Sukses

Dubes Vasyl: Ukraina Tidak Akan Pernah dan Sudi Berdamai dengan Rusia

Dubes Ukraina mengatakan, sangat naif jika masih ada yang percaya bahwa Rusia mampu bernegosiasi.

Liputan6.com, Jakarta - Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin menegaskan bahwa negaranya tidak akan dan tidak ingin berdamai dengan Rusia, berapapun harganya.

"Ukraina tidak pernah dan sudi berdamai (dengan Rusia) berapapun harganya," ujar Dubes Vasyl dalam pernyataan pers-nya, Kamis (12/1/2023) lewat sambungan video.

"Negosiasi apapun, diskusi apapun hingga upaya membangun langkah konkret untuk membangun kembali Ukraina, hanya dapat dilakukan setelah pembebasan semua wilayah pendudukan, tidak terkecuali termasuk Krimea dan Donbas," jelasnya.

Dubes Vasyl juga menegaskan bahwa Ukraina tidak membutuhkan mediasi perdamaian dalam format "mari duduk dan bicara, mari kita bekukan konflik, tidak."

"Sangat naif jika masih ada yang percaya bahwa Rusia mampu bernegosiasi. Saya akan katakan pada semua orang. Jangan naif. Mereka (Rusia) tidak mampu melakukan negosiasi dan tidak menginginkan formula damai," tegas Vasyl.

"Ide mereka adalah untuk menghancurkan Ukraina dan mendapatkan wilayah kami. Itu saja. Jadi jangan terkejut."

Vasyl mengakui bahwa ada banyak pemimpin dunia, aktivis maupun politikus yang mencoba menjadi juru damai.

"Sayangnya, masalah ada pada subjek dari upaya tersebut. Seperti membujuk Ukraina menyerahkan tanah kami ke Rusia, demi menyelamatkan nyawa rakyat," kata Vasyl.

"Ini seakan-akan ingin membujuk hyena untuk tidak makan daging. Artinya, mereka mencoba membujuk penyerbu untuk menghentikan invasi."

Ketimbang bernegosiasi dan cari duduk perkara, Dubes Vasyl menyebut bahwa Ukraina lebih memilih untuk berdiskusi bersama dengan negara mitra (Barat).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pakar: Dialog Perdamaian Rusia-Ukraina Masih Jauh

Sementara itu, pakar memprediksi bahwa peluang penyelesaian damai masih jauh.

"Saya pikir taruhan teraman adalah mengatakan bahwa itu akan berlanjut sampai satu pihak dipaksa keluar dari konflik dengan satu atau lain cara," ungkap Michael Kimmage, seorang profesor sejarah di Universitas Katolik Amerika kepada Newsweek tentang prediksinya tentang kapan perdamaian dapat terjadi.

Dalam sebuah wawancara, Presiden Rusia Vladimir Putin mengklaim bahwa dia "siap untuk menegosiasikan beberapa hasil yang dapat diterima dengan semua peserta dari proses ini."

Namun, beberapa hari kemudian, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan tidak mungkin ada pembicaraan damai yang berhasil kecuali Ukraina menerima aneksasi yang diklaim Rusia atas wilayah Ukraina yang sebagian diduduki di Donetsk, Luhansk, Kherson dan Zaporizhzhia.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tegas menolak melepaskan wilayah yang dianeksasi Rusia.

Dengan demikian, hambatan terbesar untuk pembicaraan damai adalah bahwa tidak ada pihak yang tampaknya mau mengalah di wilayah tersebut.

"Dalam pandangan saya, baik Putin maupun Zelensky tidak benar-benar tertarik pada pembicaraan damai karena mereka masing-masing berpikir bahwa mereka dapat mengalahkan yang lain," kata Mark N. Katz, seorang profesor di Sekolah Kebijakan dan Pemerintahan Schar Universitas George Mason kepada Newsweek.

3 dari 4 halaman

Narasi Politik

William Reno, seorang profesor dan ketua departemen ilmu politik di Northwestern University menilai, "Pembicaraan Ukraina tentang negosiasi adalah bagian dari pengelolaan narasi politik perang."

"Zelensky menyadari dukungan AS dan NATO untuk Ukraina memiliki batas. Dia harus berbicara dengan keprihatinan di antara para legislator di AS dan pemerintah di Eropa bahwa Ukraina terbuka untuk semacam penyelesaian yang dinegosiasikan yang oleh sebagian besar pemimpin politik pragmatis dilihat sebagai hal yang tak terhindarkan di beberapa titik," papa Reno.

Adapun pembicaraan Rusia tentang negosiasi, menurut Reno adalah kemungkinan strategi untuk memecah belah pendukung Ukraina.

Reno, pada akhirnya meyakini bahwa perang akan berakhir dengan penyelesaian yang dinegosiasikan.

"Ukraina tidak dapat mengalahkan Rusia yang bersenjata nuklir dan Rusia tidak mampu merebut dan menduduki semua atau sebagian besar Ukraina," imbuhnya.

4 dari 4 halaman

Kemungkinan Hasil Kesepakatan Akhir

Robert David English, mantan analis Pentagon dan profesor di University of Southern California, menggambarkan kemungkinan dari hasil kesepakatan akhir.

"Tebakan saya untuk penyelesaian akhir? Rusia mempertahankan Krimea untuk saat ini, tetapi menyetujui plebisit yang diawasi secara internasional di beberapa titik di masa depan," kata English. "Sementara itu, Rusia mundur dari sebagian besar wilayah yang direbutnya di wilayah Donbas, tetapi berpegang pada kelompok di timur sebagai penyangga antara itu dan tentara Ukraina yang didukung Barat."

English juga mencatat bahwa pengadilan kejahatan perang dan reparasi dapat berakhir menjadi "poin yang melekat" selama pembicaraan damai.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.