organisasi nirlaba, Korea Future, yang fokus menyelidiki dan mendokumentasikan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Korea Utara dalam laporannya pada Jumat (24/3/2023).

"Tahanan -yang berada di lebih dari 200 fasilitas di seluruh Korea Utara- dididik ulang melalui kerja paksa, instruksi ideologis, dan kebrutalan hukuman dengan tujuan untuk memaksa ketaatan dan kesetiaan kepada Kim Jong Un selama dan setelah penahanan," sebut laporan Korea Utara seperti dilansir Business Insider, Senin (27/3).

Pelanggaran hukum internasional dalam penahanan yang disebutkan pada laporan Korea Future antara lain pemerkosaan dan kekerasan seksual, kerja paksa, perlakuan yang merendahkan, penyiksaan, dan penolakan pemeriksaan kesehatan. Korea Future mengungkapkan bahwa laporan mereka didasari oleh wawancara dengan para korban, pelaku, dan saksi serta tinjauan dokumen internal.

"Tujuan dari laporan kami pada dasarnya adalah untuk mengungkap pelanggaran HAM yang terjadi dalam sistem pemasyarakatan Korea Utara. (Laporan itu) menemukan bahwa 10 tahun setelah PBB membentuk Komisi Penyelidikan, masih ada pelanggaran HAM yang sistematis dan meluas," kata Kim Jiwon, penyelidik Korea Future.

Laporan Korea Future sendiri fokus pada kasus dari tiga korban yang dipenjara karena berusaha kabur dari Korea Utara atau karena membantu orang lain meninggalkan negara tersebut.

Korea Utara belum menanggapi laporan tersebut.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Aborsi Paksa hingga Terpaksa Makan Kecoak

Seorang wanita hamil berusia 30-an yang ditangkap di China dibawa kembali ke Korea Utara dan menjalani penahanan di tiga fasilitas terpisah, salah satunya adalah kamp pendidikan ulang. Laporan Korea Future, menyebutkan bahwa selama penahanan pra-sidang, wanita itu dipaksa melakukan aborsi saat kondisi kehamilannya sekitar tujuh bulan.

Tahanan lain ditolak atas apa yang disebut Korea Future hak atas makanan, yaitu ketika akses ke makanan yang memadai secara kuantitatif dan kualitatif terputus.

Kasus tersebut dialami seorang pria usia 40-an yang membantu warga Korea Utara meninggalkan negara itu dan menyelundupkan barang-barang dari China. Dia ditahan di kamp pendidikan ulang, di mana dia disiksa melalui penolakan terhadap akses makanan secara sistematis.

Pria tersebut menjadi sasaran kerja paksa dan jumlah makanan yang dia terima bergantung pada berapa banyak pekerjaan yang dia lakukan setiap hari. Jika memenuhi kuota, dia mendapat lebih dari empat ons jagung sehari. Tetapi jika tidak, jumlahnya turun menjadi di bawah tiga ons.

Untuk mencukupi kebutuhan makanannya, pria itu rutin menangkap kecoak dan hewan pengerat. Imbasnya, dia mengalami penurunan berat badan yang ekstrem.

3 dari 3 halaman

Penyiksaan Posisi

Para tahanan juga mengalami apa yang disebut sebagai "penyiksaan posisi". Laporan Korea Future mengungkapkan, tahanan dipaksa bertahan dalam satu posisi untuk jangka waktu yang lama.

Posisi tersebut dapat mencakup berdiri atau jongkok, menahan tubuh yang dirantai, posisi stres, dan duduk dalam posisi yang disengaja tidak nyaman untuk hitungan jam atau hari.

Seorang wanita berusia 50-an adalah salah satu yang dipaksa melakukan siksaan posisi. Dia menghabiskan 30 hari berturut-turut dalam posisi stres, di mana dia dipaksa untuk duduk bersila di lantai, dengan tangan di pangkuan, dan kepala terangkat.

Wanita malang itu dipaksa bertahan dengan posisi tersebut selama 17 jam setiap harinya.

Laporan Korea Future menyebutkan, dia hanya boleh bergerak ketika waktu makan. Dia menyaksikan langsung tahanan dipukuli jika bergerak dari posisi stres mereka.

Posisi stres lainnya yang dialami wanita itu melibatkan kursi untuk membatasi gerakannya, menyebabkan nyeri pada lutut dan persendiannya.

Temuan Korea Future sejalan dengan bentuk pelecehan yang disebutkan dalam laporan PBB baru-baru ini.

"Perempuan ditahan dalam kondisi tidak manusiawi dan kekurangan makanan. Mereka menjadi sasaran penyiksaan dan perlakuan buruk, kerja paksa dan kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan seksual oleh pejabat negara," ungkap laporan PBB.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.