Sukses

Gempa Turut Mengguncang Perekonomian Turki yang Sudah Rentan

Ketika gempa dahsyat mengguncang Turki hingga menewaskan puluhan ribu orang.

Liputan6.com, Ankara - Ketika gempa dahsyat mengguncang Turki hingga menewaskan puluhan ribu orang, negara itu sedang berjuang menurunkan laju inflasi yang tak terkendali dan mengandalkan pendanaan dari para sekutu yang kaya untuk menopang perekonomian.

Sekarang, negara itu harus menggelontorkan miliaran dolar untuk membangun kembali 11 provinsi di bagian tenggara yang rata dengan tanah akibat gempa terburuk dalam sejarah setelah kekaisaran Ottoman. Gempa juga meluluhlantakkan kota dan jutaan orang membutuhkan bantuan segera.

Dana itu harus tersedia di luar miliaran dolar yang dijanjikan Presiden Recep Tayyip Erdogan dalam kampanye menjelang pemilu pada 14 Mei nanti, dikutip dari VOA Indonesia, Senin (20/2/2023).

Semua dana itu bisa menggenjot belanja konsumen dan produksi industri, dua indikator utama pertumbuhan ekonomi.

Yang menjadi masalah bagi Erdogan adalah keuangan Turki sedang seret.

Pundi-pundi bank sentral Turki yang menipis sudah ditambah dengan bantuan dari Rusia dan negara-negara Teluk yang kaya. Turki menggunakan puluhan miliar dolar dana bantuan untuk memperkuat nilai tukar Lira selama beberapa tahun terakhir.

Namun, para ekonom yakin dana itu hanya cukup untuk menjaga keuangan Turki dan menjaga agar Lira tidak anjlok sampai pemilu pada Mei.

Menurut perkiraan sebuah kelompok bisnis, Erdogan harus memperbaiki kerusakan akibat gempa yang diperkirakan mencapai US$ 84,1 miliar atau sekitar Rp1,275 triliun.

Perkiraan dari pakar lainnya lebih konservatif, yaitu sekitar US$ 10 miliar atau Rp151,66 triliun.

Namun, setidaknya ada sedikit harapan untuk perekonomian Turki.

Wilayah yang diguncang gempa adalah salah satu dari wilayah Turki yang paling tertinggal dengan kontribusi 9 persen dari produk domestik bruto (PDB). Namun, produksi pertanian Turki bisa juga terdampak.

Unay Tamgac, profesor ekonomi di Universitas TOBB ETU di Ankara mengatakan wilayah yang terkena gempa itu menyumbang 14.3 persen dari total produksi pertanian, perikanan, dan kehutanan.

Selain itu, wilayah tersebut juga merupakan eksportir makanan seperti buah aprikot, ujar Tamgac. Dia juga memperingatkan dampak lanjutan terhadap harga-harga.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Lebih Baik dari Gempa 1999?

Gempa juga merusak fasilitas energi, infrastruktur, transportasi, irigasi, dan logistik, imbuh Tamgac.

Sebagian pakar mencari petunjuk dari sejarah.

Mahmoud Mohieldin, direktur eksekutif di Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), mengatakan dampak gempa berkekuatan 7,8 magnitudo terhadap ekonomi diperkirakan akan lebih kecil dari dampak yang ditimbulkan oleh gempa 7,6 magnitudo pada 1999. Pada saat itu, sekitar 17 ribu orangn meninggal.

Namun, juru bicara IMF kemudian mengoreksi dan mengatakan Mohieldin mengungkapkan pendapat pribadi dan tidak mewakili pandangan IMF.

Perekonomian Turki menyusut sekitar 0,5 hingga 1,0 persen dari PDB pada 1999, tetapi gempa mengguncang pusat industri Turki, termasuk pusat ekonomi Istanbul.

Perekonomian Turki dengan cepat membaik, tumbuh 1,5 persen pada 2000 berkat upaya rekonstruksi, menurut Bank Rekonstruksi dan Pembangunan Eropa (European Bank for Reconstruction and Development/EBRD).

Gempa yang terjadi pekan lalu juga tidak berdampak pada wilayah barat yang digemari para turis asing yang menjadi salah satu sumber devisa penting Turki, kata Wolfango Piccoli, analis perusahaan konsultan Teneo, dalam catatannya.

 

3 dari 3 halaman

Tantangan Ekonomi

Perhatian sekarang mengarah pada bagaimana Erdogan akan mendapat pendanaan untuk pembangunan kembali.

“Yang jelas (Turki) akan ada kebutuhan untuk mata uang asing,” kata Baki Demirel, profesor ekonomi di Universitas Yalova. Pasalnya, Turki sekarang akan lebih banyak mengimpor.

Celakanya, investor asing enggan mendekati Turki karena pandangan ekonomi Erdogan yang tak lazim. Salah satu adalah upaya meredam inflasi dengan memangkas suku bunga acuan yang ternyata tak membuahkan hasil.

Ketika gempa melanda, laju inflasi tahunan Turki melambat dari 85 persen – tertinggi selama dua dekade – menjadi 58 persen.

Dengan sejumlah tantangan, para ekonom setuju perekonomian Turki akan terhenti tahun ini.

“Meski ada ketidakpastian dan faktor-faktor lainnya, seperti kondisi perekonomian global dan ekspektasi politik dalam negeri, perekonomian Turki diperkirakan akan stagnan atau tumbuh di bawah laju alaminya,” kata ekonom Murat Kubilay.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.