Sukses

Beijing Kecam Aturan Negatif COVID-19 Bagi Pelancong dari China: Itu Tak Dapat Diterima!

Beijing mengecam aturan COVID-19 bagi pelancong dari China, menyebutnya hal yang 'tidak dapat diterima'.

Liputan6.com, Beijing - Beijing mengecam aturan COVID-19 terhadap warganya atau mereka yang bepergian dari China harus memiliki hasil tes COVID-19 negatif untuk memasuki sejumlah negara. Dengan menyebutnya sebagai hal yang tidak dapat diterima.

Mengutip AFP, China pada Selasa (3/1/2023) mengutuk persyaratan tes COVID-19 baru oleh sekitar selusin negara pada penumpang yang bepergian ke luar negeri dari wilayahnya, memperingatkan negara itu dapat mengambil "tindakan balasan" sebagai tanggapan.

Amerika Serikat, Kanada, Prancis, dan Jepang adalah di antara sejumlah negara yang sekarang mewajibkan pelancong dari China untuk menunjukkan tes COVID-19 negatif sebelum kedatangan, karena negara tersebut menghadapi lonjakan kasus.

"Beberapa negara telah mengambil pembatasan masuk yang hanya menargetkan pelancong Tiongkok," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning dalam pengarahan reguler.

"Ini tidak memiliki dasar ilmiah dan beberapa praktik tidak dapat diterima," tambahnya, memperingatkan China dapat “mengambil tindakan balasan berdasarkan prinsip timbal balik.”

China mengalami peningkatan infeksi Virus Corona COVID-19 yang tajam setelah bertahun-tahun pembatasan ketat nol-COVID tiba-tiba dilonggarkan bulan lalu dengan sedikit peringatan atau persiapan, dan rumah sakit serta krematorium dengan cepat kewalahan.

Pada akhir Desember 2022, Beijing mengatakan para pelancong yang masuk tidak lagi diharuskan untuk karantina, membuat banyak orang China bergegas merencanakan perjalanan ke luar negeri yang telah lama ditunggu-tunggu.

Negara-negara mengutip kurangnya transparansi China seputar data infeksi dan risiko munculnya varian baru sebagai alasan untuk membatasi pelancong.

China hanya mencatat 22 kematian akibat COVID-19 sejak Desember 2022, setelah secara dramatis mempersempit kriteria untuk mengklasifikasikan kematian tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Varian Baru COVID-19 China Terdeteksi di Malaysia

Sementara itu, Menteri Kesehatan Malaysia Zaliha Mustafa menyebutkan bahwa berdasarkan informasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), varian dan sub-varian COVID-19 yang mengakibatkan lonjakan kasus di China telah terdeteksi di negaranya. Malaysia pun bersiap memperketat pemeriksaan kesehatan.

"Kementerian berkomunikasi erat dengan WHO, China, dan rekan-rekan kami dari ASEAN. Berdasarkan laporan, WHO mengadakan pertemuan dengan China untuk berbagi data terbaru dan akan terus memberikan informasil detail, pembaruan situasi dan penanganan COVID-19 di negara tersebut," tutur Zaliha seperti dikutip dari The Straits Times, Selasa, (3/1/2023).

Ia menambahkan, "Berdasarkan laporan China kepada WHO, varian dan subvarian yang ditemukan di China juga terdeteksi di Malaysia."

Direktur Jenderal Kesehatan Malaysia Noor Hisham Abdullah mengungkapkan bahwa lonjakan kasus COVID-19 di China disebabkan oleh varian BA.5.2 dan sub-varian BF.7. Keduanya menyumbang hampir 80% dari jenis yang ditemukan di Negeri Tirai Bambu.

Pertemuan tingkat tinggi antara WHO dan China sendiri berlangsung pada 30 Desember 2023. WHO menuturkan bahwa mereka meminta China untuk berbagi data spesifik dan real-time secara teratur, termasuk tentang status vaksinasi dan kematian.

3 dari 4 halaman

WHO Desak China Transparan soal Kasus COVID-19

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada hari Jumat (30 Desember) sekali lagi mendesak pejabat kesehatan China untuk secara teratur membagikan informasi spesifik dan real-time tentang situasi COVID-19 di negara tersebut, sambil terus menilai lonjakan infeksi terbaru.

Dilansir Channel News Asia, Sabtu (31/12/2022), badan tersebut telah meminta pejabat China untuk membagikan lebih banyak data pengurutan genetik serta data tentang rawat inap, kematian, dan vaksinasi.

Angka resmi dari China telah menjadi panduan yang tidak dapat diandalkan karena lebih sedikit pengujian yang dilakukan di seluruh negeri menyusul pelonggaran kebijakan ketat "nol-COVID" baru-baru ini.

WHO sebelumnya mengatakan bahwa China mungkin sedang berjuang untuk menghitung infeksi COVID-19.

Badan tersebut telah mengundang para ilmuwan China untuk mempresentasikan data terperinci tentang pengurutan virus pada pertemuan kelompok penasihat teknis yang dijadwalkan pada 3 Januari.

Infeksi COVID-19 telah meningkat di seluruh China bulan ini setelah Beijing menghapus kebijakan nol-COVID, termasuk pengujian PCR reguler pada populasinya. Amerika Serikat, Korea Selatan, India, Italia, Jepang, dan Taiwan semuanya telah memberlakukan tes COVID-19 untuk pelancong dari China sebagai tanggapan.

Amerika Serikat juga mengaitkan perubahan baru-baru ini dalam kebijakannya dengan kurangnya informasi tentang varian COVID-19 dan kekhawatiran bahwa peningkatan kasus di China dapat mengakibatkan berkembangnya varian baru virus tersebut.

Pejabat kesehatan senior China bertukar pandangan dengan WHO tentang virus corona baru melalui konferensi video, kata Komisi Kesehatan Nasional China dalam sebuah pernyataan sebelumnya pada hari Jumat.

Kedua belah pihak bertukar pandangan tentang situasi epidemi saat ini, perawatan medis, vaksinasi, dan masalah teknis lainnya, kata otoritas kesehatan China, menambahkan bahwa lebih banyak pertukaran teknis akan diadakan.

4 dari 4 halaman

WHO Minta China Perkuat Penanggulangan COVID-19 di Negaranya

Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah meminta para pejabat China untuk berbagi lebih banyak informasi real-time tentang COVID-19 di negara itu.

Itu terjadi ketika infeksi COVID melonjak di seluruh China menyusul keputusannya untuk melonggarkan kebijakan nol-COVID, demikian seperti dikutip dari BBC, Sabtu (31/12/2022).

Selama pertemuan pada hari Jumat, pejabat WHO menyerukan lebih banyak data tentang rawat inap, penerimaan unit perawatan intensif (ICU) dan kematian.

Ia juga menyerukan lebih banyak data tentang vaksinasi.

Beberapa negara telah mengumumkan mereka akan menyaring pelancong dari China setelah kasus melonjak bulan ini.

Amerika Serikat, Spanyol, Prancis, Korea Selatan, India, Italia, Jepang, dan Taiwan semuanya telah memberlakukan tes COVID untuk pelancong dari China.

Dan penumpang yang tiba di Inggris dari China harus memberikan tes COVID negatif sebelum mereka naik pesawat, para menteri mengkonfirmasi pada hari Jumat.

"WHO kembali meminta pembagian data spesifik dan real-time secara teratur tentang situasi epidemiologis ... dan data tentang vaksinasi yang diberikan dan status vaksinasi, terutama pada orang-orang yang rentan dan mereka yang berusia di atas 60 tahun," kata badan kesehatan PBB itu dalam sebuah pernyataan setelah pembicaraan.

Badan tersebut "menyatakan kesediaan untuk memberikan dukungan di bidang-bidang ini, serta pada komunikasi risiko tentang vaksinasi untuk melawan keraguan".

Laporan itu juga "menekankan pentingnya pemantauan dan publikasi data yang tepat waktu untuk membantu Tiongkok dan komunitas global merumuskan penilaian risiko yang akurat dan untuk menginformasikan tanggapan yang efektif".

Kelompok penasihat teknis WHO tentang evolusi COVID-19 akan mengadakan pertemuan pada hari Selasa. Badan itu mengatakan telah mengundang para ilmuwan China untuk menyajikan data terperinci tentang pengurutan virus.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan pada hari Kamis bahwa pihaknya "membutuhkan informasi yang lebih rinci" untuk membuat penilaian risiko yang komprehensif terhadap situasi COVID di China.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.